Kedudukan Surat Pernyataan Perdamaian dalam Tindak Pidana Pemerasan dan Perkosaan Ditinjau dari Sistem Pemidanaan (Putusan Nomor 442/pid.b/2021/pn Mlg)
Abstract
Sistem pemidanaan merupakan tata cara pemberian sanksi pidana terhadap
terdakwa karena telah di nilai melanggar hukum pidana. Sistem pemidanaan di
Indonesia dapat dilihat dari arti luas yang meliputi hukum pidana formil, hukum
pidana materil dan pelaksanaan pidana, dalam arti sempit sistem pemidanaan dilihat
dari sudut substansinya. Perdamaian dalam sistem pemidanaan hanya terjadi pada
perkara-perkara tertentu yaitu tindak pidana ringan dalam restorative justice dan
tindak pidana anak melalui mekanisme diversi. Selain yang telah disebutkan pidana
dapat dihapuskan hanya apabila memenuhi unsur-unsur penghapusan pidana dalam
KUHP dan perdamaian tidak termasuk didalamnya.
Pada perkara tindak pidana pemerasan dan perkosaan putusan No.
442/Pid.B/2021/PN. Mlg Hakim mempertimbangkan keberadaan Surat Pernyataan
Perdamaian antara korban Nurul Habidah dengan pelaku Irwan Yulianto yang
dibuat pada proses penyidikan sebagai bentuk keadaan yang meringankan terdakwa
melalui pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP. Berdasarkan dari latar belakang
tersebut, ditemukan rumusan sebagai berikut: pertama Bagaimana Kedudukan
Surat Pernyataan Perdamaian dalam Sistem Pemidanaan, kedua Bagaimana
Pertimbangan hakim mengenai kedudukan Surat Pernyataan Perdamaian pada
putusan 442/Pid.B/2021/PN Mlg dalam menjatuhkan putusan pemidanaan. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Kedudukan Surat Pernyataan
Perdamaian dalam Sistem Pemidanaan dan menganalisis kewajiban hakim dalam
mempertimbangkan adanya keberadaan surat pernyataan perdamaian pada putusan
442/Pid.B/2021/PN Mlg dikaitkan dengan putusan pemidanaan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6385]