Putusan Hakim dalam Tindak Pidana Percobaan Terorisme (Studi Putusan Nomor : 781/Pid.Sus/2020/PN.JKT.TIM)
Abstract
Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dapat berupa
ancaman atau tindak kekerasan yang mengancam keselamatan jiwa pelaku maupun
orang lain disekitarnya. Dampak dari tindak pidana terorisme adalah menimbulkan
keresahan dan ketakutan pada masyarakat, rusaknya infrastruktur di tempat
kejadian dan sekitarnya, serta munculnya kecurigaan dan provokasi antar umat
beragama. Terbentuknya peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pemberantasan tindak pidana terorisme, belum dapat menjamin bahwa jumlah
kasus tindak pidana terorisme di Indonesia dapat berkurang. Sebab kasus terorisme
masih terus terjadi dan mengalami perkembangan baik dari segi latar belakang
ataupun persenjataan yang digunakan. Oleh karena, Jaksa Penuntut Umum dalam
hal menemukan perkara tindak pidana terorisme harus lebih cermat dalam hal
menentukan pasal yang tepat untuk didakwakan terhadap pelaku. Mengingat unsurunsur pada Pasal 143 ayat (2) KUHAP harus terpenuhi. Selain itu Jaksa Penuntut
Umum juga harus cermat dalam hal menentukan bentuk dakwaaan yang tepat dan
sesuai dengan perbuatan si pelaku, supaya dapat menjadi pertimbangan bagi hakim
dalam mengadili dan memutus suatu perkara. Sebagaimana kasus terorisme dalam
perkara Nomor 781/Pid.Sus /2020/PN.JKT.TIM.
Berdasarkan uraian singkat mengenai latar belakang di atas, menurut
peneliti terdapat ketidaksesuaian bentuk dakwaan dan pertimbangan hakim
terhadap fakta persidangan yang ada. Sehingga di rumuskan masalah yang akan
dibahas yaitu: (1) Apakah dakwaan alternatif kesatu pasal 15 Jo pasal 7 PERPPU
Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dalam
putusan nomor 781/Pid.Sus /2020/PN.JKT.TIM sudah tepat ditinjau dari pasal 143
ayat 2 KUHAP? (2) Apakah indikator/parameter seseorang dikatakan sebagai turut
serta melakukan tindak pidana terorisme sudah tepat ditinjau dari putusan No.
781/Pid.Sus/2020/PN.JKT.TIM?.
Tujuan penelitian skripsi ini yaitu untuk menganalisis dakwaan jaksa
penuntut umum dalam putusan No. 781/Pid.Sus/2020/PN.JKT.TIM, menganalisis
indikator/parameter seseorang dikatakan sebagai turut serta/membantu melakukan
tindak pidana terorisme pada putusan No. 781/Pid.Sus/2020/PN.JKT.TIM.
Manfaat penelitian secara teoritis dari penelitian ini yaitu sebagai
sumbangan pemikiran bagi pengembangan Ilmu Hukum, khususnya pada bidang
Hukum Pidana terkait putusan hakim dalam tindak pidana percobaan terorisme.
Kedua, secara praktis hasil penelitian dan gagasan yang disampaiakn penulis agar
dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa dalam mengembangkan penelitian hukum
khususnya terkait dengan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap
tindak pidana percobaan terorisme.
Metode penelitian yang digunakan yaitu: tipe penelitian yuridis normatif
adalah adalah suatu penelitian hukum yang bertujuan untuk menemukan kebenaran
koherensi, yaitu kesesuaian antara aturan hukum dengan norma hukum beserta
prinsip hukum dan kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang menjadi isu
hukum. Penelitian hukum ada beberapa macam pendekatan yang dapat digunakan
antara lain pendekatan perundang-undangan (statute approach). Hasil penelitian skripsi ini yaitu (1) Jaksa Penuntut Umum dalam
memberikan dakwaan alternatif kesatu yakni Pasal 15 Jo. Pasal 7 PERPPU Nomor
1 Tahun 2002, sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang RI Nomor
15 Tahun 2003 tentang Penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme kurang cermat, berdasarkan uraian-uraian
yang menjelaskan terkait unsur-unsur Pasal 15 Jo. Pasal 7 PERPPU Nomor 1 Tahun
2002, sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun
2003 tentang Penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana hal ini ditinjau dari ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP yang mana
perbuatan terdakwa sebagai pelaku pasif yang hanya melakukan pembantuan
terhadap terlaksananya tindak pidana terorisme bukan sebagai orang yang
melakukan percobaan dalam tindak pidana terorisme. (2) Pada putusan Nomor :
781/Pid.Sus/2020/PN.JKT.TIM terdakwa dalam hal ini didakwa dengan dakwaan
alternatif kesatu yakni Pasal 15 Jo. Pasal 7 PERPPU Nomor 1 Tahun 2002,
sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003
tentang Penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme. Terdakwa dianggap telah bermufakat jahat karena telah
bergabung dalam organisasi, mengetahui kegiatan dari organisasi, melaksanakan
tugasnya menarik infaq, serta meminjamkan kendaraannya untuk dipakai oleh
kelompoknya dalam rangka menyerang polisi agar demo di Bawaslu Medan ricuh
dan cheos. Sehingga, berdasarkan parameter Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dapat
diuraikan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa lebih pada hal-hal yang
sifatnya pembantuan, yang mana terdakwa tidak turut melakukan atau tidak turut
serta melakukan tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh kelompoknya.
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian yaitu: pertama,
Terdakwa Afrizal Bin Zaini di dakwa dengan dakwaan alternatif kesatu yakni Pasal
15 Jo. Pasal 7 PERPPU Nomor 1 Tahun 2002, sebagaimana telah ditetapkan
menjadi Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan PERPPU
Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Terdapat
ketidak cermatan jaksa sebagaimana ditinjau dari ketentuan Pasal 143 ayat (2)
KUHAP.Terdakwa Afrizal Bin Zaini hanya sebagai orang yang membantu atau
memberi bantuan terhadap terlaksananya tindak pidana terorisme bukan sebagai
orang yang melakukan percobaan dalam tindak pidana terorisme. Kedua,
berdasarkan parameter putusan nomor 781/Pid.Sus/2020/PN.JKT.TIM denagn
dakwaan Sebagaimana pada Pasal 7 Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme Pembantuan tidak relevan dengan perbuatan yang telah dilakukan
oleh terdakwa, sebab dalam hal ini perbuatan terdakwa hanya bersifat pasif.
Berdasarkan parameter Pasal 56 KUHP dapat diuraikan bahwa perbuatan yang
dilakukan oleh terdakwa lebih pada hal-hal yang sifatnya perbantuan. Sebagaimana
halnya dengan ketentuan pembantuan dalam Pasal 57 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) diatur bahwa dalam hal pembantuan, maksimum pidana
pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga.
Collections
- UT-Faculty of Law [6234]