Show simple item record

dc.contributor.authorPRANAWIDJAYA, Ilham Baskoro
dc.date.accessioned2025-01-22T03:55:09Z
dc.date.available2025-01-22T03:55:09Z
dc.date.issued2024-10-24
dc.identifier.nim200710101292en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/125058
dc.descriptionFinalisasi unggah file repositori tanggal 22 Januari 2025_Kurnadien_US
dc.description.abstractTerorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dapat berupa ancaman atau tindak kekerasan yang mengancam keselamatan jiwa pelaku maupun orang lain disekitarnya. Dampak dari tindak pidana terorisme adalah menimbulkan keresahan dan ketakutan pada masyarakat, rusaknya infrastruktur di tempat kejadian dan sekitarnya, serta munculnya kecurigaan dan provokasi antar umat beragama. Terbentuknya peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana terorisme, belum dapat menjamin bahwa jumlah kasus tindak pidana terorisme di Indonesia dapat berkurang. Sebab kasus terorisme masih terus terjadi dan mengalami perkembangan baik dari segi latar belakang ataupun persenjataan yang digunakan. Oleh karena, Jaksa Penuntut Umum dalam hal menemukan perkara tindak pidana terorisme harus lebih cermat dalam hal menentukan pasal yang tepat untuk didakwakan terhadap pelaku. Mengingat unsurunsur pada Pasal 143 ayat (2) KUHAP harus terpenuhi. Selain itu Jaksa Penuntut Umum juga harus cermat dalam hal menentukan bentuk dakwaaan yang tepat dan sesuai dengan perbuatan si pelaku, supaya dapat menjadi pertimbangan bagi hakim dalam mengadili dan memutus suatu perkara. Sebagaimana kasus terorisme dalam perkara Nomor 781/Pid.Sus /2020/PN.JKT.TIM. Berdasarkan uraian singkat mengenai latar belakang di atas, menurut peneliti terdapat ketidaksesuaian bentuk dakwaan dan pertimbangan hakim terhadap fakta persidangan yang ada. Sehingga di rumuskan masalah yang akan dibahas yaitu: (1) Apakah dakwaan alternatif kesatu pasal 15 Jo pasal 7 PERPPU Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dalam putusan nomor 781/Pid.Sus /2020/PN.JKT.TIM sudah tepat ditinjau dari pasal 143 ayat 2 KUHAP? (2) Apakah indikator/parameter seseorang dikatakan sebagai turut serta melakukan tindak pidana terorisme sudah tepat ditinjau dari putusan No. 781/Pid.Sus/2020/PN.JKT.TIM?. Tujuan penelitian skripsi ini yaitu untuk menganalisis dakwaan jaksa penuntut umum dalam putusan No. 781/Pid.Sus/2020/PN.JKT.TIM, menganalisis indikator/parameter seseorang dikatakan sebagai turut serta/membantu melakukan tindak pidana terorisme pada putusan No. 781/Pid.Sus/2020/PN.JKT.TIM. Manfaat penelitian secara teoritis dari penelitian ini yaitu sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan Ilmu Hukum, khususnya pada bidang Hukum Pidana terkait putusan hakim dalam tindak pidana percobaan terorisme. Kedua, secara praktis hasil penelitian dan gagasan yang disampaiakn penulis agar dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa dalam mengembangkan penelitian hukum khususnya terkait dengan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap tindak pidana percobaan terorisme. Metode penelitian yang digunakan yaitu: tipe penelitian yuridis normatif adalah adalah suatu penelitian hukum yang bertujuan untuk menemukan kebenaran koherensi, yaitu kesesuaian antara aturan hukum dengan norma hukum beserta prinsip hukum dan kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang menjadi isu hukum. Penelitian hukum ada beberapa macam pendekatan yang dapat digunakan antara lain pendekatan perundang-undangan (statute approach). Hasil penelitian skripsi ini yaitu (1) Jaksa Penuntut Umum dalam memberikan dakwaan alternatif kesatu yakni Pasal 15 Jo. Pasal 7 PERPPU Nomor 1 Tahun 2002, sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme kurang cermat, berdasarkan uraian-uraian yang menjelaskan terkait unsur-unsur Pasal 15 Jo. Pasal 7 PERPPU Nomor 1 Tahun 2002, sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana hal ini ditinjau dari ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP yang mana perbuatan terdakwa sebagai pelaku pasif yang hanya melakukan pembantuan terhadap terlaksananya tindak pidana terorisme bukan sebagai orang yang melakukan percobaan dalam tindak pidana terorisme. (2) Pada putusan Nomor : 781/Pid.Sus/2020/PN.JKT.TIM terdakwa dalam hal ini didakwa dengan dakwaan alternatif kesatu yakni Pasal 15 Jo. Pasal 7 PERPPU Nomor 1 Tahun 2002, sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Terdakwa dianggap telah bermufakat jahat karena telah bergabung dalam organisasi, mengetahui kegiatan dari organisasi, melaksanakan tugasnya menarik infaq, serta meminjamkan kendaraannya untuk dipakai oleh kelompoknya dalam rangka menyerang polisi agar demo di Bawaslu Medan ricuh dan cheos. Sehingga, berdasarkan parameter Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dapat diuraikan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa lebih pada hal-hal yang sifatnya pembantuan, yang mana terdakwa tidak turut melakukan atau tidak turut serta melakukan tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh kelompoknya. Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian yaitu: pertama, Terdakwa Afrizal Bin Zaini di dakwa dengan dakwaan alternatif kesatu yakni Pasal 15 Jo. Pasal 7 PERPPU Nomor 1 Tahun 2002, sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Terdapat ketidak cermatan jaksa sebagaimana ditinjau dari ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP.Terdakwa Afrizal Bin Zaini hanya sebagai orang yang membantu atau memberi bantuan terhadap terlaksananya tindak pidana terorisme bukan sebagai orang yang melakukan percobaan dalam tindak pidana terorisme. Kedua, berdasarkan parameter putusan nomor 781/Pid.Sus/2020/PN.JKT.TIM denagn dakwaan Sebagaimana pada Pasal 7 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Pembantuan tidak relevan dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa, sebab dalam hal ini perbuatan terdakwa hanya bersifat pasif. Berdasarkan parameter Pasal 56 KUHP dapat diuraikan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa lebih pada hal-hal yang sifatnya perbantuan. Sebagaimana halnya dengan ketentuan pembantuan dalam Pasal 57 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur bahwa dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga.en_US
dc.description.sponsorshipDosen Pembimbing Utama Dr.Fanny Tanuwijaya, S.H., M. Hum. Dosen Pembimbing Anggota Sapti Prihatmini, S.H., M.H.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectPutusan Hakimen_US
dc.subjectTindak Pidana Percobaan Terorismeen_US
dc.titlePutusan Hakim dalam Tindak Pidana Percobaan Terorisme (Studi Putusan Nomor : 781/Pid.Sus/2020/PN.JKT.TIM)en_US
dc.typeSkripsien_US
dc.identifier.prodiIlmu Hukumen_US
dc.identifier.pembimbing1Dr.Fanny Tanuwijaya, S.H., M.Hum.en_US
dc.identifier.pembimbing2Sapti Prihatmini, S.H., M.H.en_US
dc.identifier.validatorKacung- 10 Januari 2025en_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record