Analisis Pendapatan, Efesisensi dan Kelayakan Usahatani Tebu yang Menjual Lepas ke Lembaga Pengepul (Pok-Pokan) dan Pabrik Gula, di Desa Kunjang Kabupaten Kediri
Abstract
Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor pertanian, yaitu sektor
perkebunan, pangan, peternakan dan perikanan. Salah satu sektor pertanian yang
memiliki potensi di Indonesia adalah sektor pekebunan. Salah satu sub sektor
pekebunan adalah perkebunan tebu. Permintaan terhadap gula terus meningkat
seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan juga pertumbuhan industri
makanan dan minuman di dalam negeri. Demi untuk meningkatkankan produksi
gula nasional, pemerintah mewujudkan swasembada gula yaitu dengan cara
perluasan areal tanam dan produktivitas, serta rehabilitasi, peningkatan kapasitas
giling, peningkatan efesiensi pabrik, dan peningkatan kualitas gula pada Pabrik
Gula milik negara khususnya di provinsi Jawa Timur yang menjadi swasembada
gula nasional.
Desa Kunjang merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan
Ngancar Kabupaten Kediri yang berpotensi besar akan usahatani tebunya. Desa
kunjang Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani tebu.
Luas areal tanaman tebu Desa Kunjang berdasarkan badan pusat statistic (BPS)
tahun 2021 yakni sebesar 220 ha yang terdiri dari lahan sawah, tegal dan
pekarangan. Sebagian besar luasan lahan pertanian tersebut dipergunakan untuk
berbudidaya tebu.
Salah satu permasalahan utama pada sub-sistem agribisnis hulu yaitu
kesulitan dalam usaha pengondisian lahan yang kurang subur hal tersebut karena
kandungan tanah dan unsur hara tanaman yang mulai berubah dengan adanya
penambahan sarana produksi berupa bahan anorganik seperti pupuk maupun
pestisida yang tidak diiringi dengan pengolah nutrisi yaitu mikroba, akibatnya
terjadi perubahan kondisi lahan secara kimia, fisik, biologi tanah. Menurut
Soemarno (2011) Input dalam usahatani tebu rakyat secara umum terdiri dari
lahan, benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Biaya usahatani untuk tenaga
kerja bisa mencapai lebih dari 40 persen, artinya usahatani tebu lebih bersifat
padat karya dibandingkan dengan pada modal, sedangkan proporsi biaya untuk
input lain bervariasi antar daerah.
Faktor-faktor produksi di dalam pertanian lebih berhubungan dengan
sumber daya seperti tanah, tenaga kerja dan modal, faktor pendukung antara lain
seperti bibit, pupuk, pestisida dan alat-alat produksi yang mampu menunjang
produksi. Kegiatan penyelenggaraan usahatani tebu setiap petani berusaha agar
hasil panennya berlimpah, dalam hal ini tampak bahwa petani mengadakan
perhitungan-perhitungan ekonomi dan keuangan walaupun tidak secara tertulis.
Seperti yang dilakukan para petani Di Desa Kunjang Kabupaten Kediri yang
sebagian besar adalah petani tebu, mereka juga sering menganalisis tentang
pendapatan keuntungan usahataniya apakah rugi atau untung berapa selama
panennya.
Penelitian ini menganalisis pendapatan usahatani tebu dengan study
budidaya tanaman tebu keprasan ke-3 dan arus biaya pengeluaran yang
dikeluarkan oleh petani tebu. Sehingga dengan penelitian ini pendapatan usahatani
yang diperoleh dapat diketahui, kelayakan dan dapat meningkatkan tingkat
kesejahteraan petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapatan
usahatani tebu di Desa Kunjang Kabupaten Kediri serta menganalisis kelayakan
budidaya usahatebu keprasan ke-3 terhadap pendapatan uasahatani tebu di Desa
Kunjang Kabupaten Kediri
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pendapatan rata-rata per
hektar pada penjualan hasil usahatani tebu ke pabrik dan penjualan hasil usatani
ke pok-pokan memiliki perbedaan. Pendapatan petani yang menjual hasil
usahataninya ke pabrik yaitu Rp. 23.975.144/Ha sedangkan pendapatan petani
yang menjual hasil usahataninya ke pok-pokan yaitu Rp. 22.110.000/Ha.
Pendapatan petani yang menjual hasil usahataninya ke pabrik lebih tinggi
dibandingkan dengan pendapatan petani yang menjual hasil usahataninya ke pok pokan.
Hasil analisis R/C Ratio menunjukkan bahwa penjualan hasil usahatani
tebu ke pabrik dan ke pok-pokan sudah efisien karena diperoleh nilai lebih dari
satu. Nilai R/C Ratio penjualan ke pabrik yakni 1,39 sedangkan nilai R/C Ratio
penjualan ke pok-pokan yakni 1,45.
Hasil analisis B/C Ratio menunjukan bahwa B/C ratio penjualan ke pabrik
diperoleh nilai 0,36 dan nilai B/C ratio penjualan ke pok-pokan diperoleh nilai
0,41. Apabila nilai B/C Rasio yang didapatkan dalam perhitungan lebih besar dari
0 (nol), B/C Rasio > 0 (bernilai positif). Maka dapat menginterpretasikan bahwa,
usahatani layak untuk dijalankan.
Collections
- UT-Faculty of Agriculture [4236]