Penegakan Hukum terhadap Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Produksi
Abstract
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang
melimpah. Potensi kekayaan alamnya sangat luar biasa, sumber daya alam hayati
maupun non hayati, baik itu yang terdapat di darat, lautan, maupun di dalam perut
bumi. Salah satu kekayaan alam yang manjadi andalan Indonesia adalah hutan.
Hutan mempunyai kedudukan dan peranan yang penting dalam menunjang
pembangunan nasional. Terdapat manfaat hutan secara langsung berupa Hasil
Hutan Bukan Kayu yang kemudian disingkat HHBK. Istilah HHBK semula disebut
hasil hutan ikutan yang merupakan HHBK yang berasal dari bagian pohonatau
tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatubarang
yang diperlukan oleh masyarakat sekitar hutan. Pemanfaatan HHBK secara luas
memerlukan aturan, teknologi dan sumber daya manusia. Pengaturan dalam
pemanfaatan HHBK memerlukan dukungan regulasi yang jelas untuk menjaga
kelestarian dan keadilan.
Penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut : (1) Bagaimana
Penegakan Hukum Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Produksi?
(2) Apa Akibat Hukum Bagi Masyarakat Yang Melanggar Ketentuan Hukum
Tersebut?. Tujuan dari penulisan skripsi ini terdiri dari tujuan umum yaitu untuk
memenuhi salah satu syarat dan tugas menyelesaikan studi untuk meraih gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember dan tujuan khususuntuk
mengetahui dan memahami Penegakan Hukum Pemungutan Hasil Hutan Bukan
Kayu pada Hutan Produksi dan untuk mengetahui Akibat Hukum Bagi Masyarakat
Yang Melanggar Ketentuan Hukum.
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini
menggunakan metode penelitian yang memiliki tipe penelitian hukum (legal
research) bersifat hukum yuridis normatif yang memiliki fokus pada penerapan
kaidah dan norma dalam hukum positif. Adapun pendekatan penelitian yang
digunakan adalah menggunakan pendekatan perundang – undangan (Statute
Approach), pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Kemudian terkait bahan
hukum penulis menggunakan tiga jenis bahan hukum, antara lain bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum non hukum. Kajian pustaka yang
dipaparkan dalam penelitian ini menjelaskan terkait pengertian penegakan hukum,
jenis penegakan hukum, faktor-faktor penegakan hukum, pengertian hutan, jenis
hutan, pengertian hasil hutan bukan kayu, dan jenis hasil hutan bukan kayu.
Pembahasan dalam skripsi ini yaitu Dasar hukum penegakan hukum
pemungutan HHBK pada hutan produksi yaitu UU No. 41 Tahun 1999 tentang
Krhutanan. Kasus pemungutan HHBK ilegal di kawasan hutan produksikabupaten
Garut belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)
dalam perkara ini, sehingga status hukum kawasan hutan tersebut masih belum
definitif. Lembaga penegak hukum yang berwenang dalam melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran ketentuan UU Kehutanan terkait
pemungutan HHBK di hutan produksi Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Penyidik Pegawai
Negeri Sipil dari Kementerian Kehutanan, dan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri
Sipil dari instansi lain yang ditunjuk oleh Presiden. Masyarakat yang melanggar
ketentuan hukum pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dapat dikenakan
sanksi hukum, secara administrasi teguran lisan dan tertulis, pembayaran ganti rugi,
penyitaan barang bukti, dan penahanan KTP pelanggar pemungutan HHBK ilegal.
Penutup dari penelitian ini memuat kesimpulan dan saran. Kesimpulan yang
didapat dari penulisan skripsi ini yaitu 1) Penegakan hukum pemungutan HHBK
pada hutan produksi di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan.
Diperlukan upaya komprehensif dan berkelanjutan dari berbagai pihak penegakan
hukum dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien, sehingga hutan produksi
dapat dikelola secara lestari dan memberikan manfaat bagi masyarakat dan Negara.
2) Akibat hukum bagi pelaku yang melanggar ketentuan pemungutan HHBK
dikenakan sanksi administrasi. Lemahnya pemberian sanksi yang dikenakan kepada
pelanggar HHBK seringkali tidak cukup tegas dan konsisten. Hal ini menyebabkan
pelanggar tidak jera dan kembali melakukan pelanggaran.
Saran yang penulis berikan yaitu 1) Dalam upaya penegakan hukum,
pemerintah perlu melakukan koordinasi yang lebih kuat antar instansi terkaitdalam
penegakan hukum HHBK. Dengan menambah sumber daya manusia dan sarana
prasarana untuk melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran
HHBK. Perlu meningkatkan penyadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga
kelestarian hutan dan peraturan perundang-undangan tentang HHBK. Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan lemahnya penegakan hukum HHBK dan untuk mencari solusi yang
lebih efektif. 2) Seharusnya akibat hukum mengenai sanksi bagi pelanggar
ketentuan hukum pemungutan HHBK di hutan produksi oleh perseorangan perlu
revisi mengingat sanksi pidana perdata maupun administrasi masih terlalu ringan
sehingga sanksi tersebut tidak efektif untuk di terapkan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6217]