Putusan Bebas dalam Tindak Pidana Mengakibatkan Dilampauinya Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup dengan Terdakwa Korporasi (Putusan Nomor 17/Pid.B/Lh/2021/PNtjt)
Abstract
Korporasi diakui sebagai subjek hukum dalam tindak pidana lingkungan
sehingga korporasi dapat dipertanggungjawabkan dan dijatuhkan sanksi pidana
sesuai dengan perbuatan pidana yang dilakukan. Akan tetapi, banyak korporasi
yang diputus lepas dari segala tuntutan atau diputus dalam persidangan yang salah
satunya adalah Putusan Nomor 17/Pid.B/LH/2021/PNTjt dengan terdakwa PT.
Dewa Sawit Sari Persada yang didakwa melakukan tindak pidana mengakibatkan
dilampauinya kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Putusan bebas atau lepas
dari segala tuntutan terhadap korporasi tersebut terjadi juga karena pembuktian
kesalahan pada korporasi yang sulit dilakukan, sehingga hakim harus cermat dalam
membuktikan kesalahan pada korporasi untuk menghasilkan putusan yang adil dan
sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Adapun permasalahan
yang diangkat antara lain: 1) Kesesuaian bentuk dakwaan alternatif dalam Putusan
Nomor 17/Pid.B/LH/2021/PNTjt dengan Surat Edaran Jaksa Agung Republik
Indonesia Nomor: SE-004/J.A/11/1993 Tentang Pembuatan Surat Dakwaan, 2)
Kesesuaian pertimbangan hakim dalam menyatakan tidak terpenuhinya unsur
kelalaian dalam Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 sebagai
dakwaan kedua dengan fakta persidangan.
Tujuan penelitian ini, antara lain: Pertama, untuk menganalisis kesesuaian
bentuk dakwaan alternatif dalam Putusan Nomor 17/Pid.B/LH/2021/PNTjt dengan
Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/J.A/11/1993
Tentang Pembuatan Surat Dakwaan. Keduam untuk menganalisis kesesuaian
pertimbangan hakim dalam menyatakan tidak terpenuhinya unsur kelalaian dalam
Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 sebagai dakwaan kedua
dengan fakta persidangan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini, yakni metode
penelitian hukum dengan tipe penelitian hukum normatif dengan pendekatan
penelitian, antara lain: pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan
normatif, dan pendekatan kasus.
Hasil Pembahasan: Pertama, bentuk surat dakwaan dalam Putusan Nomor
17/Pid.B/LH/2021/PNTjt tidak sesuai dengan Surat Edaran Jaksa Agung Republik
Indonesia Nomor: SE-004/J.A/11/1993 Tentang Pembuatan Surat Dakwaan.
Ketidaktepatan tersebut terdapat pada penyusunan dakwaan kesatu dan dakwaan
kedua yang dibentuk dakwaan altenatif, yang berarti bahwa JPU masih ragu-ragu
menentukan jenis delik yang terbukti, padahal dakwaan kesatu dan dakwaan kedua
termasuk dalam jenis delik yang sama, hanya berbeda kualifikasi deliknya sehingga
seharusnya disusun dalam bentuk dakwaan subsidair. Sementara, mengingat bahwa
dakwaan ketiga menggunakan jenis delik berbeda, maka telah tepat dibentuk
dakwaan altenatif. Dengan demikian, JPU seharusnya menyusun dakwaan dalam
bentuk dakwaan kombinasi yang bersifat alternatif, yakni terdiri dari gabungan dari
bentuk subsidair dengan alternatif. Kedua, bahwa pertimbangan hakim dalam
Putusan Nomor 17/Pid.B/LH/2021/PNTjt yang menyatakan tidak terpenuhinya
unsur ‘’kelalaian’’ dalam membuktikan Pasal 98 ayat (1) Jo Pasal 116 ayat (1) huruf
a UU No. 32 tahun 2009 sebagai dakwaan alternatif kedua tidak sesuai dengan fakta
persidangan. Berdasarkan fakta persidangan, diketahui bahwa PT. Dewa Sari Sawit
Persada tidak mematuhi PP No. 4 Tahun 2001 dan Permentan Nomor
05/Permentan/Kb.410/1/2018 yang mewajibkan perusahaan perkebunan dengan
luasan tertentu untuk memiliki sistem, sarana, dan prasarana pengendalian
kebakaran Lahan Perkebunan. Selanjutnya, menghubungkan pada arti dari
kelalaian dalam hukum pidana bahwa pelaku melakukan atau tidak melakukan apa
yang seharusnya menurut hukum tertulis maupun tidak tertulis, maka terdakwa
yang terbukti tidak menaati peraturan perundang-undangan tersebut, seharusnya
dinyatakan terbukti telah lalai. Kelalaian ada karena perbuatan pelaku
mengakibatkan pemadaman kebakaran tidak dapat dilakukan secara optimal karena
ketidaktersediaan sarana dan prasarana untuk memadamkan api sehingga
kebakaran meluas menjadi 45,47 hektar dan mengakibatkan dilampauinya kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup. Oleh karena itu, menurut fakta persidangan
terdakwa korporasi seharusnya terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal 99
ayat (1) Jo Pasal 116 ayat (1) huruf a UU No. 32 tahun 2009 mengenai tindak pidana
mengakibatkan dilampauinya kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]