Perlindungan Hukum terhadap Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam Rumah Tangga (Studi Putusan Nomor: 126/Pid.Sus/2023/PN.Btl)
Abstract
Kekerasan seksual dalam rumah tangga terjadi akibat tidak adanya consent
(kesediaan) yang mana dalam hal ini konsen dari istri maupun suami. Saat suami atau
istri meminta hubungan biologis kemudian salah satu menolaknya karena suatu hal
sehingga memicu pemaksaan untuk menuruti keinginannya maka hal ini dapat
dikatakan kekerasan seksual dalam rumah tangga. Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan salah satu
upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan dan mencegah segala bentuk
kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan uraian tersebut peneliti akan
mengangkat dua isu hukum yakni: Pertama, Bagaimanakah bentuk perlindungan
hukum terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual dalam rumah tangga
berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kedua, Apakah putusan pemidanaan Nomor
126/Pid.Sus/2023/PN.Btl telah memberikan perlindungan hukum terhadap korban
tindak pidana kekerasan seksual dalam rumah tangga jika ditinjau dari UndangUndang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga.
Tujuan penelitian ini yang pertama ialah untuk menganalisis bentuk
perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual dalam rumah tangga
berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kedua, untuk menganalisis ada atau tidaknya
perlindungan hukum yang bersifat abstrak dan kongkrit terhadap korban tindak
pidana kekerasan seksual dalam rumah tangga pada putusan Pengadilan Nomor
126/Pid.Sus/2023PN.Btl.
Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis
normatif atau disebut legal research. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan
yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sumber bahan
hukum yang digunakan ialah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Analisis bahan hukum menggunakan analisis deduktif, yaitu melihat suatu isu atau permasalahan hukum yang terjadi secara umum serta melakukan studi kepustakaan
dengan cara meneliti bahan kajian pustaka.
Hasil penelitian berdasarkan uraian pembahasan dan rumusan masalah yang
telah dipaparkan yakni: Pertama, Perlindungan hukum terhadap korban kekerasan
seksual dalam rumah tangga dapat berbentuk abstrak dan konkrit. Jika dikaitkan
dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga bentuk perlindungan hukum yang bersifat abstrak yaitu
dengan menjatuhkan pidana seuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan bentuk perlindungan yang bersifat konkret berupa perlindungan
sementara dan perintah perlindungan. Perlindungan sementara yaitu perlindungan
yang langsung diberikan oleh kepolisian dan/atau lembaga sosial atau pihak lain
sebelum dikeluarkannya penetapan perintah perlindungan dari pengadilan sedangkan
perintah perlindungan merupakan penetapan yang dikeluarkan oleh pengadilan untuk
memberikan perlindungan kepada korban. Kedua, Putusan Pengadilan Nomor
126/Pid.Sus/2023/PN.Btl telah memberikan perlindungan hukum kepada korban
berupa perlindungan yang bersifat abstrak dan konkret. Perlindungan secara abstrak
berupa penjatuhan pidana penjara kepada terdakwa selama 1 (satu) tahun 8 (delapan)
bulan. Sedangkan perlindungan yang bersifat konkret yaitu adanya pemeriksaan
psikologis di Dinas Perlindungan Ibu dan Anak Bantul. Namun khususnya dalam
pemberian perlindungan secara konkret merupakan perlindungan sementara yang
diberikan kepada korban sebelum dikeluarkannya penetapan perintah perlindungan
dari pengadilan sehingga dalam putusan ini korban belum sepenuhnya mendapatkan
hak-haknya.
Saran yang dapat diberikan yaitu Kesatu, Hendaknya dalam memberikan
perlindungan terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual dalam rumah tangga
aparat penegak hukum seperti kepolisian, jaksa, hakim, advokat lebih
memperhatikan ketentuan-ketentuan di dalam UU PKDRT. Korban juga berhak
mendapatkan perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarka menetapkan di dalam penetapan terutama dalam perlindungan yang berbentuk
konkret yaitu dalam bentuk pendampingan psikologis karena dalam beberapa kasus
akibat dari tindak pidana kekerasan seksual terdakwa dijatuhkan pidana penjara
sehingga menimbulkan perceraian yang mengakibatkan korban tidak hanya
mengalami trauma psikis akibat kekerasan saja tetapi dapat mengalami trauma
setelah adanya perceraian. Oleh karena itu hakim perlu menguatkan bentuk
perlindungan hukum sementara dalam bentuk penetapan putusan
Collections
- UT-Faculty of Law [6218]