Kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II Uni Eropa Terhadap Perdagangan Crude Palm Oil Indonesia
Abstract
Sengketa perdagangan antara Uni Eropa dan Indonesia terkait dengan adanya
pembatasan ekspor terhadap salah satu komoditas Indonesia yakni Crude Palm
Oil, merupakan topik penelitian yang diambil oleh penulis di dalam pembuatan
skripsi ini. Sehingga penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisis topik ini
secara mendalam dengan menulis karya tulis ilmiah berbentuk skripsi dengan
judul “Kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II Uni Eropa Terhadap
Perdagangan Crude Palm Oil Indonesia”
Skripsi ini akan membahas dua permasalahan yaitu, bagaimana kebijakan
Renewable Energy Directive II Uni Eropa terhadap kegiatan ekspor pada
komoditas Crude Palm Oil Indonesia dan upaya apa yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia agar Crude Palm Oil Indonesia dapat masuk kembali ke
pasar Uni Eropa paska penerapan kebijakan Renewable Energy Directive
II.Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normative dengan
menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan
konseptual. Kajian Pustaka dalam skripsi ini mencakup hukum perdagangan
internasional, WTO, Crude Palm Oil, dan hukum Uni Eropa.
Hasil pembahasan yang Pertama, dalam skripsi ini menunjukkan bahwa
munculnya kebijakan Renewable Energy Directive II adalah sebagai bentuk
pemenuhan Uni Eropa sebagai negara anggota Protokol Kyoto dan Paris
Agreement yang dimana di dalam pembuatan kebijakan tersebut juga telah
melanggar prinsip Most Favored Nation (MFN) yang pada akhirnya berdampak
pada arus kegiatan ekspor pada komoditas Crude Palm Oil Indonesia. Kedua,
Indonesia dapat melakukan beberapa upaya untuk menghadapai hambatan ekspor
Crude Palm Oil di pasar Uni Eropa, seperti mengembangkan tanaman kelapa
sawit agar lebih berkelanjutan melalui ISPO, melakukan kerjasama dengan negara
penghasil Crude Palm Oil dengan membentuk CPOC dan melakukan perbaikan
akses ke pasar utama ke beberapa negara tujuan ekspor Crude Palm Oil.
Kesimpulan yang dapat diberikan yaitu Pertama, kebijakan RED II dianggap
tidak sejalan dengan prinsip Most Favored Nation (MFN) dan melanggar bebrapa
perjanjian GATT, yakni pasal I, III, XX dan terkait dengan perjanjian Sanitary
and Phytosanitary karena dianggap telah mendiskriminasi Crude Palm Oil
Indonesia, hingga pada akhirnya berdampak pada tergangungnya kegiatan ekspor
dan terjadinya penurunan pangsa pasar pada komoditas Crude Palm Oil Indonesia
di pasar Uni Eropa. Kedua, untuk mengatasi masalah tersebut maka Indonesia
membentuk dan meperkenalkan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO),
membentuk Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) bersama Malaysia dan
beberapa negara penghasil sawit untuk melindungi komoditas Crude Palm Oil dari
kebijakan proteksionisme Uni Eropa dan terkahir melakukan perbaikan akses pasar utama
ke beberapa negara tujuan ekpor Crude Palm Oil.
Saran yang dapat diberikan yaitu Pertama, Indonesia perlu melakukan
diplomasi kerja sama dengan Uni Eropa untuk menemukan solusi yang saling
menguntungkan bagi kedua belah pihak, seperti meningkatkan kerja sama dalam
hal teknologi dan praktik produksi yang berkelanjutan. Kedua, peraturan dan
kebijakan perlu diperbarui untuk meningkatkan kualitas dan produksi Crude Palm
Oil, yang dalam hal ini dapat dilakukan dengan memberikan insentif bagi
produsen Crude Palm Oil untuk mengadopsi praktifk produksi yang berkelanjutan
agar dapat meningkatkan kualitas produk. Ketiga, masyarakat Indonesia perlu
juga terlibat dalam upaya meningkatkan produksi Crude Palm Oil yang
berkelanjutan dan berkontribusi pada peningkatan kualitas dan daya saing produk.
Hal ini dapat dilakukan dengan mendukung program-program yang mendorong
praktik produksi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesadaran tentang
pentingnya berkelanjutan didalam mengolah Crude Palm Oil.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]