Analisis Akibat Hukum terhadap Akta Jual Beli Tanah yang Dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 347/PDT.G/2017/PN.JKT.TIM)
Abstract
PPAT merupakan pejabat umum yang diberikan atau memiliki
kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum
tertentu dalam hal hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Akta
jual beli tanah adalah salah satu bentuk terhadap kepastian hukum antara pihakpihak yang melakukan jual beli atas tanah serta merupakan dasar hukum dari
peralihan hak atas tanah. Pembuatan akta jual beli tanah dilakukan dihadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang memiliki sifat yang terang serta tunai
dalam hal harga yang sudah dibayar secara lunas. Pada penelitian terhadap
Putusan Pengadilan Negeri terdapat PPAT yang membuat Akta Jual Beli terhadap
objek tanah milik Penggugat, dimana Penggugat sama sekali tidak pernah menjual
tanah tersebut. Oleh karena itu, penulis ingin mengangkat permasalahan tersebut
kedalam sebuah skripsi yang berjudul “Analisis Akibat Hukum Terhadap Akta
Jual Beli Tanah Yang Dibuat Oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) (Studi
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor
347/PDT.G/2017/PN.JKT.TIM).
Permasalahan dalam skripsi ini yaitu terdapat PPAT selaku Tergugat I
yang membuat Akta Jual Beli terhadap Tergugat II, III atas objek tanah milik
Penggugat, PPAT tersebut membuat akta jual beli tanpa sepengetahuan dan
persetujuan dari pemilik tanah dan hal tersebut sangat merugikan bagi sang
pemilik objek tanah selaku Penggugat. Pada akta jual beli tersebut tercantum
Penggugat selaku penjual dan pembelinya Tergugat II dan tergugat III. Tetapi
Penggugat sama sekali tidak merasa pernah menjual/mengalihkan dan memindah
tangankan tanahnya tersebut kepada Tergugat II dan Tergugaat III dan Penggugat
pun sama sekali tidak mengenal dan tidak pernah menjalin hubungan hukum
apapun terutama dalam hal jual beli kepada Tergugat I. Pertimbangan Hukum
Hakim dalam putusan tersebut menggunakan Undang-Undang Notaris seharusnya
hakim dalam mempertimbangkan hukumnya menggunakan Undang-Undang yang
sesuai dengan profesi atau menggunakan Undang-Undang PPAT. PPAT tersebut
juga harus mempertanggungjawabkan setiap hal yang sudah dilakukannya dengan
dikenakan sanksi. Metode penelitian dalam skrispsi ini menggunakan metode tipe
penelitian hukum doktrinal karena permasalahan didalamnya menerapkan kaidahkaidah hukum positif dalam pembahasan dan penguraiannya. Pendekatan
penelitian Perundang-Undangan, pendekatan penelitian kasus. Bahan hukum yang
digunakan meliputi bahan hukum primer, sekunder dan non hukum serta analisis
bahan hukum sebagai langkah terakhir. Hasil penelitian skripsi ini menunjukan bahwa Pertimbangan Hukum
Hakim dalam putusan Nomor 347/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Tim bahwa hakim
seharusnya memutuskan sesuai dengan Undang-Undang Jabatan PPAT, dimana
PPAT dalam menjalankan tugas dan profesinya dengan penuh tanggung jawab,
mandiri, jujur dan tidak berpihak. Dan juga agar sesuai dengan jabatan PPAT,
menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
Jabatan Pejabat Pembua Akta Tanah jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana bahwa telah
menerapkan prinsip kehati-hatian. Tanggungjawab PPAT tersebut dalam
pembuatan AJB yang merupakan perbuatan melawan hukum, oleh karena itu
dapat dikenakan sanksi-sanksi dan tanggungjawab secara administatif PPAT
selaku Tergugat I tidak menjalankan tugas dan kewjaibannya dan juga telah
melakukan pelanggaran mengenai Kode Etik IPPAT yang berhubungan dengan
kewajiban dan tugas pokok PPAT dan juga terhadap sumpah jabatan PPAT,
secara perdata bahwa PPAT tersebut telah terbukti melakukan perbuatan melawan
hukum dan juga telah melanggar ketentuan pada Pasal 1365 KHU Perdata, secara
pidana terdapat adanya figur palsu dalam pembuatan AJB tersebut, hal ini masuk
kedalam perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana. Jika telah terbukti
bahwa PPAT selaku Tergugat I tersebut lalai dan juga tidak teliti pada saat
pengecekan identitas penghadap oleh karena itu PPAT tersebut akan dijerat sesuai
dengan Pasal 55 ayat (1) jo Pasal 263 ayat (2) KUHP.
Saran yang diberikan oleh penulis, pertama, Seyogyanya, para penegak
hukum pada saat memberikan pertimbangan-pertimbangan hukum sebaiknya
harus lebih memperhatikan dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana yang
mengatur mengenai suatu profesi agar dapat tercapainya sebuah keadikan dan
kepastian hukum; PPAT agar lebih mampu memahami dan juga harus
menerapkan bentuk kehati-hatian pada saat melaksanakan dan menjalankan tugas
dan jabatannya khususnya pada saat pembuatan Akta Jual Beli. Dan juga PPAT
dalam menjalankan tugas dan jabatannya harus bertanggung jawab dan juga
tunduk terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]