Prinsip Kepastian Hukum Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Perkawinan Terhalang
Abstract
Perkawinan merupakan hak mendasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Dalam
hal ini negara memberi perlindungan terhadapnya sebagai wujud dari perlindungan
hukum. Secara harfiah, hukum perkawinan di Indonesia menganut asas monogami, yang
mana seorang suami hanya dapat beristri seorang. Namun terdapat kondisi-kondisi
tertentu di mana seorang suami dapat beristri lebih dari satu. Hal inilah yang kemudian
menimbulkan polemik dan sarat akan terjadinya tindak pidana terhadap asal-usul
perkawinan terkait perkawinan terhalang. Dalam pengaturannya, perkawinan terhalang
merupakan perkawinan yang dilaksanakan di mana masih terdapat perkawinan
sebelumnya yang belum usai dan menjadi penghalang untukmya. Dalam penerapan
hukum materiil, terdapat beberapa amar putusan yang berbeda-beda terhadap sebuah
kondisi yang sejenis. Hal ini kemudian menimbulkan sebuah ketidakpastian hukum
dalam penerapan hukum materiil pada praktiknya. Dengan menggunakan penelitian
hukum yuridis normatif, penelitian ini menemukan masalah-masalah terkait kepastian
hukum dalam pertanggungjawaban pidana terkait delik perkawinan terhalang, Masalah
tersebut adalah kesesuaian penerapan pasal perkawinan terhalang yang diatur pada Pasal
279 KUHP dengan prinsip kepastian hukum dan pertanggungjawaban pidana terhadap
pelaku perkawinan terhalang. Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa masih terdapat
perbedaan penafsiran hakim yang pada nyatanya masih dianggap kurang sesuai dengan
prinsip-prinsip kepastian hukum lantaran terdapat penjatuhan pidana yang berbedabeda.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]