Pencantuman Identitas Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam Putusan Pengadilan Melalui Media Elektronik
Abstract
Keterbukaan Informasi dalam pengadilan merupakan salah satu cara untuk
dilakukannya checks & balances dan penerapan prinsip good governance supaya
masyarakat juga turut andil dalam mengawasi perkembangan jalannya proses
persidangan di Indonesia. Salah satu Langkah untuk dimulainya era Keterbukaan
Informasi terhadap para penegak keadilan adalah Mahkamah Agung mengeluarkan
Surat Keputusan Ketua MA No. 144 Tahun 2007 tentang Keterbukaan Informasi di
Pengadilan yang berujung pada dibentuknya laman website Direktori Putusan yang
mempermudah para pencari keadilan untuk mengakses informasi putusan
pengadilan.
Surat Keputusan Ketua MA No. 144 Tahun 2007 tentang Keterbukaan
Informasi di Pengadilan mengatur mengenai informasi yang harius diumumkan
pengadilan, tata cara pengumuman informasi, jenis-jenis informasi yang dapat
diakses public dan sebagainya. Dalam Pasal 10 Surat Surat Keputusan Ketua MA
No. 144 Tahun 2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan mengatur
mengenai keharusan untuk mengaburkan identitas anak dalam Salinan putusan
yang akan dimasukkan ke dalam situs Direktori Putusan. Hal ini sejalan dengan
ketentuan pasal 19 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak yaitu mengenai larangan pencantuman identitas anak yang sedang
berhadapan dengan hukum sebagai usaha untuk memberikan perlindungan terhadap
masa depan anak. Bahkan dalam pasal 12 Surat Keputusan Ketua MA No. 144
Tahun 2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan mengatakan apabila
pengaburan tersebut tidak bisa mencegah diketahuinya identitas anak tersebut,
maka Salinan putusan tersebut tidak di publikasikan.
Namun demikian, dalam pelaksanaannya terdapat keganjalan dimana masih
terdapat perbedaan dalam sistem penulisan identitas anak dalam Putusan Nomor
10/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Amb dan Putusan Nomor 6/Pid.Sus-Anak/2018/Pn
Mbn dengan Putusan Nomor 01/Pid.Sus-Anak//2017/PN Snt dan Putusan Nomor
03/ Pid.Sus-Anak/2015/PN Bms. Dimana dalam Putusan Nomor 10/Pid.Sus Anak/2019/PN.Amb dan Putusan Nomor 6/Pid.Sus-Anak/2018/Pn Mbn
menyertakan identitas anak secara lengkap, sedangkan dalam Putusan Nomor
01/Pid.Sus-Anak//2017/PN Snt dan Putusan Nomor 03/ Pid.Sus-Anak/2015/PN
Bms identitas anak tidak disertakan.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis menemukan dua isu hukum
untuk dianalisis dalam penelitian ini yakni: Pertama, Apakah pencantuman identitas
anak dalam putusan pengadilan melalui media elektronik melanggar prinsip
perlindungan anak. Kedua, Apakah pihak yang bertanggung jawab dalam
mengelola website Direktori Putusan dapat dijatuhi pidana berdasarkan Undang Undang SPPA.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode yuridis normatif
dan pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian ini ialah menawarkan gagasan
berupa diperlukannya suatu ketentutan yang secara tegas mengatur mengenai
system tata cara penulisan identitas anak yang berhadapan dengan hukum dalam
putusan yang akan dipublikasikan serta perlunya pengawasan dan pembinaan terhadap pejabat struktural, pejabat fungsional dan aparatur yang berada di bawah
wewenang Panitera Mahkamah Agung selaku penanggungjawab laman website
Direktori Putusan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]