Wanprestasi dalam Perjanjian Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang Dilakukan oleh Pihak Perusahaan Pembiayaan (studi kasus terhadap putusan mahkamah agung republik indonesia nomor: 2858 K/Pdt/2017)
Abstract
Wanprestasi dilakukan oleh perusahaan pembiayaan konsumen yang
bernama PT Toyota Astra Financial Services sebagai pihak kreditur melakukan
tindakan yang menyalahi perjanjian pembiayaan dengan debiturnya yang bernama
H.M Harris bahwa keduanya telah sepakat untuk membuat Perjanjian Pembiayaan
dimana PT Toyota Astra Financial Services sebagai kreditur memberikan fasilitas
pembiayaan yang berbentuk penyediaan dana pembelian kendaraan bermotor
terhadap H.M Harris sebagai debiturnya. Bahwa didalam perjanjian pembiayaan
ini debitur mendapatkan fasilitas pembiayaan dari kreditur berupa pembelian
kendaraan bermotor sebanyak 3 (tiga) unit dimana 2 (dua) unit kendaraan
bermotor ditandai dengan nomor perjanjian: 001953-11 dan 004354-11 yang jarak
pelunasannya terpaut 11 (sebelas) hari dalam kurun waktu selama 4 (empat) tahun
dan debitur telah berhasil melunasi 2 (dua) unit kendaraan tersebut tepat waktu,
yang mana apabila telah dilunasi maka debitur tidak lagi ada kewajiban terhadap 2
(dua) unit kendaraan kepada kreditur namun pihak kreditur justru menahan BPKB
(Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) 2 (dua) unit kendaraan tersebut dan mencari
alasan untuk tidak menyerahkan BPKB dengan berdalih harus melunasi 1 (satu)
unit kendaraan yang tidak termasuk dalam klaim yang mana perjanjian atas 2
(dua) unit kendaraan digunakan sebagai commercial dengan disewakan atau
direntalkan yang telah dilunasi dan pihak kreditur tetap menahan BPKB dan
malah melemparkan tanggung jawab ke perusahaan pusat. Berdasarkan uraian
kasus tersebut maka rumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam penulisan
skripsi ini adalah: Apa dasar gugatan wanprestasi terhadap pihak perusahaan
pembiayaan. Apakah pertimbangan hukum Hakim dalam putusan kasasi Nomor:
2858 K/Pdt/2017 telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Tujuan
penulisan skripsi ini secara umum adalah untuk memenuhi dan melengkapi tugas
sebagai persyaratan pokok yang bersifat akademis guna mencapai gelar Sarjana
Hukum sesuai dengan ketentuan kurikulum Fakultas Hukum Universitas Jember,
untuk menerapkan ilmu dan pengetahuan hukum yang telah diperoleh dari
perkuliahan yang bersifat teoritis dengan praktik yang terjadi di masyarakat,
berkontribusi dalam hal pemikiran dan wawasan bidang hukum yang berguna bagi
almamater, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember, dan masyarakat
umum. Adapun tujuan khususnya untuk mengetahui dan memahami dasar debitur
mengajukan gugatan wanprestasi terhadap pihak perusahaan pembiayaan serta
mengetahui dan memahami pertimbangan hukum Hakim dalam putusan kasasi
Nomor: 2858 K/Pdt/2017 apakah telah sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku. Metode Penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe
penulisan yuridis normatif atau sering disebut (legal research) dimana pada setiap
masalah yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini terfokus pada
kaidah-kaidah dan norma-norma hukum positif. Pendekatan masalah yang
digunakan, penulis menggunakan Pendekatan Undang-Undang (statute approach)
dan Pendekatan Konseptual (conseptual approach).
Tinjauan pustaka yang menjelaskan uraian sistematik tentang asas, teori,
konsep dan pengertian-pengertian yuridis yang relevan dengan pokok
permasalahan, yaitu antara lain pengertian perjanjian, syarat sah perjanjian dan
hapusnya perjanjian, pengertian lembaga pembiayaan dan jenis-jenis lembaga
pembiayaan, pengertian pembiayan konsumen dan perjanjian pembiayaan
konsumen, pengertian wanprestasi dan unsur-unsur wanprestasi, pengertian
putusan hakim.
Berdasarkan pembahasan mengenai dasar gugatan wanprestasi terhadap
pihak perusahaan pembiayaan mengacu pada perjanjian pembiayaan yang di
lakukan oleh H.M Harris sebagai pihak debitur dengan PT Toyota Astra Financial
Services sebagai pihak kreditur yang mana alasan diajukannya gugatan adalah
karena dalam kurun waktu 4 (empat) tahun debitur telah berhasil melunasi 2 (dua)
unit kendaraan tersebut tepat waktu, yang mana apabila telah dilunasi maka
seharusnya tidak ada lagi kewajiban atas kendaraan tersebut, akan tetapi pihak
kreditur justru menahan BPKB atas 2 (dua) unit kendaraan tersebut. Maka dalam
hal ini kreditur telah terbukti melakukan perbuatan wanprestasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1238 KUH Perdata. Rumusan masalah kedua mengenai
pertimbangan hukum Hakim dalam putusan kasasi Nomor: 2858 K/Pdt/2017
terkait perbuatan wanprestasi yang dilakukan oleh PT Toyota Astra Financial
Services ini telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Karena dalam
memutus perkara telah sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam hukum acara
perdata dan asas-asas hukum acara perdata. Selain itu dalam persidangan baik
mulai dari pengadilan tingkat pertama, pengadilan tingkat banding sampai dengan
tingkat kasasi, hakim dalam memutus perkara ini selain telah menerapkan asasasas dalam hukum acara perdata, hakim juga tunduk terhadap ketentuan yang
terdapat di dalam Buku III KUH Perdata, hukum kebiasaan, yurisprudensi
ataupun doktrin hukum.
Kesimpulan hasil pembahasan pada Putusan Nomor: 2858 K/Pdt/2017
bahwa jawaban atas rumusan masalah yang dianalisa khususnya untuk rumusan
masalah pertama mengacu pada Putusan Nomor: 2858 K/Pdt/2017 terkait hal
yang menjadikan dasar debitur mengajukan gugatan wanprestasi terhadap pihak
perusahaan pembiayaan. Mengenai pertimbangan hukum Hakim dalam putusan
kasasi Nomor: 2858 K/Pdt/2017 selain telah sesuai dengan asas-asas hukum acara
perdata yang digunakan hakim dalam memutus perkara tersebut, hakim juga
tunduk terhadap ketentuan yang ada di dalam hukum acara perdata baik mulai dari
pengadilan tingkat pertama, pengadilan tingkat banding sampai dengan tingkat
kasasi.
Saran dari hasil pembahasan yaitu PT Toyota Astra Financial Services
sebagai perusahaan pembiayaan sudah kewajibannya memberikan pelayanan yang
baik sesuai dengan peran perusahaan pembiayaan dan tidak sepantasnya
melakukan perbuatan melawan hukum wanprestasi. Untuk menyelesaikan atau
mengakhiri suatu perkara di dalam persidangan, hakim sebaiknya terlebih dahulu
mementingkan fakta dan peristiwa perkara itu sendiri serta mengetahui lebih
dalam lagi mengenai duduk perkara yang sebenarnya-benarnya dan melakukan
banyak pertimbangan dalam proses pembuktian sehingga hakim dapat mengetahui
apa sebenarnya yang menjadi peristiwa dalam sengketa tersebut. Lalu sebelum
melakukan perjanjian pembiayaan, sebaiknya melihat dan meneliti terlebih dahulu
isi dalam perjanjian tersebut apakah telah sesuai dengan apa yang di inginkan dan
apakah terdapat perlindungan hukum yang mengaturnya.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]