Pertanggungjawaban Pelaku Pidana Order Fiktif Transportasi Online melalui Aplikasi Grab (Putusan Nomor 143/Pid.B/2018/Pn.Lmg)
Abstract
Kejahatan yang terjadi dewasa ini semakin kompleks. Para pelakunya bukan lagi
setiap individu manusia biasa atau elite melainkan sudah merupakan suatu jaringan kerja
(network crime). Banyak kejahatan yang tidak dilaporkan ke aparat penegak hukum.
Sehingga kejahatan dalam bentuk teknologi informasi berkembang pesat sejalan dengan
perkembangan teknologi. Penyalahgunaan teknologi informasi akan menjadi kewajiban
hukum untuk “meluruskanya” demi tercipta tertib masyarakat beradab dan untuk berusaha
mencegah kelakuan anti sosial, yakni kelakuan yang bertentangan dengan asas asas
ketertiban sosial dan hukum. Salah kasus pengemudi transportasi online yang
menggunakan media informasi elektronik adalah adanya manipulasi berupa order fiktif
dalam transportasi online sehingga menimbulkan permasalahan hukum baru dengan
berlakunya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah dirubah dengan
Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pada
dasarnya untuk memperoleh putusan yang adil, harus ada pertimbangan hukum hakim.
Pertimbangan hakim disini adalah berupa pertimbangan hukum yang menjadi dasar bagi
hakim untuk menjatuhkan suatu putusan. Setelah adanya pertimbangan hakim tersebut
dapat diperoleh putusan sehingga melahirkan pertanggungjawaban pidana. Tindakan
pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan di ancamnya perbuatan dengan suatu pidana.
Namun orang yang melakukan tindak pidana belum tentu dijatuhi pidana yang
diancamkan, hal ini tergantung pada “apakah dalam melakukan perbuatan ini orang
tersebut mempunyai kesalahan, yang merujuk kepada asas dalam pertanggungjawaban
dalam hukum pidana, tidak dipidana jika tidak ada kesalahan. Terkait hal tersebut dalam
hal ini penulis melakukan kajian terhadap Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor
143/Pid.B/2018/PN.LMG.
Permasalahan dalam skripsi ini yaitu ; (1) Apakah pelaku order fiktif transportasi
online Grab dapat dipertanggung-jawabkan secara pidana atas perbuatannya ? dan (2)
Apakah ratio decidendi dalam menjatuhkan pemidanaan telah sesuai dengan Pasal 51 jo
Pasal 35 Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) KUHP ? Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini
menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang (statute
approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang
dipergunakan adalah bahan hukum sekunder dan primer. Analisis bahan hukum yang
dipergunakan adalah analisis deduktif, yaitu cara melihat suatu permasalahan secara umum
sampai dengan hal-hal yang bersifat khusus untuk mencapai preskripsi atau maksud yang
sebenarnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh beberapa hasil pembahasan : Pertama,
Pertanggungjawaban pidana pelaku order fiktif transportasi online Grab Putusan
Pengadilan Negeri Lamongan Nomor 143/Pid.B/2018/PN.LMG sudah tepat walaupun
antara terdakwa sebagai mitra Grab dengan perusahaan transportasi Online Grab terikat
perjanjian. Dalam hal ini terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut
secara pidana karena telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan online. Unsurunsur pidana dalam hal ini setiap orang, dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik
telah terpenuhi. Kedua, Berdasarkan ratio decidendi hakim dalam menjatuhkan
pemidanaan dalam Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor 143/Pid.B/2018/PN.
LMG. sudah sesuai dengan Pasal 51 jo Pasal 35 Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) KUHP, sebagai bentuk
penipuan online melalui order fiktif, dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan manipulasi, dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik” telah terpenuhi, untuk mencari
keuntungan seolah-olah ada penumpang melalui sistem internet Grab.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan saran bahwa : Hakim dalam
menjatuhkan putusan harus cermat dan teliti khususnya menyangkut penjatuhan vonis
terhadap tindak pidana penipuan. Hakim adalah pelaksana undang-undang sehingga
putusannya harus berdasarkan pada hukum yang normatif yaitu hukum positif, sehingga
penerapan ancaman pidana dalam putusan hakim adalah sesuai atas legalitas. Hakim
dalam menjatuhkan putusannya selain berdasarkan hukum yang normatif juga berdasarkan
rasa keadilan yaitu nilai-nilai yang hidup di masyarakat dan juga pada hati nurani
(keadilan objektif dan subjektif). Seharusnya hakim lebih memperhatikan ketentuan
Pasal 183 KUHAP sehingga hakim dalam memutus suatu perkara yang seperti contoh
kasus dalam pembahasan yaitu fakta yang terungkap dalam persidangan tidak sesuai
dengan tindak pidana yang dilakukan terdakwa dapat mengambil suatu putusan yang
objektif dan berdasar pada ketentuan KUHAP, demikian halnya dengan tindak pidana
order fiktif transportasi online
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]