Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Patah Tulang dalam Penggunaan Jasa Kesehatan non Medis Sangkal Putung
Abstract
Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
kehidupan selain kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Pada umumnya
masyarakat saat ini menempuh pengobatan secara medis atau disebut juga
pengobatan konvensional ke puskesmas ataupun rumah sakit. Disamping itu,
sampai saat ini masyarakat masih meyakini jika kesembuhan bisa didapat melalui
pengobatan non medis salah satunya yaitu sangkal putung. Pada kasus patah
tulang sebenarnya tidak boleh ditangani secara gamblang oleh sangkal putung.
Karena dalam kasus tersebut tulang yang luka tidak boleh di pijat sehingga pada
orang-orang tertentu hal tersebut dapat menyebabkan infeksi pada tulang yang
patah. Garansi atau jaminan akan kesembuhan pasien masih jarang ditemukan
dalam praktek jasa kesehatan non medis sangkal putung. Terdapat beberapa kasus
penipuan, penanganan yang tidak tepat, bahkan tindakan pencabulan dalam
praktik pengobatan non medis ini. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut
penulis tertarik untuk membahas dalam bentuk karya tulis skripsi dengan judul :
“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PATAH
TULANG DALAM PENGGUNAAN JASA KESEHATAN NON MEDIS
SANGKAL PUTUNG”
Skripsi ini menggunakan metode dengan tipe penelitian secara yuridis
normatif. Disini penulis melakukan pengkajian berbagai macam konsep hukum,
teori hukum, asas hukum maupun aturan hukum yang bersifat formal layaknya
peraturan perundang-undangan. Serta bahan hukum lain bercirikan kepustakaan
diantaranya literature dan jurnal. Untuk pendekatan masalah yang digunakan
dalam menulis skripsi ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute
approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Skripsi ini terdapat 3 (tiga) rumusan masalah yang akan dibahas, yaitu : 1)
Apa dasar pengaturan pelayanan jasa kesehatan non medis sangkal putung; 2)
Bagaimana tanggung jawab hukum pelayanan jasa kesehatan non medis sangkal
putung terhadap konsumen patah tulang yang dirugikan; 3) Apa upaya
penyelesaian yang dapat ditempuh pihak konsumen patah tulang yang dirugikan
oleh pelayanan jasa kesehatan non medis sangkal putung;
Adapun tujuan yang ada dalam penulisan skripsi ini yaitu selain meraih
gelar sarjana hukum, menambah pengalaman dan menambah ilmu juga terdapat
tujuan khusus antara lain : 1) Untuk mengetahui dan memahami dasar pengaturan
pelayanan jasa kesehatan non medis sangkal putung; 2) Untuk mengetahui dan
memahami tanggung jawab hukum pelayanan jasa kesehatan non medis sangkal
putung terhadap konsumen patah tulang yang dirugikan; 3) Untuk mengetahui dan
memahami upaya penyelesaian yang dapat ditempuh pihak konsumen patah
tulang yang dirugikan oleh pelayanan jasa kesehatan non medis sangkal putung.
Berdasarkan hasil penelitian dari rumusan masalah tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa jasa kesehatan non medis adalah sebutan lain bagi pelayanan
kesehatan tradisional. Sangkal putung dalam perannya di bidang kesehatan
bukanlah seorang tenaga kesehatan melainkan ia disebut sebagai penyehat
tradisional. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menjelaskan mengenai jasa kesehatan non medis yang diatur lebih lanjut didalam
Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional. Peraturan Pemerintah tersebut membagi 3 (jenis) jasa kesehatan non
medis menurut fungsinya antara lain secara empiris, komplementer, dan integrasi.
Dikarenakan sangkal putung masuk dalam kategori pengobatan secara empiris,
maka adapun regulasi yang mengatur secara khusus mengenai hal tersebut yaitu
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 61 Tahun 2016 tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional Empiris. Pengobatan jasa kesehatan non medis melalui sangkal
putung merupakan pengobatan yang sampai saat ini masih tidak memiliki
jaminan yang pasti akan kualitas dan mutu layanannya. Apalagi terkait kasus
patah tulang yang dalam ilmu medis tidak boleh ditangani secara gamblang oleh
sangkal putung. Hal ini pun tidak menjadi aneh apabila terdapat pengguna jasa
kesehatan ini yang mengalami kerugian. Sebagai konsekuensinya, tentu sangkal
putung harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Dalam
pertanggungjawaban secara perdata, sangkal putung bisa dimintai ganti kerugian
berdasarkan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. Dikarenakan perbuatan
sangkal putung telah memenuhi segala unsur dari perbuatan melawan hukum,
maka dalam hal ini sangkal putung bisa dimintai ganti kerugian berdasarkan
perbuatan melawan hukum sesuai dengan KUHPerdata dan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen. Konsumen patah tulang yang dirugikan bisa melakukan
negosiasi terkait sengketanya dengan sangkal putung, atau bisa juga dibantu oleh
instansi yang berwenang seperti BPSK secara non litigasi. Penyelesaian sengketa
pun juga bisa diselesaikan langsung melalui jalur litigasi. Adanya putusan dari
BPSK maupun putusan pengadilan negeri wajib dilaksanakan oleh para pihak,
khususnya sangkal putung selaku pihak yang terbukti melanggar pasal-pasal
dalam peraturan perundang-undangan.
Adapun saran terkait skripsi ini yaitu masyarakat sebagai konsumen
seharusnya mencari berbagai macam informasi terkait kualitas yang diberikan
oleh sangkal putung dan seharusnya konsumen menyayangkan kesehatan mereka
dan jangan mudah tergiur oleh testimoni-testimoni orang lain. Sangkal putung
sebagai pelaku usaha dalam praktik pengobatan yang dilakukan harus didasarkan
pada prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi kelalalian yang dapat membahayakan
kesehatan konsumennya serta lebih bijak dalam menangani masalah kesehatan
konsumennya. Pemerintah yang memiliki peran sangat penting dalam upaya
penegakan perlindungan konsumen seharusnya melakukan pengawasan sekaligus
pembinaan secara teratur dan berkelanjutan pada jasa kesehatan non medis
sangkal putung. Dalam hal ini pemerintah juga secara tegas wajib memberi aturan
terhadap sangkal putung agar ia bisa bertanggungjawab akan pelaksanaan
kewajibannya sebagai pelaku usaha.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]