Kepentingan India dalam Konflik Perbatasan Tiongkok-Bhutan di Doklam
Abstract
Kebijakan anti-narkotika pada masa pemerintahan Rodrigo Duterte
dimaksudkan untuk memberantas narkotika di Filipina. Filipina disebut oleh PBB
sebagai negara pengguna narkotika terbanyak di Asia timur, terutama dalam hal
pemakaian obat methamphetamine alias sabu. Dalam perkembangannya, Filipina
dihadapkan pada kewajiban yang harus dipenuhi sebagai negara anggota ICC.
Filipina sesuai aturan Statuta Roma diwajibkan untuk berkerjasama dalam
penyelidikan ICC. Penyelidikan tersebut dimaksudkan untuk dapat mengangkat
kejahatan terhadap kemanusiaan selama implementasi kebijakan anti-narkotika ke
pengadilan ICC. Di lain pihak, Filipina di bawah pemerintahan Rodrigo Duterte
terkait investigasi ICC memerintahkan para aparat keamanan setempat untuk tidak
berkerjasama dengan segala bentuk investigasi yang dilakukan oleh ICC di
Filipina. Sampai pada 14 Maret 2018, Filipina secara resmi menyatakan keinginan
untuk menarik diri dari keanggotaan ICC. Berdasarkan fenomena di tersebut,
penulis akan melakukan penelitian untuk mengetahui alasan yang mendasari
keputusan Rodrigo Duterte menarik Filipina keluar dari keanggotaaan ICC.
Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptis dengan menggunakan data
sekunder. Proses pengumpulan data dilakukan dengan teknik penelitian
kepustakaan (library research). Data yang digunakan dalam penelitian ini
keuntungan dan kerugian dalam sebuah keputusan sesuai teori model aktor
rasional dari Graham T. Allison yang menjadikannya sebagai alasan Rodrigo
Duterte menarik Filipina keluar dari keanggotaan ICC. Data kemudian dianalisis
dan disusun untuk menjawab pertanyaan dari rumusan masalah dalam penelitian
ini. Hasil dari penelitian menunjukan Rodrigo Duterte Rodrigo Duterte
sebagai presiden dan pemimpin kebijakan anti-narkotika di Filipina memutuskan
untuk menarik Filipina keluar dari keanggotaan ICC. Keluarnya Filipina dari kenggotaan ICC menandakan bahwa negara tersebut tidak lagi berada dalam
yurisdiksi dan regulasi ICC sesuai aturan Statuta Roma. Rodrigo Duterte
mengambil langkah tersebut sebagai upaya melanjutkan implementasi kebijakan
anti-narkotika untuk mencapai kepentingan nasional Filipina dalam hal
pemberantasan peredaran narkotika tanpa intervensi dari ICC.