Show simple item record

dc.contributor.advisorSUPRAPTO, Nanang
dc.contributor.advisorANDINI, Pratiwi Puspitho
dc.contributor.authorAGUSTIN, Arie Mardika Nurma
dc.date.accessioned2019-09-18T06:32:12Z
dc.date.available2019-09-18T06:32:12Z
dc.date.issued2019-09-18
dc.identifier.nim140710101042
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/92841
dc.description.abstractBerdasarakan uraian yang telah di jelaskan dalam pembahasan, maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut : Suatu perkawinan dapat dikatakan sah apabila telah terucap ijab qobul (menurut islam) namun ketika belum dicatatkan perkawinan tersebut belum sah secara negara, adapun dalam mencatatkan perkawinan juga harus memenuhi syaratsyarat yang telah ditetapkan. Adapun tidak dipenuhinya syarat kumulatif izin perkawinan poligami, karena tidak adanya persetujuan dari istri dan tidak adanya suatu jaminan bahwa si suami mampu bertindak adil baik lahiriah maupun batiniah, adapun perlunya menjamin tidak hanya pada istri/istri-istrinya melainkan juga menjamin keperluan-keperluan dari anaknya, dan suami juga harus mampu berlaku adil. Oleh karena itu pengadilan agama tidak sewenang-wenang memberikan izin untuk berpoligami, terlabih kepada seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang persyaratannya jauh lebih banyak lagi, termasuk adanya izin dari atasan. Dan apabila syarat-syarat tersebut tidak di penuhi atau kurang lengkap maka pengadilan agama tidak dapat mengabulkan izin perkawinan poligami tersebut. Di dalam lingkungan Peradaban Barat dan di dalam sebagian lingkungan Peradaban Bukan Barat, perkawinan adalah disahkan secara formal dengan undang-undang (yurisprudensi) dan kebanyakan juga secara religius; menurut tujuan suami istri dan undang-undang, dan dilakukan untuk selama hidupnya menurut pengertian dari lembaga perkawinan. Dasar-dasar dari perkawinan ini dibentuk oleh unsur-unsur alami dari kehidupan itu sendiri, kebutuhan dan fungsi biologik, menurunkan kebutuhan akan kasih sayang dan persaudaraan, memelihara anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut dan mendidikan anak-anak tersebut untuk menjadi anggota-anggota masyarakat yang sempurna. Bentuk tertentu dari perkawinan itu tidak diberikan oleh alam, namun berbagai bentuk perkawinan itu berfungsi sebagai lembaga (pranata). Seseorang yang telah melangsungkan perkawinan telah dianggap sebagai orang dewasa (cakap hukum), meskipun ia belum memenuhi kriteria dewasa menurut ketentuan hukum perdata (BW) yaitu berumur 21 tahun. Orang yang telah bercerai dan saat perceraiannya ia belum mencapai umur 21 tahun, maka ia tetap dipandang sebagai orang dewasa dan cakap hukum. Hakim PTA Bima dalam mempelajari fakta-fakta dalam persidangan sebelum dan atau dalam menetapkan kebijakan penegakan hukum dalam memberikan alternatif penyelesaian permasalahan kebutuhan dan kepastian hukum terhadap nikah sirri melalui Itsbat nikah, karena Nikah sirri telah menjadi pilihan bagi yang bermaksud beristeri lebih dari satu orang melalui cara pengesahan nikah (itsbat nikah), dibandingkan dengan prosedur poligami menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini karena Hakim PTA Bima berpendapat bahwa ada permasalahan terkait itsbat nikah yang diajukan adalah (1) Mengenai status baru bagi isteri maupun anak hasil nikah sirri ataupun isteri yang dinikahi secara resmi dan tercatat serta anak-anaknya sehingga Hakim perlu memperhatikan nasib anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan sirri atau tidak dicatatkan, satu-satunya jalan dengan menempuh itsbat nikah sebagai solusinya; (2) Itsbat nikah poligami dalam perkara a quo menurut pendapat Hakim tingkat banding belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal ini, (3) Majelis Hakim tingkat banding tidak bermaksud mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang mengatur perkawinan dengan isteri kedua tetapi apa yang diputuskan semata-mata sebagai suatu langkah darurat sebatas untuk melindungi status anak-anak yang dilahirkan dalam suatu perkawinan yang menurut hukum syar’i adalah sah.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectPerkawinanen_US
dc.subjectPegawai Negeri Sipilen_US
dc.subjectPoligamien_US
dc.subjectHukumen_US
dc.titleKedudukan Hukum Bagi Pegawai Negeri SIpil (PNS) yang Dijadikan Istri Kedua dalam Ikatan Perkawinan Poligami Perkawindanen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record