Tinjauan Hukum Persyaratan Partai Politik Sebagai Peserta Pemilihan Umum
Abstract
Pemilihan Umum adalah suatu wadah dan mekanisme untuk memfasilitasi
kompetisi politik secara damai dan tertib dalam rangka menghasilkan pemerintahan yang
memiliki legitimasi. Di Indonesia yang menjadi aturan dasar tentang Pemilu ialah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 22 E Tentang
Pemilihan Umum. Adanya ketentuan mengenai Pemilu dalam perubahan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dimaksudkan untuk memberikan
landasan hukum yang kuat bagi pemilu sebagai salah satu wahana pelaksanaan
kedaulatan rakyat, yang sesuai dengan bunyi Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Kemudian dalam penyelelenggaraan Pemilu 2019, diatur dalam undang-undang no
7 tahun 2017 tentang pemilu. Dalam aturan ini setidaknya ada 2 isu hukum yang merik
untuk dikaji, Ketentuan Pasal 173 ayat (1) dan Pasal 173 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum hanya mewajibkan verifikasi bagi parpol
pendatang baru yang ikut kontestasi Pemilu 2019. Sedangkan parpol peserta Pemilu
2014 (12 parpol) tidak diwajibkan ikut verifikasi karena telah lolos dalam verifikasi
sebelumnya. Jadi, 12 parpol peserta Pemilu 2014 tidak diverifikasi ulang untuk menjadi
peserta Pemilu 2019.
Untuk menjadi peserta dalam Pemilu setiap calon peserta pemilu yaitu partai politik
sebagaimana diatur dalam pasal 172 undang pemilu yang baru harus memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan oleh undang-undang. Jika kita membaca Pasal 173
angka (3) maka Partai Politik peserta pemilu di tahun 2014 tidak perlu diverifikasi ulang.
Hal inilah yang kemudian digugat ke MK oleh beberapa partai baru.
Selanjudnya pasal 222 undang-undang pemilu yang mengatur tentang ambang batas
pemilu System pemilu di indonesia menggunakan system multipartai yang mana akan
banyak partai politik yangh mengikuti pemilu, namun harus memenuhi persyaratan yang
ada sesuai dengan apa yang telah termaktub dalam undang undang pemilu. Berbicara
tekait penentuan ambang batas yang dinilai banyak pihak terlalu tinggi dan menjulang.
Pembuat undang undang membuat keputusan ketentuan yaitu sebesar 20 persen dari
jumlah penduduk atau 25 persen keterwakilan dikursi parlemen yang harus dikantongi
oleh partai politik atau gabungan partai poltik apabila ingin mencalonkan kader
terbaiknya untuk duduk sebagai calon presiden dan wakil presiden, serta harus memiliki 4 persen sauara sah nasional untuk mengantarkan kadernya untuk duduk dikursi
parlemen. Ketika tidak mencapai angka itu jangan berharap untuk mengikuti pemilu
eksekutif yang diselenggarakan, hal itu mustahil untuk diwujudkan Besar kaitanya
dengan penjelasan diatas bahwasanya negara ingin menyederhanakan sistem kepartaian
yang seperti jamur ini di indonesia. Banyaknya partai politik yang berbadan hukum tidak
dibarengi dengan peningkatan kualitas dari partai politik itu sendiri maupun budaya dan
kultur politik. Dengan konsep penyederhanaan partai politik ini dapat kita kaji labih jauh
lagi secara komperhensif kita telaah dari sejarah pemberlakuannya.
Didalam Pemilu yang baik sudah sepatutnya harus menjunjung tinggi kepatuhan
terhadap aturan hukum dan penegakan peraturan sengketa pemilu karena ditujukan untuk
kelancaran berjalannya pemilu di indonesia. ada beberapa pores dalam menyelesaikan
sengketa pemilu. Pertama, civil proses Ia merupakan mekanisme koreksi terhadap hasil
pemilu yang diajukan oleh peserta pemilu kepada lembaga peradilan yang berwenang.
Kedua, crime process. Yaitu proses penyelesaian permasalahan hukum pemilu yang
berlaku; baik pidana pemilu, administrasi pemilu maupun kode etik penyelenggaraan
pemilu
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]