Show simple item record

dc.contributor.authorNAILY ULYA FAIQAH
dc.date.accessioned2013-12-13T01:41:17Z
dc.date.available2013-12-13T01:41:17Z
dc.date.issued2013-12-13
dc.identifier.nimNIM080710101008
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/8771
dc.description.abstractAsas tentang perkawinan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 salah satunya mengatur tentang batas umur dalam melangsungkan perkawinan yaitu bagi pria 19 tahun dan bagi wanita adalah 16 tahun. Untuk melaksanakan perkawinan, berdasarkan Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua. Jadi bagi pria atau wanita yang telah mencapai umur 21 tahun tidak perlu ada izin dari orang tua untuk melangsungkan perkawinan. Yang perlu memakai izin orang tua untuk melakukan perkawinan ialah pria yang telah mencapai umur 19 tahun dan bagi wanita yang telah mencapai umur 16 tahun (Pasal 7 Undang-Undang No. 1 tahun 1974). Di bawah umur tersebut berarti belum boleh melakukan perkawinan sekalipun diizinkan orang tua. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah : Apakah anak dibawah umur dapat bertindak sebagai pemohon dalam perkara dispensasi kawin serta penetapan wali nikah di pengadilan. Permasalahan kedua yaitu apakah anak dibawah umur dapat menikah tanpa izin dari orang tuanya dan bagaimana pelaksanaannya. Dan permasalahan yang ketiga yaitu pertimbangan hukum dalam mengabulkan permohonan pemohon dalam Penetapan Pengadilan Agama Jember No. 0002/Pdt.P/2002/PA.Jr. Tujuan penulis dalam pengerjaan skripsi ini yaitu mengkaji dan memahami apakah anak dibawah umur dapat bertindak sebagai pemohon dalam perkara dispensasi kawin serta penetapan wali nikah di pengadilan dan untuk mengkaji dan memahami apakah anak dibawah umur dapat menikah tanpa izin dari orang tuanya dan bagaimana pelaksanaannya serta untuk mengkaji dan memahami bagaimana pertimbangan hukum hakim untuk mengabulkan permohonan pemohon dalam Penetapan Pengadilan Agama Jember No. 0002/Pdt.P/2002/PA.Jr Penulisan skripsi ini, menggunakan tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif serta menggunakan beberapa metode pendekatan yaitu menggunakan metode pendekatan undang-undang (statute approach), Pendekatan Konseptual xiv (conceptual approach) dan menggunakan studi kasus (case approach). Sedangkan untuk bahan hukum, penulis menggunakan 3 (tiga) yaitu, bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Analisa yang digunakan dalam penulisan ini yaitu metode deduktif. Adapun hasil dari penulisan ini anak dibawah umur dapat bertindak sebagai pemohon dalam perkara dispensasi kawin serta penetapan wali nikah di pengadilan tanpa diwakili oleh orang tuanya. Batasan umur dewasa yang biasanya dijadikan parameter untuk menentukan seseorang cakap bertindak secara hukum mengacu pada Pasal 47 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Hakim tidak boleh menolak jika anak dibawah umur untuk mengajukan permohonan dispensasi kawin serta penetapan wali nikah. Untuk menghindari kebuntuan hukum dan memberi jalan keluar untuk si gadis, maka dengan mengesampingkan ketentuan Undang-Undang untuk mengejar kemanfaatan sesuai dengan tujuan hukum maka hakim harus membuat terobosan hukum. Yang kedua, anak dibawah umur dapat menikah tanpa izin dari orang tua. Apabila calon mempelai ingin melaksanakan perkawinan jika umur salah satu atau kedua calon mempelainya di bawah ketentuan yang dibolehkan Undang- Undang Perkawinan maka untuk melaksanakan hal tersebut kedua orang tua lakilaki maupun kedua orang tua perempuan dapat meminta dispensasi atas ketentuan umur kepada Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang non Islam sesuai dengan wilayah tempat tinggal pemohon. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 bahwa untuk melangsungkan perkawinan seseorang belum mencapai umur 21 tahun, harus mendapat izin dari orang tua, wali atau orang yang memelihara atau keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas. Pengadilan dapat memberikan izin menikah setelah mendengar pendapat dari orang tua. Seperti disebutkan pada pasal 6 ayat (2) dan (5) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974. Dan yang ketiga, pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan pemohon dalam penetapan Pengadilan Agama Jember nomor 0002/Pdt.P/2002/PA.Jr antara lain dengan mendengar kesaksian para saksi dari pihak pemohon, Pengadilan Agama telah membaca surat-surat yang dilampirkan pada surat permohonan, sesuai ketentuan pasal 2 ayat (3) Peraturan xv Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987 tentang Wali Hakim. Walaupun menurut ketentuan Pasal 47 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan, bagi anak yang belum dewasa (belum berumur 18 tahun) adalah orang tuanyalah yang mewakilinya didalam dan diluar pengadilan, namun dalam perkara Aquo ketentuan tersebut tidak mungkin diterapkan secara tekstual kecuali harus dipahami secara bersama-sama dengan ketentuan pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987, keduanya telah memenuhi unsur kafa’ah, berdasarkan hal-hal sebagaimana diuraikan diatas, majelis berpendapat bahwa permohonan pemohon adalah beralasan menurut hukum dan oleh karena itu dapat dikabulkan. Ayah pemohon sebagai wali nasab telah dinyatakan adhal, maka sesuai ketentuan pasal 2 ayat (1) dan pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987 tentang Wali Hakim Jo pasal 23 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Islam, Karena pemohon belum berusia 16 tahun, dengan menunjuk pada pertimbangan sebagaimana telah terurai diatas, dan juga ketentuan pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, dalam hal adanya penyimpangan maka untuk kemaslahatan pemohon, sehingga kepadanya sekaligus harus diberi dispensasi untuk menikah walau usianya belum mencapai 16 tahun. Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis memberi saran yaitu Ketentuan hukum yang terkait dengan perkawinan perlu dipatuhi oleh semua pihak, baik oleh orang tua sebagai pemegang kekuasaan orang tua / wali maupun calon pengantin. Pemerintah harus berkomitmen serius dalam menegakkan hukum yang berlaku terkait pernikahan anak dibawah umur. Penegakan hukum di bidang perkawinan hendaknya menjadi komitmen semua pemegang kewenangan termasuk pegawai pencatat nikah. Pemerintah harus semakin giat mensosialisasikan undang-undang terkait pernikahan anak dibawah umur beserta sanksi-sanksi dan resiko-resiko akibat pernikahan dibawah umur. Pengadilan hendaknya berhati-hati, cerdas, arif dan bijaksana dalam menilai setiap alat bukti surat atau saksi yang diajukan oleh para pihak yang mencari keadilan, agar putusan yang dijatuhkan nantinya dapat memberikan solusi yang baik bagi orang tua dan anak.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries080710101008;
dc.subjectTINJAUAN YURIDIS, PERKAWINAN GADIS DIBAWAH UMURen_US
dc.titleTINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN GADIS DIBAWAH UMUR TANPA IZIN ORANG TUA (Kajian Penetapan Pengadilan Agama Jember No. 0002/Pdt.P/2002/PA.Jr)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record