Show simple item record

dc.contributor.authorMUHAMMAD LUQMAN FARID
dc.date.accessioned2013-12-13T01:36:19Z
dc.date.available2013-12-13T01:36:19Z
dc.date.issued2013-12-13
dc.identifier.nimNIM060710101025
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/8764
dc.description.abstractDi lingkungan Peradilan Agama, kehadiran seorang mediator dalam suatu perkara sudah tercantum dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 kemudian dirubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 dimana dalam Undang-Undang tersebut telah menetapkan keberadaan hakam dalam perkara perceraian yang mempunyai peran yang sama dengan mediator. Mediasi menjadi sebuah dilema apabila diterapkan dalam perkara perceraian khususnya dengan alasan syiqaq, hal ini menimbulkan adanya dualisme dalam penyelesaian sengketa. Dimana hakam sebagai bagian dari hukum acara sudah dilegitimasi lebih dahulu daripada mediasi. Berdasarkan beberapa uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan membahasnya dalam suatu karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul: “TINJAUAN YURIDIS PERMA NO. 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN DENGAN ALASAN SYIQAQ“. Permasalahan yang nantinya akan dibahas ialah harmonisasi mediasi pada PERMA Nomor 1 Tahun 2008 dengan hakam yang didasarkan pada Undang- Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, akibat hukum apabila hakim tidak mengangkat hakam, dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pihak bila hakim mengesampingkan PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Mediasi dan hakam di Undang-Undang Peradilan Agama. Adapun tujuan penulisan dari skripsi ini, secara umum yakni untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Jember. Tujuan khususnya ialah untuk mengkaji dan menganalisa tentang harmonisasi mediasi pada PERMA Nomor 1 Tahun 2008 dengan hakam yang didasarkan pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, akibat hukum apabila hakim tidak mengangkat hakam, dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pihak bila hakim mengesampingkan PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Mediasi dan hakam di Undang-Undang Peradilan Agama Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normatif dengan pendekatan masalah berupa pendekatan undang-undang (statute xiii approach), pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber bahan hukumnya, digunakan sumber bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, dan bahan non hukum merupakan penunjang bagi sumber bahan hukum primer dan sekunder. Proses pengumpulan bahan hukum menggunakan studi pustaka. Analisis bahan hukum yang digunakan adalah metode deduktif, atau dari hal umum ke hal khusus. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder tersebut diolah secara kualitatif atau non-statik. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan berkaitan dengan pemeriksaan perkara perceraian dengan alasan syiqaq adalah tumpang tindih dengan pemeriksaan perkara perceraian yang diperiksa dengan menggunakan Pasal 76 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama bertentangan dengan asas peradilan yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Keberadaan Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) merupakan ketentuan khusus dalam perkara perceraian atas dasar alasan syiqaq. Kelalaian (negligent) menerapkan hakam mengakibatkan pemeriksaan belum memenuhi syarat pemeriksaan yang ditentukan undang-undang. Pemeriksaan dan putusan yang dijatuhkan atas kelalaian tersebut dianggap batal demi hukum. Atau sekurangkurangnya, harus lagi diadakan pemeriksaan “tambahan” guna menyempurnakan kelalaian yang terjadi. Upaya hukum yang dapat dilakukan apabila hakim mengesampingkan hakam dan mediasi adalah upaya hukum biasa (Verzet, Banding, Kasasi) dan upaya hukum luar biasa (istimewa) yaitu Peninjauan Kembali (PK). Saran bagi pemerintah ialah Khusus dalam perkara syiqaq sebaiknya hakim mengesampingkan mediasi agar tidak tumpang tindih dengan hakam, karena syiqaq merupakan aturan khusus (lex specialis). Sebaiknya hakam dipilih dari lingkungan keluarga suami istri, sepanjang hal itu mungkin. Tetapi bila hal itu tidak mungkin, boleh ditunjuk pihak lain yang lebih mengerti akan perkara syiqaq tersebut selama tujuan penunjukan hakam adalah bertindak untuk mendamaikan.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries060710101025;
dc.subjectTINJAUAN YURIDIS, PERCERAIAN DENGAN ALASAN SYIQAQen_US
dc.titleTINJAUAN YURIDIS PERMA NO. 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN DENGAN ALASAN SYIQAQen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record