TINJAUAN YURIDIS PERMA NO. 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN DENGAN ALASAN SYIQAQ
Abstract
Di lingkungan Peradilan Agama, kehadiran seorang mediator dalam suatu
perkara sudah tercantum dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 kemudian
dirubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 dimana dalam
Undang-Undang tersebut telah menetapkan keberadaan hakam dalam perkara
perceraian yang mempunyai peran yang sama dengan mediator. Mediasi menjadi
sebuah dilema apabila diterapkan dalam perkara perceraian khususnya dengan
alasan syiqaq, hal ini menimbulkan adanya dualisme dalam penyelesaian
sengketa. Dimana hakam sebagai bagian dari hukum acara sudah dilegitimasi
lebih dahulu daripada mediasi. Berdasarkan beberapa uraian tersebut diatas, maka
penulis tertarik untuk meneliti dan membahasnya dalam suatu karya ilmiah
berbentuk skripsi dengan judul: “TINJAUAN YURIDIS PERMA NO. 1
TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN
DENGAN ALASAN SYIQAQ“.
Permasalahan yang nantinya akan dibahas ialah harmonisasi mediasi pada
PERMA Nomor 1 Tahun 2008 dengan hakam yang didasarkan pada Undang-
Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, akibat hukum apabila
hakim tidak mengangkat hakam, dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh
para pihak bila hakim mengesampingkan PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang
Mediasi dan hakam di Undang-Undang Peradilan Agama. Adapun tujuan
penulisan dari skripsi ini, secara umum yakni untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Jember.
Tujuan khususnya ialah untuk mengkaji dan menganalisa tentang harmonisasi
mediasi pada PERMA Nomor 1 Tahun 2008 dengan hakam yang didasarkan pada
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, akibat hukum
apabila hakim tidak mengangkat hakam, dan upaya hukum yang dapat dilakukan
oleh para pihak bila hakim mengesampingkan PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang
Mediasi dan hakam di Undang-Undang Peradilan Agama
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis
normatif dengan pendekatan masalah berupa pendekatan undang-undang (statute
xiii
approach), pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber bahan hukumnya,
digunakan sumber bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan,
bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi, dan bahan non hukum merupakan penunjang bagi
sumber bahan hukum primer dan sekunder. Proses pengumpulan bahan hukum
menggunakan studi pustaka. Analisis bahan hukum yang digunakan adalah
metode deduktif, atau dari hal umum ke hal khusus. Bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder tersebut diolah secara kualitatif atau non-statik.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan berkaitan dengan pemeriksaan perkara perceraian dengan
alasan syiqaq adalah tumpang tindih dengan pemeriksaan perkara perceraian yang
diperiksa dengan menggunakan Pasal 76 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama bertentangan dengan asas peradilan yang terdapat
dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman. Keberadaan Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) merupakan ketentuan
khusus dalam perkara perceraian atas dasar alasan syiqaq. Kelalaian (negligent)
menerapkan hakam mengakibatkan pemeriksaan belum memenuhi syarat
pemeriksaan yang ditentukan undang-undang. Pemeriksaan dan putusan yang
dijatuhkan atas kelalaian tersebut dianggap batal demi hukum. Atau sekurangkurangnya,
harus lagi diadakan pemeriksaan “tambahan” guna menyempurnakan
kelalaian yang terjadi. Upaya hukum yang dapat dilakukan apabila hakim
mengesampingkan hakam dan mediasi adalah upaya hukum biasa (Verzet,
Banding, Kasasi) dan upaya hukum luar biasa (istimewa) yaitu Peninjauan
Kembali (PK).
Saran bagi pemerintah ialah Khusus dalam perkara syiqaq sebaiknya
hakim mengesampingkan mediasi agar tidak tumpang tindih dengan hakam,
karena syiqaq merupakan aturan khusus (lex specialis). Sebaiknya hakam dipilih
dari lingkungan keluarga suami istri, sepanjang hal itu mungkin. Tetapi bila hal
itu tidak mungkin, boleh ditunjuk pihak lain yang lebih mengerti akan perkara
syiqaq tersebut selama tujuan penunjukan hakam adalah bertindak untuk
mendamaikan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]