AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERKAWINAN ORANG TUA TERHADAP HAK ANAK
Abstract
Perkawinan merupakan salah satu peristiwa kemasyarakatan yang nantinya
akan menimbulkan akibat hukum bagi calon suami-istri, anak maupun pihak ke
tiga. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 22 tentang Perkawinan
dikatakan bahwa perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan untuk melangsungkan perkawinan.
Permasalahan yang timbul dari apa yang telah diuraikan diatas ialah bagaimana
status hukum anak yang perkawinan orang tuanya dibatalkan dan apakah akibat
hukum dari pembatalan perkawinan suami istri terhadap hak-hak anak.
Tujuan dari penulisan ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum dalam penulisan skripsi ini yaitu: Pertama, untuk
memenuhi syarat dan tugas akademis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di
Fakultas Hukum Universitas Jember. Kedua, merupakan salah satu bentuk
penerapan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan dalam kehidupan
bermasyarakat. Ketiga, untuk memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat
bagi masyarakat, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember dan
alamamater. Sedangkan tujuan khususnya yaitu: Pertama, untuk mengetahui dan
memahami status hukum anak yang perkawinan orang tuanya dibatalkan. Kedua,
untuk mengetahui dan memahami akibat hukum dari pembatalan perkawinan
suami istri terhadap hak-hak anak. Tipe penulisan dalam skripsi ini adalah yuridis
normatif sedangkan pendekatan masalah yaitu dengan mengunakan UndangUndang
dan
konseptual.
Metode
pengumpulan
bahan
hukum
yang
digunakan
adalah
sumber
bahan
hukum
primer,
sumber
bahan
hukum
sekunder,
dan
bahan
non
hukum
serta
analisa
bahan
hukum.
Pada
bab
pembahasan,
akan
membahas
mengenai
2 (dua)
hal
yang
terdapat
dalam
rumusan
masalah.
Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tetap mempunyai
status hukum yang jelas sebagai anak sah yang dibatalkan dari orang tua yang
perkawinannya dibatalkan. Pembatalan perkawinan kedua orang tuanya tidak
menghapus atau tidak mengakibatkan hilangnya status dari anak. Jadi dalam hal
ini anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan yang dibatalkan tetap berhak
mendapatkan hak waris terhadap orang tuanya serta apabila anak yang dilahirkan
itu perempuan, maka si ayah juga berhak menjadi wali nikah anaknya sepanjang
ayah tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh perundangundangan
yang
berlaku.
Akibat hukum dari pembatalan perkawinan oleh
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah perkawinan
orang tuanya dibatalkan. Keputusan tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang
dilahirkan dari perkawinan tersebut, tidak berpengaruh terhadap hak anak. Anak
tetap berhak atas hak-hak anak wajib dipenuhi oleh orang tuanya sampai anak
beranjak dewasa. Jadi kewajiban orang tua memelihara dan mendidik anakanaknya
sampai
mereka
kawin
dan
dapat
berdiri
sendiri.
Saran penulis, Pertama, dalam rangka mencegah terjadinya pembatalan
perkawinan maka bagi calon mempelai pria dan wanita sebelum melakukan
perkawinan harus lebih teliti dalam memenuhi rukun dan syarat-syarat
perkawinan. Kedua, Petugas Pencatat Nikah benar-benar meneliti status hubungan
dari kedua calon mempelai.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]