Perlindungan Hukum Bagi Pemenang Lelang Terhadap Tanah Wasiat Yang Belum Di Serahkan Kepada Ahli Waris (Analisis Putusan Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Sit)
Abstract
Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah : (1)
Mengetahui dan memahami bentuk perlindungan hukum bagi pemenang lelang
yang akta risalah lelangnya dibatalkan oleh putusan pengadilan (2) Mengetahui
dan dan memahami upaya hukum yang dapat dilakukan pihak perbankan jika
terjadi kredit macet dalam perjanjian pinjaman dana. (3) Mengetahui dan
memahami sesuai atau tidaknya yang menjadi dasar pertimbangan hakim ( ratio
decindi ) putusan nomor 46/Pdt.G/2015/PN Sit.)
Metodologi penelitian dalam skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis
normatif, dengan metode pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan
undang-undang (statue approach), pendekatan konseptual (conceptual approach)
dan Pendekatan kasus (Case Approach). Analisa bahan hukum dalam skripsi ini
menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non
hukum dengan analisa bahan hukum.
Hasil Penelitian dalam skripsi ini sebagai berikut. Pertama bahwa bentuk
perlindungan hukum bagi pemenang lelang yang akta risalah lelangnya dibatalkan
oleh putusan pengadilan yakni Perlindungan Hukum Preventif yaitu bentuk
perlindungan hukum dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan
keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mndapat bentuk
tetap. Tujuannya ialah untuk mencegah sebelum terjadinya suatu sengketa. Sesuai
dengan pengertian diatas, tujuan dari perlindungan hukum ini adalah sebagai upaya
pencegahan agar tidak terjadi sengketa. Dalam setiap pelaksanaan lelang harus
dilaksanakan berdasarkan ketentuan pasal 12 PMK nomor 93/PMK.06/2010
tentang petunjuk pelaksanaan lelang yang menjelaskan bahwa kepala
KPKNL/pejabat lelang kelas II tidak boleh menolak permohonan lelang yang
diajukan kepadanya sepanjang dokumen persyaratan lelang sudah lengkap dan
telah memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang. Dalam pasal tersebut
dijelaskan bahwa penggunaan prinsip tersebut merupakan bentuk perlindungan
hukum agar supaya tidak terjadi suatu sengketa dikemudian hari yang dikarenakan
ketidakabsahan barang dan dokumen persyaratan lelang. Perlindungan hukum
represif yakni bentuk perlindungan hukum dimana lebih ditujukan dalam
penyelesaian sengketa1. Tujuannya untuk menyelesaikan sengketa penanganan
perlindungan hukum oleh peradilan umum dan Peradilan Administrasi di Indonesia
termasuk kategori perlindungan hukum ini. Berdasarkan pasal 16 ayat (3) PMK
Nomor 93/PMK.06/2010 tentang petunjuk pelaksanaan lelang, penjual atau
pemilik barang bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi terhadap kerugian yang
timbul karena ketidakabsahan barang dan dokumen persyaratan lelang. Yang
mana perlindungan hukum represif yang diberikan kepada pemenang lelang yaitu
dapat menuntut ganti rugi kepada pihak-pihak yang telah dinyatakan melakukan
perbuatan melawan hukum dalam perkara ini. Kedua upaya penyelesaian yang
dapat dilakukan pihak perbankan jika terjadi kredit macet dalam perjanjian pinjaman
dana melalui 2(dua) cara, yaitu : Penyelesaian melalui luar pengadilan dengan
menggunakan parate eksekusi yakni melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang (KPKNL) dan Penyelesaian melalui jalur pengadilan dapat mengajukan
gugatan perdata ke pengadilan dengan alasan debitur ingkar (wanprestasi)
apabila upaya non-litigasi tidak berhasil. Ketiga bahwa yang menjadi dasar
pertimbangan hakim ( ratio decindi ) putusan nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Sit “
Menimbang, Bahwa meskipun tergugat III telah melaksanakan lelang berdasarkan
persyaratan yang telah dipenuhi oleh tergugat I sehingga tidak bisa dinyatakan
telah melakukan perbuatan melanggar hukum, namun, oleh karena dasar yang
digunakan oleh tergugat I mengajukan permohonan lelang adalah perjanjian kredit,
SKMHT, akta pembebanan hak tanggungan, yang dibuat dengan cara-cara yang
tidak benar dan isinya yang berkaitan dengan Gadang Jama’ sebagai penjamin
utang tergugat V juga tidak benar, sebagaimana yang telah majelis hakim
pertimbangkan diatas, maka risalah lelang nomor 0016/2014 tanggal 16 Januari
2014 yang dibuat oleh tergugat III menjadi batal demi hukum”.
Kesimpulan dari penelitian skripsi ini merupakan inti jawaban yang
telah diuraikan dalam pembahasan. Pertama perlindungan hukum preventif yakni
diatur dalam pasal 12 PMK Nomor 93/PMK.06/2010 tentang petunjuk
pelaksanaan lelang yang menjelaskan bahwa kepala KPKNL/pejabat lelang kelas
II tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan kepadanya sepanjang
dokumen persyaratan lelang sudah lengkap dan telah memenuhi legalitas formal
subjek dan objek lelang. Selanjutnya perlindungan represif yakni diatur dalam
pasal 16 ayat (3) PMK Nomor 93/PMK.06/2010 tentang petunjuk pelaksanaan
lelang, penjual atau pemilik barang bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi
terhadap kerugian yang timbul karena ketidakabsahan barang dan dokumen
persyaratan lelang. Kedua Penyelesaian melalui luar pengadilan dengan
menggunakan Alternatif Penyelesaian Sengketa yakni melalui negosiasi dan
penjualan agunan secara sukarela atas itikad baik debitur dan Penyelesaian melalui
pengadilan dapat ditempuh dengan cara kreditur dapat mengajukan gugatan perdata
ke pengadilan dengan alasan debitur ingkar (wanprestasi). Ketiga Bahwa
meskipun tergugat III telah melaksanakan lelang berdasarkan persyaratan yang
telah dipenuhi oleh tergugat I sehingga tidak bisa dinyatakan telah melakukan
perbuatan melanggar hukum, namun, oleh karena dasar yang digunakan oleh
tergugat I mengajukan permohonan lelang adalah perjanjian kredit, SKMHT, akta
pembebanan hak tanggungan, yang dibuat dengan cara-cara yang tidak benar dan
isinya yang berkaitan dengan Gadang Jama’ sebagai penjamin utang tergugat V
juga tidak benar, sebagaimana yang telah majelis hakim pertimbangkan diatas,
maka risalah lelang nomor 0016/2014 tanggal 16 Januari 2014 yang dibuat oleh
tergugat III menjadi batal demi hukum.
Saran penulis dalam skripsi ini adalah Pertama Adanya peraturan
perundang-undangan yang jelas tentang perlindungan hukum pemenang lelang
agar suatu proses pelelangan yang terjadi benar menguntungkan para pihak baik
penjual dan pembeli, melindungi pihak-pihak yang terkait dengan proses
pelelangan, dan tidak merugikan pihak ketiga atas pelelangan yang telah terjadi.
Kedua Pihak yang merasa dirugikan dalam perjanjian kredit macet dapat
melakukan upaya hukum dengan proses cepat, hemat waktu dan biaya dan juga
hubungan yang baik yaitu dengan menggunakan jalur non-litigasi. Selain
mudahnya dalam penyelesaian sengketa kredit macet, jalur non-litigasi lebih
fleksibel dan juga hemat biaya dan waktu. Ketiga Merujuk kepada fakta yang
terjadi bahwa terdapat perkara terkait manipulasi data terhadap perjanjian kredit,
akta pembebanan hak tanggungan, dan pembuatan SKMHT
No.1253/MGR.SKMHT/V/2012 tanggal 07 Mei 2012 yang menurut tergugat I
diberikan oleh Gadang Jama’ kepada Shane Frangky Toumahuw. Padahal pada
fakta persidangan terbukti bahwa Gadang Jama’ telah lama meninggal dunia
sehingga tidak mungkin memberikan sebuah surat kuasa, sehingga dalam hal ini
diperlukan adanya peningkatan terhadap prinsip kehati-hatian dalam pemberian
kredit terhadap calon debitur.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]