Show simple item record

dc.contributor.advisorHandono, Mardi
dc.contributor.advisorWidiyanti, Ikarini Dani
dc.contributor.authorCHUMAIROH, NURUL QISTHY
dc.date.accessioned2017-11-03T02:44:34Z
dc.date.available2017-11-03T02:44:34Z
dc.date.issued2017-11-03
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/82982
dc.description.abstractMaraknya perkara penetapan harga yang merupakan suatu jenis dari perjanjian yang mutlak dilarang, banyak menarik perhatian masyarakat, salah satunya pada perkara nomor: 10/KPPU-L/2009 mengenai kesepakatan penetapan komisi pemasaran tiket pada maskapai penerbangan Lion Air dan Wings Air di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga bahwa perkara tersebut merupakan bentuk perjanjian penetapan harga yang melanggar Pasal 5 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 yang objek perkaranya berupa kesepakatan besaran “komisi” yang dilakukan antara sub agen dengan agen yang tergabung dalam anggota Asosiasi Agen Ticketing (disingkat dengan ASATIN). Tim pemeriksa KPPU memutus perkara tersebut dengan menyatakan bahwa agen ASATIN (terdiri dari maskapai penerbangan Garuda Indonesia, Merpati Nusantara, Lion Air/Wings Air, Batavia Air, Trigana Air) memberikan komisi kepada sub agen untuk setiap tiket pesawat yang berhasil dijual di Provinsi NTB. Penulis menganalisis 2 (dua) permasalahan yang kemudian dibahas dalam skripsi ini. Pertama, apakah penetapan besaran komisi yang dilakukan oleh agen tiket di Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan suatu perjanjian yang dilarang?. dan Kedua, apakah pertimbangan Majelis Komisi dalam putusan nomor: 10/KPPU-L/2009 telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku?. Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami penetapan besaran komisi yang dilakukan oleh agen tiket di Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan suatu perjanjian yang dilarang atau tidak. dan untuk mengetahui dan memahami kesesuaian pertimbangan Majelis Komisi dalam putusan nomor: 10/KPPU-L/2009 dengan ketentuan hukum yang berlaku. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif. Pendekatan masalah yang digunakan, yaitu pendekatan perundangundang (statue approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach), yang mana pendekatan konseptual yang digunakan, yaitu konsep persaingan usaha dan konsep pembuktian terhadap perjanjian penetapan harga dalam persaingan usaha. Bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisa hukum yang dilakukan adalah menganalisa bahan hukum dengan cara menelaah isu hukum yang terdapat dalam putusan perkara nomor: 10/KPPU-L/2009 beserta bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan. Kemudian menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi dan memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang dibangun dari kesimpulan. Hasil pembahasan dari penulisan skripsi ini adalah: Pertama, perjanjian penetapan besaran komisi yang dilakukan oleh agen tiket maskapai penerbangan yang tergabung dalam anggota ASATIN bukan termasuk dalam suatu perjanjian yang dilarang berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata dan sudah sesuai dengan konsep persaingan usaha. Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata dikuatkan dengan teori baru perjanjian yang dikemukakan oleh Van Dunn bahwa perbuatan hukum yang dilakukan antara agen ASATIN dan sub agen merupakan kesepakatan besaran komisi yang termasuk dalam kategori perjanjian keagenan sebagaimana diatur dalam Pasal 50 huruf d UU No. 5 Tahun 1999. Akibat hukumnya pun tidak menimbulkan dampak negatif bagi para pelaku usaha lainnya serta konsumen akhir atas pembelian tiket pesawat domestik atau pun internasional di NTB, disebabkan besaran harga tiket pesawat yang dibayarkan oleh konsumen akhir merupakan harga publish fare yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh maskapai penerbangan sebelum dijual kembali kepada agen dan sub agen. Apabila Pasal 1320 KUHPerdata disesuaikan dengan konsep persaingan usaha, maka perjanjian yang telah mereka sepakati dapat dikatakan sebagai perjanjian yang sah dan bukan perjanjian yang dilarang, karena sesungguhnya perjanjian keagenan tidak bertentangan dengan ketertiban umum serta peraturan perundang-undangan, sehingga tidak menghambat persaingan usaha. Kedua, berdasarkan pendekatan per se ilegal dan konsep pembuktian terhadap penanganan perkara pelanggaran Pasal 5 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 dalam Peraturan Komisi (Perkom) No. 4 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 5 (Penetapan Harga) UU No. 5 Tahun 1999, para Terlapor dapat dinyatakan melanggar Pasal 5 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 apabila tindakan para Terlapor memenuhi unsur-unsur pasal tersebut. Pada skripsi ini penulis tidak sependapat dengan pertimbangan hakim dengan beranggapan bahwa berdasarkan alat bukti dan fakta hukum yang telah dikemukakan dalam Putusan perkara nomor:10/KPPU-L/2009, tidak terpenuhinya unsur-unsur Pasal 5 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999, yaitu: a. Unsur perjanjian penetapan harga, tidak terpenuhi karena objek perkara yang dilakukan antara agen ASATIN dan sub agen adalah kesepakatan penetapan besaran komisi. Secara epistemologi definisi harga dan komisi memiliki perbedaan yang signifikan; b. Unsur antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya, tidak terpenuhi karena subjek yang melakukan tindakan hukum tersebut adalah agen ASATIN dan sub agen yang memiliki hubungan hukum keagenan sebagaimana diatur dalam dalam Pasal 50 huruf d UU No. 5 Tahun 1999 berdasarkan posisi sub agen yang berkedudukan sebagai penjual perantara dan bukan pelaku usaha pesaing; dan c. Unsur harga yang dibayar oleh konsumen, tidak terpenuhi karena komisi sub agen dibayar oleh agen ASATIN. Kesimpulan penulis, yaitu: Pertama, penetapan besaran komisi yang dilakukan oleh agen ASATIN di Provinsi NTB bukan merupakan suatu perjanjian yang dilarang karena tidak melanggar syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320 KUHPerdata) dan sesuai dengan konsep persaingan usaha. Kedua, pertimbangan Majelis Komisi dalam putusan perkara nomor:10/KPPU-L/2009 belum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, karena tidak memenuhi unsur Pasal 5 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 serta Perkom No. 4 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 5 (Penetapan Harga) UU No. 5 Tahun 1999. Saran penulis, yakni: Pertama, KPPU sebagai lembaga independen pengawas persaingan usaha hendaknya melakukan upaya preventif, misalnya melakukan upaya penyuluhan atau sosialisasi dalam hal pembuatan perjanjian di antara pelaku usaha. Kedua, pelaku usaha dalam menjalankan bisnis usahanya hendaknya dilakukan dengan itikad baik dan sesuai peraturan hukum yang berlaku. Itikad baik tersebut diimplementasikan dengan memahami tata cara pembuatan perjanjian bisnis yang baik agar terhindar dari tindakan penetapan harga yang dapat merugikan pelaku usaha pesaing serta konsumen.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectTATA NIAGAen_US
dc.subjectTIKETen_US
dc.subjectMASKAPAI PENERBANGAN LION AIRen_US
dc.subjectWINGS AIRen_US
dc.titlePENGATURAN TATA NIAGA TIKET PADA MASKAPAI PENERBANGAN LION AIR DAN WINGS AIR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT (Studi Putusan Nomor : 10/KPPU-L/2009)en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record