ANALISIS YURIDIS TENTANG USIA KAWIN JIKA DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK
Abstract
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini telah
dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Apabila kita menengok sejarah undang-undang ini dinyatakan berlaku secara
efektif pada tanggal 1 Oktober 1975 dengan aturan pelaksananya yaitu Peraturan
Presiden Nomor 9 Tahun 1975. Pada dasarnya Setiap undang-undang harus
menggambarkan setiap kondisi dalam masyarakat serta mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat akan sebuah hukum. Untuk suatu peraturan itu harus
diperhatikan relevansinya begitu pula dengan harmonisasi dengan undang-undang
yang satu dengan yang lainnya mengingat undang-undang merupakan peraturan
yang lintas sektoral artinya terdiri dari sektor hukum yang berbeda namun saling
terkait untuk itu dengan adanya harmonisasi ini maka akan terhindar dari adanya
tumpang tindih dan ketidak pastian hukum suatu peraturan.
Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini yang pertama apakah
pengaturan tentang usia kawin menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
sudah sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Kedua Upaya apakah
yang dapat dilakukan oleh Negara jika usia kawin dalam Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian Hukum (Legal Research).
Dengan menggunakan dua pendekatan, untuk rumusan masalah pertama penulis
menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute Approach) yang
dilakukan dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut
paut dengan isu hukum yang sedang ditagani, sedangkan rumusan masalah kedua
menggunakan pendekatan konseptual (conceptual Approach). Dalam hal in cara
pengolahan bahan hukum dilakukan secara deuktif yakni menarik kesimpulan dari
suatu permasalahan konkrit yang dihadapi sehingga mewujudkan sebuah
preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan.
Hasil penelititian dengan menelaah dua undang-undang ini yaitu Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak menunjukkan bahwa mengenai usia
anak dalam hukum perkawinan yakni pasal 7 ayat 1 yang menyebutkan bahwa
Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan
belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
Apabila menengok usia anak yang diberikan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang perlindungan anak, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang 2014 tentang perlindungan anak, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang
yang belum berusia 18(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. dan dalam pasal 26 Ayat 1 huruf c Undang-Undang Perlindungan
Anak menyatakan bahwa orang tua berkewajiaban dan bertanggungjawab untuk
mencegah perkawinan pada usia anak. Apabila kita melihat ketentuan mengenai
materi muatan suatu perundang-undangan sebagaimana dalam Pasal 6 Ayat 1
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan bahwa materi muatan Peraturan Perundang-Undangan harus
mencerminkan asas salah satunya asas ketertiban, kepastian hukum,
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Dengan membandingkan usia kawin
dari kedua undang-undang tersebut kita dapat mengetahui apakah undang-undang
tersebut telah memenuhi beberapa asas mengenai materi muatan dalam suatu
peraturan perundang-undangan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas apabila suatu undang-undang bertentangan
dengan undang-undang yang lain atau menimbulkan suatu ketidakpastian hukum,
maka hal yang dapat direkomendasikan ada dua berupa tidakan
pengharmonisasian melalui badan legislative, yang biasa dikenal dengan Legislatif
Review, dengan demikinan badan pembentuk Undang-Undang tesebut dapat
melakukan revisi atau Perubahan terhadap Undang-Undang yang bertentangan.
Rekomendasi kedua yaitu dengan adanya putusan pengadilan, karena dapat
dipastikan proses harmonisasi melalui legislative Review akan memakan waktu
yang cukup lama, sedangkan disisi lain banyak timbul masalah atas undang undang yang bertentangan tersebut maka untuk dapat meyelesaikan permasalahan
tersebut alternatifnya melalui putusan Pengadilan karena dalam hal ini putusan
pengadilan mengandung dua unsur yaitu satu pihak putusan merupakan
penyelesaian atau pemecahan suatu peristiwa konkret dan di pihak lain merupakan
suatu peraturan hukum untuk waktu yang akan datang.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]