PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK (Putusan Nomor: 46/Pid.Sus/2015/PN.Mjn)
Abstract
Tahap pembuktian dibutuhkan alat bukti yang ditentukan dalam Pasal
184 KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan
keterangan terdakwa. Melihat dari perumusan keterangan saksi dapat dikatakan
bahwa keterangan saksi sangatlah penting bukan hanya karena derajat
kebenarannya yang diletakkan pada urutan pertama dari alat bukti lainnya.
Hakim pemeriksa perkara No.46/Pid.Sus/2015/PN.Mjn dalam pertimbanganya
menjelaskan bahwa “pembuktian penuntut umum atas dakwaannya tidak
memenuhi syarat minimal pembuktian di mana tidak terdapat dua alat bukti
yang sah menurut undang-undang yang dapat menunjukkan bahwa terdakwa
adalah pelaku perbuatan yang dituduhkan (vide Pasal 183 KUHAP). Berkaitan
dengan proses pembuktian, terdapat isu hukum yang menarik dikaji dalam
Putusan No.46/Pid.Sus/2015/PN.Mjn sehingga memunculkan suatu
permasalahan yaitu yang pertama cara hakim membuktikan alat bukti dari
penuntut umum dalam Putusan Nomor : 46/Pid.Sus/2015/PN.Mjn dikaitkan
dengan sistem pembuktian dalam KUHAP. Kedua Putusan Nomor :
46/Pid.Sus/2015/PN.Mjn yang menyatakan terdakwa tidak terbukti melakukan
tindak pidana persetubuhan dikaitkan dengan fakta yang terdapat dalam
putusan.
Metode penelitian yang digunakan yakni menggunakan tipe penulisan
penelitian hukum (yuridis normatif) dengan pendekatan perundang-undangan
dan pendekatan konseptual. Sedangkan, untuk sumber bahan hukumnya
menggunakan bahan hukum primer dan sekunder dengan analisis bahan hukum
deduktif.
Kesimpulan yang pertama adalah cara hakim membuktikan alat bukti dari
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam Putusan Nomor: 46/Pid,Sus/2015/PN.Mjn
tidak sesuai apabila dikaitkan dengan Sistem Pembuktian dalam KUHAP.
Bahwa keterangan saksi yang tidak di sumpah dan saksi yang masih di bawah
umur, dapat memenuhi syarat sebagai saksi dan dapat dianggap sebagai saksi
dan dijadikan alat bukti yang sah. Karena yang dijadikan dasar dalam
pembuktian adalah kesesuaian antara keterangan saksi satu dengan keterangan
yang lain dan persesuaian antara keterangan saksi satu dengan alat bukti lain.
Dengan penjelasan dan penerapan tersebut terdapat suatu petunjuk yang bisa
membuktikan terdakwa sebagai pelakunya. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian
atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang
lain, maupun dengan tindak pidana itu sendri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Denga demikian pembuktian tersebut
dapat di anggap cukup untuk membuktikan kesalahn terdakwa. Kesimpulan
yang kedua, Dalam Putusan Nomor: 46/Pid.Sus/2015/PN.Mjn terdakwa tidak
terbukti melakukan tindak pidana persetubuhan sudah tidak sesuai dikaitkan
dengan fakta yang terdapat dalam putusan. Berdasarkan hal ini, bahwa terdapat
kesesuaian antara pertimbangan hakim dengan fakta-fakta dalam persidangan
sehingga hakim dapat memutuskan bahwa terdakwa terbukti melakukan tindak
pidana persetubuhan. Dalam hal ini seharusnya Majelis hakim dalam
pemeriksaan perkara pidana di pengadilan bersifat absolut.
Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti memberi saran hakim
,seharusnya hakim dapat bertindak secara arif dan bijaksana dalam menilai alat
bukti dalam tindak pidana persetubuhan terhadap anak, melalui keyakinan
dalam dirinya. Dengan adanya putusan hakim yang adil, tepat dan bijaksana
diharapkan diperoleh putusan yang baik menyangkut keadilan bagi pelaku
tindak pidana. Hakim lebih teliti dalam mencermati fakta yang terungkap di
persidangan, sehingga hakim dalam memutus suatu perkara dapat mengambil
suatu putusan yang objektif dan berdasar pada ketentuan KUHAP.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]