Show simple item record

dc.contributor.advisorsusanti, dyah ochtorina
dc.contributor.advisorsari, Nuzulia Kumala
dc.contributor.authorMAHMIDA, IDA
dc.date.accessioned2017-08-02T02:58:55Z
dc.date.available2017-08-02T02:58:55Z
dc.date.issued2017-08-02
dc.identifier.nim130710101417
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/80608
dc.description.abstractSkripsi ini terdiri dari 4 (empat) bab dan masing-masing bab terdiri dari uraian-uraian yang saling terkait satu sama lainnya dan merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan. Bab 1 Pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dari penulisan ini yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, juga menguraikan tentang metode penelitian, sumber bahan hukum yang digunakan, dan analisis bahan hukum. Bagian latar belakang menguraikan secara singkat mengenai konsep perkawinan, pentingnya pencatatan perkawinan dan masalah yang timbul akibat tidak dicatatkannya perkawinan dalam putusan Nomor 210/Pdt.G/2016/PA.Pdlg. Perkawinan yang tidak dicatatkan tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan juga Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebar Luasan Kompilasi Hukum Islam. Kemudian pada akhirnya akan memberikan dampak pada anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Rumusan masalah yang dimuat dalam penulisan ini ada 2 (dua), yaitu: pertama, terkait dasar pertimbangan hukum Hakim (Rasio Decidendi) pada putusan nomor 210/Pdt.G/2016/PA.Pdlg; akibat hukum keluarnya putusan nomor 210/Pdt.G/2016/PA.Pdlg bagi para pihak. Bab 2 Tinjauan Pustaka, yang menguraikan tentang pengertian-pengertian serta istilah-istilah yang digunakan sebagai bahan penelitian dan pembahasan. Secara garis besar pada bagian Tinjauan Pustaka menguraikan tentang Hukum Perkawinan, Perkawinan yang Tidak Dicatatkan dan Putusan Pengadilan. Bab 3, merupakan bagian yang berisi pembahasan dari penelitian ini yang juga merupakan jawaban dari rumusan masalah yaitu : pertama, Apakah dasar pertimbangan hukun Hakim (Rasio Decidendi) pada putusan nomor 210/Pdt.G/2016/PA.Pdlg; kedua, Apakah akibat hukum keluarnya putusan nomor 210/Pdt.G/2016/PA/Pdlg bagi para pihak. Bab 4, berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan pernyataan akhir sebagai intisari jawaban atas permasalahan yang telah diuraikan dalam Bab 2 mengenai Pembahasan, sedangkan saran merupakan masukan-masukan dari penulis atas penelitian yang telah dilakukan dengan harapan supaya dapat memberikan kontribusi yang berarti dan lebih baik lagi. Adapun kesimpulan dari pnelitian ini yaitu, dasar pertimbangan hukum hakim (rasio decidendi) pada putusan Nomor 210/Pdt.G/2016/PA.Pdlg adalah: a) Bahwa perkawinan antara pemohon dan termohon yang dilangsungkan pada 18 Mei 2010, berdasarkan keterangan pemohon serta keterangan 2 (dua) orang saksi, diperoleh fakta bahwa perkawinan pemohon dan termohon ternyata terdapat halangan perkawinan, karena perkawinan pemohon dan termohon tidak memenuhi ketentuan Pasal 40 huruf (a) KHI, dengan kata lain perceraian pemohon dengan suami pertamanya dan perceraian termohon dengan istri pertamanya belum mendapatkan legalitas; b) Bahwa adanya perceraian dari perkawinan pertama termohon harus dikaji dan diputuskan terlebih dahulu mengenai keabsahannya oleh instansi yang berwenang, yaitu Pengadilan Agama, sehingga Majelis Hakim berpendapat adanya 2 (dua) peristiwa perkawinan dan 1 (satu) perceraian, dimana kedudukan pemohon dengan 2 (dua) suami dan termohon dengan 2 (dua) istri tidak dapat dilakukan pertimbangan secara bersamaan, karena adanya subjek yang berbeda, dan bahkan tidak menjadi pihak dalam perkara a quo; dan c) Bahwa karena antara pemohon dan termohon sebelumnya pernah terikat perkawinan yang sah dengan pernikahan sebelumnya dan belum mendapatkan legalitas atas status masing-masing, sehingga perkara tersebut cacat hukum atau tidak memenuhi syarat-syarat formil sebagai suatu perkara yang diajukan pemohon, karena perceraian pertama harus diputuskan terlebih dahulu mengenai keabsahannya oleh pengadilan, maka dengan demikian perkawinan kedua pemohon dan termohon tidak dapat diputuskan sebelum keabsahan perceraian pemohon dengan suami pertama dan perceraian termohon dengan istri pertama dapat diputuskan lebih dahulu. Akibat hukum keluarnya putusan nomor 210/Pdt.G/2016/PA.Pdlg bagi para pihak adalah status antara pemohon dan termohon adalah tidak dalam ikatan perkawinan lagi setelah dikeluarkannya putusan tersebut. Namun pembatalan kawin tersebut tidak berlaku surut terhadap anak yang lahir dari perkawinan tersebut sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 75 dan Pasal 76 KHI. Kedua orang tua si anak, yaitu pemohon dan termohon tetap memiliki tanggung jawab pada anak mereka sebagaimana orang tua pada umumnya. Sementara saran dalam penelitian ini ditujukan untuk para pihak berikut: 1) Kepada masyarakat, sebagai warga negara Indonesia yang merupakan negara hukum, hendaknya memperhatikan dan mengutamakan hukum dalam bertindak, termasuk dalam melakukan suatu perceraian, perceraian harus dilakukan sesuai dengan tata cara perceraian yang berlaku, begitu pula dengan perkawinan harus memperhatikan rukun dan syarat sah perkawinan serta melaksanakan perkawinan yang sesuai dengan yang dianjurkan oleh undangundang yaitu perkawinan yang dicatatkan dan dilaksanakan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah agar terjamin perlindungan dan kepastian hukumnya, sebab perkawinan yang tidak dicatatkan cenderung akan merugikan, terutama bagi perempuan dan anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut. 2) Terhadap pihak yang mengajukan itsbat nikah, hendaknya menyelesaikan terlebih dahulu perceraian dengan perkawinan terdahulunya sesuai dengan prosedur yang berlaku yang telah diatur dalam hukum positif Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam, dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 3) Kepada pemerintah, regulasi terkait dengan masalah perkawinan dan perceraian di Indonesia hendaknya dilakukan perbaikan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat, dan juga lebih banyak melakukan penyuluhanpenyuluhan terkait dengan masalah perkawinan yang sah dimata agama dan negara kepada masyarakat dengan harapan bahwa masyarakat, khususnya perempuan agar lebih memahami arti pentingnya pencatatan perkawinan dan sebisa mungkin menghindari terjadinya perkawinan yang tidak dicatatkan atau perkawinan siri demi terjaminnya hak mereka terkait perkawinan tersebut.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectKEABSAHAN PERKAWINANen_US
dc.subjectDUDA CERAIen_US
dc.subjectJANDA CERAIen_US
dc.subjectPUTUSAN PENGADILANen_US
dc.titleKEABSAHAN PERKAWINAN DUDA CERAI DAN JANDA CERAI TANPA PUTUSAN PENGADILAN (Putusan Nomor: 210/Pdt.G/2016/PA.Pdlg)en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record