KEABSAHAN PERKAWINAN DUDA CERAI DAN JANDA CERAI TANPA PUTUSAN PENGADILAN (Putusan Nomor: 210/Pdt.G/2016/PA.Pdlg)
Abstract
Skripsi ini terdiri dari 4 (empat) bab dan masing-masing bab terdiri dari
uraian-uraian yang saling terkait satu sama lainnya dan merupakan rangkaian
yang tidak terpisahkan.
Bab 1 Pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan dari penulisan ini yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan
khusus, juga menguraikan tentang metode penelitian, sumber bahan hukum yang
digunakan, dan analisis bahan hukum. Bagian latar belakang menguraikan secara
singkat mengenai konsep perkawinan, pentingnya pencatatan perkawinan dan
masalah yang timbul akibat tidak dicatatkannya perkawinan dalam putusan
Nomor 210/Pdt.G/2016/PA.Pdlg. Perkawinan yang tidak dicatatkan tidak sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
juga Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebar
Luasan Kompilasi Hukum Islam. Kemudian pada akhirnya akan memberikan
dampak pada anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Rumusan masalah
yang dimuat dalam penulisan ini ada 2 (dua), yaitu: pertama, terkait dasar
pertimbangan hukum Hakim (Rasio Decidendi) pada putusan nomor
210/Pdt.G/2016/PA.Pdlg; akibat hukum keluarnya putusan nomor
210/Pdt.G/2016/PA.Pdlg bagi para pihak.
Bab 2 Tinjauan Pustaka, yang menguraikan tentang pengertian-pengertian
serta istilah-istilah yang digunakan sebagai bahan penelitian dan pembahasan.
Secara garis besar pada bagian Tinjauan Pustaka menguraikan tentang Hukum
Perkawinan, Perkawinan yang Tidak Dicatatkan dan Putusan Pengadilan.
Bab 3, merupakan bagian yang berisi pembahasan dari penelitian ini yang
juga merupakan jawaban dari rumusan masalah yaitu : pertama, Apakah dasar
pertimbangan hukun Hakim (Rasio Decidendi) pada putusan nomor
210/Pdt.G/2016/PA.Pdlg; kedua, Apakah akibat hukum keluarnya putusan nomor
210/Pdt.G/2016/PA/Pdlg bagi para pihak.
Bab 4, berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan
merupakan pernyataan akhir sebagai intisari jawaban atas permasalahan yang
telah diuraikan dalam Bab 2 mengenai Pembahasan, sedangkan saran merupakan
masukan-masukan dari penulis atas penelitian yang telah dilakukan dengan
harapan supaya dapat memberikan kontribusi yang berarti dan lebih baik lagi.
Adapun kesimpulan dari pnelitian ini yaitu, dasar pertimbangan hukum hakim
(rasio decidendi) pada putusan Nomor 210/Pdt.G/2016/PA.Pdlg adalah: a) Bahwa
perkawinan antara pemohon dan termohon yang dilangsungkan pada 18 Mei
2010, berdasarkan keterangan pemohon serta keterangan 2 (dua) orang saksi,
diperoleh fakta bahwa perkawinan pemohon dan termohon ternyata terdapat
halangan perkawinan, karena perkawinan pemohon dan termohon tidak
memenuhi ketentuan Pasal 40 huruf (a) KHI, dengan kata lain perceraian
pemohon dengan suami pertamanya dan perceraian termohon dengan istri
pertamanya belum mendapatkan legalitas; b) Bahwa adanya perceraian dari
perkawinan pertama termohon harus dikaji dan diputuskan terlebih dahulu
mengenai keabsahannya oleh instansi yang berwenang, yaitu Pengadilan Agama,
sehingga Majelis Hakim berpendapat adanya 2 (dua) peristiwa perkawinan dan 1
(satu) perceraian, dimana kedudukan pemohon dengan 2 (dua) suami dan
termohon dengan 2 (dua) istri tidak dapat dilakukan pertimbangan secara
bersamaan, karena adanya subjek yang berbeda, dan bahkan tidak menjadi pihak
dalam perkara a quo; dan c) Bahwa karena antara pemohon dan termohon
sebelumnya pernah terikat perkawinan yang sah dengan pernikahan sebelumnya
dan belum mendapatkan legalitas atas status masing-masing, sehingga perkara
tersebut cacat hukum atau tidak memenuhi syarat-syarat formil sebagai suatu
perkara yang diajukan pemohon, karena perceraian pertama harus diputuskan
terlebih dahulu mengenai keabsahannya oleh pengadilan, maka dengan demikian
perkawinan kedua pemohon dan termohon tidak dapat diputuskan sebelum
keabsahan perceraian pemohon dengan suami pertama dan perceraian termohon
dengan istri pertama dapat diputuskan lebih dahulu. Akibat hukum keluarnya
putusan nomor 210/Pdt.G/2016/PA.Pdlg bagi para pihak adalah status antara
pemohon dan termohon adalah tidak dalam ikatan perkawinan lagi setelah
dikeluarkannya putusan tersebut. Namun pembatalan kawin tersebut tidak berlaku
surut terhadap anak yang lahir dari perkawinan tersebut sesuai dengan yang diatur
dalam Pasal 75 dan Pasal 76 KHI. Kedua orang tua si anak, yaitu pemohon dan
termohon tetap memiliki tanggung jawab pada anak mereka sebagaimana orang
tua pada umumnya. Sementara saran dalam penelitian ini ditujukan untuk para
pihak berikut: 1) Kepada masyarakat, sebagai warga negara Indonesia yang
merupakan negara hukum, hendaknya memperhatikan dan mengutamakan hukum
dalam bertindak, termasuk dalam melakukan suatu perceraian, perceraian harus
dilakukan sesuai dengan tata cara perceraian yang berlaku, begitu pula dengan
perkawinan harus memperhatikan rukun dan syarat sah perkawinan serta
melaksanakan perkawinan yang sesuai dengan yang dianjurkan oleh undangundang
yaitu perkawinan yang dicatatkan dan dilaksanakan dibawah pengawasan
Pegawai Pencatat Nikah agar terjamin perlindungan dan kepastian hukumnya,
sebab perkawinan yang tidak dicatatkan cenderung akan merugikan, terutama bagi
perempuan dan anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut. 2) Terhadap pihak
yang mengajukan itsbat nikah, hendaknya menyelesaikan terlebih dahulu
perceraian dengan perkawinan terdahulunya sesuai dengan prosedur yang berlaku
yang telah diatur dalam hukum positif Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang
Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam, dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. 3) Kepada pemerintah, regulasi terkait dengan masalah perkawinan
dan perceraian di Indonesia hendaknya dilakukan perbaikan demi tercapainya
kesejahteraan masyarakat, dan juga lebih banyak melakukan penyuluhanpenyuluhan
terkait dengan masalah perkawinan yang sah dimata agama dan
negara kepada masyarakat dengan harapan bahwa masyarakat, khususnya
perempuan agar lebih memahami arti pentingnya pencatatan perkawinan dan
sebisa mungkin menghindari terjadinya perkawinan yang tidak dicatatkan atau
perkawinan siri demi terjaminnya hak mereka terkait perkawinan tersebut.
Collections
- UT-Faculty of Law [6257]