Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Muslim Melalui Seritifkasi Halal pada Produk Obat-Obatan
Abstract
Tujuan umum melengkapi tugas akhir dan persyaratan akademik guna
mencapai gelar Sarjana Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum pada
Universitas Jember dan sebagai salah satu wahana pengembangan ilmu
pengetahuan dalam disiplin ilmu hukum yang telah di dapat selama perkuliahan
serta fakta yang terdapat di masyarakat, sehingga dapat memberikan manfaat
baik kepada para pihak yang memiliki kepentingan dengan permasalahan yang
akan dibahas dalam skripsi ini. Tujuan khsususnya yaitu untuk mengetahui dan
memahami regulasi yang mengatur tentang sertifikasi halal pada produk obatobatan
yang beredar di Indonesia, untuk mengetahui dan memahami
pengawasan produksi dan peredaran obat-obatan yang bersertifikasi halal di
Indonesia, serta untuk mengetahui dan memahami implikasi hukumnya jika
produk obat-obatan yang beredar di Indonesia memiliki label halal tetapi
produknya belum bersertifikasi halal.
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini meliputi tipe penelitian
yuridis normatis dan menggunakan pendekatan masalah melalui undang-undang
(statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach), bahan
hukum meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan non
hukum, dilanjutkan dengan analisa bahan hukum.
Hasil penelitian skripsi ini yaitu bahwa regulasi yang mengatur tentang
sertifikasi halal pada produk obat-obatan yang beredar di Indonesia masih belum
memberikan kepastian hukum, maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1963 tentang Farmasi, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014
Tentang Jaminan Produk Halal, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia Nomor HK. 03.1.23.06.10.5166 Tentang
Pencantuman Informasi Asal Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol, dan Batas
Kadaluarsa Pada Penandaan/Label Obat,Obat Tradisional, Suplemen Makanan
dan Pangan, serta Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 30 tahun 2013 tentang
Obat dan Pengobatan. Namun terdapat kelemahan terhadap regulasi yang terkait
dengan sertifikasi tersebut karena peraturan pelaksana berupa peraturan
pemerintah dan peraturan menteri belum diberlakukan dan di sahkan.
Pengawasan terhadap produksi dan peredaran produk obat-obatan dilakukan
oleh pemerintah, masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat (LPKSM), sedangkan pengawasan terhadap produk obat-obatan
yang bersertifikasi halal di Indonesia diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat, dan
Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI). Implikasi hukumnya jika
produk obat-obatan yang beredar memiliki label halal tetapi produknya belum
bersertifikasi halal merupakan suatu penipuan atau pemalsuan label halal pada
kemasan produk obat-obatan yang kemudian akan dilakukan penarikan produk
tersebut dari peredaran. Namun sebelum dilakukan penarikan produk dari
peredaran, maka LPPOM-MUI berhak mengambil langkah hokum, namun
sebelum itu pihak LPPOM-MUI melakukan negoisasi atau pembinaan agar
perusahaan tersebut mau mendaftarkan produknya untuk mendapat sertifikat
halal, karena pada dasarnya LPPOM-MUI lebih mengutamakan cara
musyawarah kekeluargaan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Namun
apabila pihak LPPOM-MUI sudah menegur sampai 3(tiga) kali dan perusahaan
tersebut tidak berkenan untuk mendaftarkan produknya dan tetap mencantumkan
label halal LPPOM-MUI dalam kemasannya, maka dengan terpaksa LPPOMMUI
akan mengambil tindakan yang tegas yaitu melaporkan kepada pihak yang
berwajib.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]