PENYELESAIAN KASUS YANG DISEBABKAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA KENDARAAN BERMOTOR OLEH WISATAWAN
Abstract
Potensi pariwisata sebagai penghasil devisa, penyerapan tenaga kerja dan
penggerak pertumbuhan ekonomi, kini telah menciptakan persaingan di antara
daerah-daerah tujuan wisata baik antar kawasan lokal, regional, nasional maupun
internasional. Pengembangan sektor pariwisata (baik wisata alam, wisata budaya,
dan lain-lain) ternyata sudah cukup lama menjadi isu strategis untuk menghasilkan
devisa. Oleh karena itu, pemerintah telah berusaha untuk memobilisasi sumber
daya yang ada dengan melibatkan lebih banyak peran sektor industri dan
masyarakat. Keterlibatan sektor-sektor industri yang difasilitasi oleh pemerintah
melalui instansi teknis merupakan pilihan yang arif dalam rangka memberdayakan
seluruh lapisan masyarakat. Seiring dengan berjalannya waktu, setiap tahun
semakin banyak para wisatawan yang berwisata untuk mencari hiburan karena
kepenatan oleh aktivitas kerja disetiap harinya. Industri pariwisata yang kian
berkembang dengan didukung oleh kian banyaknya destinasi wisata disetiap daerah
yang mulai terkenal membuat para pelancong semakin bertambah. Untuk
mendukung hal itu, perkembangan bisnis sewa menyewa kendaraan bermotor
merupakan tuntutan dari perkembangan geliat Pariwisata. Para wisatawan terutama
warga Negara asing (WNA) yang datang dari berbagai Negara membutuhkan jenis
angkutan yang bisa disetir menurut kemauan sendiri dan tidak perlu berdesakan
dengan wisatawan lainnya. Dalam hal sewa menyewa kendaraan bermotor itu,
diperlukan adanya suatu perjanjian sewa menyewa terlebih dahulu yang telah
disepakati antara kedua belah pihak yaitu pihak penyewa dan pihak yang
menyewakan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk membahas lebih
lanjut hal itu dalam suatu karya ilmiah dengan judul “Penyelesaian Kasus Yang
Disebabkan Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan
Bermotor Oleh Wisatawan”.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan diteliti adalah : (a) Apa
isi perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor yang dilakukan oleh wisatawan ?
(b) Apa kedudukan para pihak dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan
bermotor untuk kepentingan wisata ? (c) Apa upaya yang dapat dilakukan apabila
terjadi wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor yang
dilakukan oleh wisatawan ?
Tujuan umum yang hendak dicapai adalah (a) Memberikan tambahan
wawasan bagi masyarakat luas tentang perjanjian sewa menyewa kendaraan
bermotor yang dilakukan oleh para wisatawan, dan (b) Memberikan pengetahuan
terhadap masyarakat akibat-akibat yang dapat timbul apabila terjadinya suatu
pelanggaran dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor yang dilakukan
oleh wisatawan. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai adalah (a) Mengetahui
dan memahami isi perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor yang dilakukan
oleh wisatawan; (b) Mengetahui dan memahami kedudukan para pihak dalam
perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor untuk kepentingan wisata; dan (c)
Mengetahui dan memahami upaya yang dapat dilakukan apabila terjadi wanprestasi
dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor yang dilakukan oleh
wisatawan.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah Tipe
penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif (Legal Research), Pendekatan
perundang-undangan (statue approach) dan Pendekatan konseptual (conceptual
approach), Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder dan Bahan Non
Hukum, kemudian dilakukan analisis dan akhirnya disimpulkan dengan
menggunakan metode deduktif.
Kesimpulannya adalah (a) Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor
yang dilakukan oleh Wisatawan memuat berbagai hal, termasuk kewajiban dan hak
masing-masing pihak (baik pihak yang menyewakan maupun pihak penyewa). Jadi,
isi perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor antara lain harus memuat : nama
perjanjian, tanggal pembuatan, subyek hukum, obyek sewa menyewa, jangka
waktu, besarnya uang sewa, besarnya denda, adanya larangan untuk mengalihkan
kendaraan yang disewa, kewajiban memelihara dan merawat, serta pengembalian
kendaraan jika masa sewa sudah berakhir. (b) Kedudukan para pihak dalam
Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Kermotor untuk kepentingan Wisata adalah
sederajat. Oleh karena itu, masing-masing pihak memiliki kewajiban yang sama
untuk memenuhi prestasi (secara bertimbal-balik). Demikian juga sebaliknya,
masing-masing pihak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan prestasi. (c)
Upaya yang dapat dilakukan oleh pihak yang menyewakan apabila terjadi
Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor untuk
kepentingan Wisatawan adalah semaksimal mungkin diupayakan penyelesaian
secara non litigasi. Penyelesaian secara non litigasi diharapkan sudah mampu
menyelesaikan masalahnya. Jika hal ini diabaikan oleh pihak penyewa, pihak yang
menyewakan dapat memberikan surat peringatan tertulis yang tidak dapat
dipungkiri oleh penyewa dengan tujuan agar si penyewa memenuhi kewajibannya.
Surat peringatan tersebut, biasanya tidak akan menimbulkan masalah jika si
penyewa menyadari kewajiban dan mau memenuhi prestasinya. Cara ini dilakukan
karena pada hakekatnya pihak yang menyewakan ingin selalu menjaga citra yang
baik dan penuh pengertian sehingga penyewa dapat terus menjadi pelanggan yang
bisa memberi keuntungan kepada pihak yang menyewakan kendaraan bermotor.
Jika cara-cara yang demikian tidak mampu untuk menyelesaikan perselisihannya,
maka pihak yang menyewakan kendaraan bermotor dapat mengajukan gugatan ke
pengadilan negeri yang berwenang.
Saran yang dapat disumbangkan adalah (a) Sebaiknya para pihak yang akan
membuat perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor untuk kepentingan
wisatawan, sebelum menandatangani surat perjanjian tersebut, agar benar-benar
mencermati isi dari perjanjian yang akan ditandatangani itu. Tujuannya agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari. (b) Di dalam membuat suatu
perjanjian (termasuk perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor untuk
kepentingan wisatawan), seharusnya para pembuatnya memiliki kedudukan yang
sederajat. Oleh karena itu, dalam perjanjian tersebut, tidak boleh mengabaikan
norma-norma yang berlaku dengan tujuan yang tertentu (misalnya mencari
keuntungan semata). (c) Dalam dunia bisnis (termasuk bisnis di bidang pariwisata),
jika terjadi perselisihan, maka sebaiknya para pihak menyelesaikan dengan caracara
non litigasi yaitu penyelesaian di luar sidang pengadilan (misalnya dengan
cara musyawarah untuk mencapai mufakat) karena hal ini akan menguntungkan
semua pihak. Jika cara penyelesaian yang demikian tidak berhasil, maka satusatunya
cara yang dapat ditempuh adalah pihak yang merasa dirugikan mengajukan
gugatan ke pengadilan negeri yang berwenang untuk itu (cara litigasi). Tujuannya,
untuk mencegah perbuatan menghakimi sendiri (eigenihting).
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]