dc.description.abstract | Pertumbuhan penduduk di Indonesia memiliki kecenderungan yang terus
meningkat pada tiap tahunnya. Berdasarkan sensus pada 2010 penduduk
Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa. Dengan pertambahan penduduk ini tentu
meningkatkan juga penggunaan lahan untuk pemukiman penduduk. Tekanan
terhadap lahan yang semakin tinggi akan berdampak pada seluruh komponen
lingkungan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang melampaui daya dukung
lingkungan hingga menyebabkan lahan terdegradasi. Dampak dari
terdegradasinya lahan menyebabkan lahan mengalami penurunan produktivitas
karena hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan
tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air
disebabkan oleh erosi. Di Jawa Timur dampak erosi dapat dilihat dengan adanya
lahan kritis seluas 4850,42 km² atau 10,08% dari total luas Jawa Timur.
Penanggulangan erosi dan pola tata ruang yang baik sangat dibutuhkan mengingat
dampak yang ditimbulkan erosi dapat mempengaruhi banyak aspek seperti
ketahanan pangan dan ketersediaan air.
Pendugaan erosi dilakukan dengan upaya model matematis. Kuantifikasi
pertama pendugaan erosi tanah merupakan fungsi dari faktor panjang dan
kemiringan lereng. Kemudian persamaan tersebut ditambah dengan faktor
tanaman dan praktek konservasi tanah. Setelah itu dilakukan penyempurnaan
dengan penambahan faktor erodibilitas dan intensitas hujan. Berdasarkan datadata
yang diperoleh maka Wischmeier dan Smith (1978) mengembangkan
persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE). Pengembangan model prediksi
erosi telah banyak dikembangkan bahkan USLE juga mengalami pengembangan
seperti Revised Universal Soil Loss Equation (RUSLE) yang parameternya sama
dengan USLE namun pada persamaan panjang dan kemiringan lereng. Pada saat
ini pemodelan pendugaan erosi dilakukan dengan memanfaatkan sistem Informasi Geografis (SIG). Di Indonesia USLE digunakan untuk memprediksi erosi.
Kemenhut (2013b) menyatakan perhitungan kehilangan tanah akibat erosi lapis
dan alur menggunakan rumus USLE. Pengembangan model USLE yang
diaplikasikan pada kondisi wilayah yang berbeda dapat menghasilkan nilai
perkiraan yang berbeda, terutama pada luas wilayah yang dikaji. Keterbatasan
USLE tersebut dapat menyebabkan over estimate pada hasil pendugaan erosi,
namun sampai saat ini USLE masih diaplikasikan secara luas di dunia untuk
menduga erosi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk (1) menghitung erosi secara
spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), (2) mengidentifikasi
kesesuaian hasil metode USLE dengan karakteristik yang dimiliki oleh DAS
kajian.
Peneletian ini dilaksanakan dengan cara mengalikan faktor erosi secara
spasial dengan metode USLE yaitu A = R x K x CP x LS. A merupakan laju erosi
(ton/ha/tahun), R adalah nilai erosivitas hujan (MJ.cm/tahun) didapatkan dari data
hujan harian Dinas PU pengairan (1993 – 2015), K merupakan nilai erodibilitas
tanah (ton/ha/MJ.mm) didapat dari Peta Tanah Tinjau Lembaga Penelitian Tanah
(1966), CP merupakan indeks pengelolaan tanaman dan konservasi manusia
berasal dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) (Bakosurtanal, 1998 – 2001) dan LS
merupakan panjang dan kemiringan lereng didapat dari ASTER-GDEM (2011).
Berdasarkan peta yang diperoleh klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
didominasi oleh TBE sangat ringan (<15 ton/ha/tahun) dengan luas 97,69% (laju
erosi 0,1 mm/tahun); TBE ringan 1,97% (2,33 mm/tahun); sedang 0,3% (8,27
mm/tahun); berat 0,05% (22,85); sangat berat 0,002% (51,32 mm/tahun).
Dominasi nilai TBE sangat ringan dikarenakan bentuk DAS yang memanjang dan
sempit maka pada daerah kajian memiliki jarak antara tempat jatuhnya air hujan
sampai outlet pun jauh lebih lama. Namun untuk skala DAS penggunaan metode
USLE dianggap over estimate terutama pada kelas erosi sedang sampai sangat
berat dikarenakan prediksi tidak mempertimbangkan pengendapan sedimen.
Selain itu keragaman yang dimiliki DAS menjadi keterbatasan dalam prediksi
menggunakan USLE. Hasil prediksi USLE masih dapat digunakan sebagai dasar
pemilihan penggunaan lahan dan konservasi. | en_US |