UPAYA PENYELAMATAN KREDIT BERMASALAH OLEH BANK MELALUI RESTRUKTURISASI KREDIT
Abstract
Salah satu indikator pemeliharaan kepercayaan masyarakat terhadap Bank
terlihat dari upaya pemberian kredit terhadap rakyat. Pemberian kredit terhadap
masyarakat bertujuan untuk membantu perekonomian rakyat dan menjaga kualitas
hidup rakyat. Melalui perkreditan maka nantinya akan berimplikasi terhadap
pembangunan perekonomian dalam negeri. Pemberian kredit merupakan kegiatan
utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan
kelangsungan usaha bank. Namun mengingat sebagai lembaga intermediasi,
sebagian besar dana bank berasal dari dana masyarakat, maka pemberian kredit
perbankan banyak dibatasi oleh ketentuan undang-undang dan ketentuan Bank
Indonesia
Sesuai dengan pengertian kredit menurut Undang-Undang Nomor
10/1998, persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam merupakan dasar dalam
pemberian kredit, sehingga dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit salah satu hal
yang perlu diperhatikan adalah aspek perjanjian kredit, agar dalam pelaksanaan
restrukturisasi kredit tidak menimbulkan akibat hukum yang merugikan salah satu
pihak. Perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan (voorovereenkmst) dari
penyerahan uang dimana perjanjian pendahuluan merupakan hasil permufakatan
antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan – hubungan hukum
antara keduanya. Dalam praktek perbankan, bentuk dan format dari perjanjian
kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan. Hal-hal yang harus
dipedomani dalam perjanjian kredit adalah bahwa rumusan perjanjian kredit tidak
boleh kabur atau tidak jelas, memuat secara jelas jumlah besarnya kredit, jangka
waktu, tata cara pembayaran kembali dan persyaratan lain yang lazim dalam
perjanjian kredit, serta harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara
hukum.
Rumusan masalah meliputi (1) Apa saja kriteria kredit bermasalah
sehingga perlu dilakukan restrukturisasi kredit? (2) Apa akibat hukum apabila
kredit bermasalah tetap tidak terselamatkan setelah dilakukan restrukturisasi
kredit? (3) Bagaimanakah pelaksanaan penyelesaian kredit macet dengan cara
restrukturisasi kredit? Tujuan umum penulisan ini adalah sebagai persyaratan
guna melengkapi dan memenuhi tugas sebagai persyaratan pokok akademis untuk
meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, sebagai
salah satu sarana untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan hukum yang
diperoleh dari perkuliahan yang bersifat teoritis dengan praktik yang terjadi dalam
masyarakat, untuk memberikan wawasan dan informasi, serta sumbangan
pemikiran yang berguna bagi kalangan umum, para mahasiswa fakultas hukum
dan almamater serta para pihak yang tertarik dan berminat terhadap masalah yang
dihadapi. Sedangkan tujuan khusus ialah untuk mengetahui maksud dari
permasalahan yang dibahas. Tipe penelitian dalam penulisan skripsi ini
menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang
diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan
menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif, dengan
menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan
Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach), serta sumber bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, bahan non hukum dan analisis bahan
hukum.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan antara lain sebagai
berikut: 1)Kriteria kredit bermasalah yang dapat dilakukan restrukturisasi kredit,
meliputi: a) Kredit Kurang Lancar (substandard) ialah Suatu kredit dikatakan
kredit kurang lancar apabila terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga
yang telah melampaui 90 hari, b) Kredit Diragukan (doubtful) ialah Suatu kredit
dikatakan kredit diragukan apabila terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau
bunga yang telah melampaui 180 hari, atau sering terjadi cerukan yang bersifat
permanen, atau terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari, atau terjadi kapitalisasi
bunga, c) Kredit Macet (loss) Suatu kredit dikatakan kredit macet apabila terdapat
tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari, atau
kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru, atau dari segi hukum maupun
kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. 2) Akibat hukum
jika kredit bermasalah yang tetap tidak terselamatkan setelah dilakukan
restrukturisasi kredit adalah kedudukan kredit kembali ke kedudukan semula yaitu
tetap menjadi kredit bermasalah atau macet maka bank dapat melakukan proses
atau tahapan-tahapan penyitaan jaminan antara lain: a) Pemberitahuan
keterlambatan pembayaran; b) Memberikan surat peringatan; c) Somasi melalui
pengadilan negeri. 3) Pelaksanaan penyelesaian kredit macet dengan cara
restrukturisasi kredit melalui hapus buku dan hapus tagih, non litigasi dan litigasi.
Melalui hapus buku ialah merupakan tindakan adminstratif bank untuk
menghapus buku kredit macet dari neraca sebesar kewajiban debitur, tanpa
menghapus tagih hak bank kepada debitur, hapus tagih ialah tindakan bank
menghapus semua kewajiban debitur yang tidak dapat diselesaikan, jalur non
litigasi adalah kredit yang semula tergolong kurang lancar, diragukan atau macet
yang kemudian diusahakan untuk diperbaiki sehingga mempunyai kolekbilitas
lancar. Penyelesaian kredit dengan melakukan upaya hukum melalui jalur litigasi
(peradilan) merupakan alternatif akhir yang harus ditempuh bank manakala kredit
atau pinjaman debitur sudah tidak dapat diselamatkan lagi. Penyelesaian melalui
prosedur hukum dapat ditempuh dengan melakukan penyelesaian kredit melalui
jalur pengadilan negeri dan jalur pengadilan niaga.
Saran yang dapat diberikan adalah Hendaknya pemerintah segera membuat
penetapan undang-undang yang mengatur secara khusus mengenai restrukturisasi
agar pelaksanaan restrukturisasi jelas dan memiliki dasar hukum yang kuat dalam
pelaksanaanya, sehingga nanti tidak ada pihak yang merasa dirugikan baik phak
kreditur maupun debitur. Hendaknya pihak bank (kreditur) secara konsisten dan
terus menerus melakukan sosialisasi dan pemantauan kepada pihak debitur atau
calon debitur sebagai tindakan prefentif terhadap masalah perkreditan, pihak
debitur proaktif melakukan komunikasi dengan pihak kreditur (bank) ketika
kreditnya masuk kategori kredit bermasalah.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]