RANCANG BANGUN ALAT TANAM JAGUNG SISTEM TUGAL TANPA OLAH TANAH
Abstract
Jagung dimanfaatkan sebagai makanan pokok khususnya di daerah Jawa Timur dan Madura, sehingga tanaman jagung dibudidayakan cukup intensif karena tanah dan iklimnya sangat mendukung. Berdasarkan aspek produksi sebenarnya swasembada jagung sudah terpenuhi. Namun, karena kontinuitas kebutuhan tidak dapat dipenuhi maka terpaksa dilakukan impor walaupun pada saat tertentu dilakukan ekspor
Permasalahan yang timbul dalam menanam adalah kebiasaan petani yang sampai saat ini masih banyak menggunakan cara-cara konvensional dalam menanam jagung dan teknologi yang digunakan untuk penanaman jagung kurang memadai, sedangkan mesin-mesin canggih yang digunakan di negara-negara maju tidak dapat digunakan di Indonesia karena terlalu mahal.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja hasil rekayasa alat penanam jagung, dan jumlah biji jagung yang dikeluarkan oleh alat tugal ini dengan syarat penanaman yaitu 1 butir per lubang dengan kedalaman 3 — 5 cm.
Parameter pengujian yang dilakukan adalah parameter uji lapang dan laboratorium, yaitu meliputi waktu dan kapasitas saat di lapang dan kerja dari alat saat menanam dan membuat lubang.
Waktu yang digunakan alat tanam saat diuji di laboratorium dan di lapang menunjukkan banyak perbedaan. Rata-rata waktu yang digunakan alat tanam saat di laboratorium adalah 8,9 menit, sedangkan pada saat dioperasikan di lapang adalah 11,5 menit. Hal ini menunjukkan effisiensi alat pada saat di laboratorium lebih tinggi dibandingkan dengan saat di lapang. Keadaan ini dipengaruhi oleh kondisi tanah, jarak penanaman, kondisi alat dan operator. Kapasitas saat di lapang sebesar 102,2 jam/hektar. Kualitas alat dari segi kedalaman 68% memenuhi syarat penanaman; berdasar atas segi keseragaman biji yang keluar 80,33% sesuai syarat penanaman dan persentase biji yang tumbuh sebesar 63%.
Sebagai kesimpulan, alat ini mempunyai efisiensi 71,25% dibanding dengan cara penanaman tradisional, persentase biji yang tumbuh sebesar 63,33% dan juga ongkos penggunaan lebih rendah dibanding ongkos buruh.