Show simple item record

dc.contributor.authorSaputra, Heru S. Puji
dc.date.accessioned2016-09-09T06:30:51Z
dc.date.available2016-09-09T06:30:51Z
dc.date.issued2016-09-09
dc.identifier.isbn978-602-258-381-3
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/77007
dc.description.abstractLeksikon welas asih (‘belas kasih’, ‘kasih sayang’, ‘iba’) kini menjadi cukup populer, bukan hanya pada lingkungan masyarakat adat atau masyarakat lokal Using, melainkan juga pada tingkat nasional, dan bahkan internasional. Hal itu dipicu oleh pencanangan Banyuwangi sebagai Kota Welas Asih (Compassionate City) pertama di Indonesia melalui penandatanganan Piagam Welas Asih (Charter for Compassion) yang dilaksanakan oleh Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, di Banyuwangi, 5 Agustus 2014. Dengan penandatanganan piagam tersebut, Banyuwangi masuk dalam jaringan 40 kota di dunia ―sejajar dengan Atlanta, Appleton, Denver, Houston, dan Seattle (kota-kota di Amerika Serikat), Groningen dan Leiden (Belanda), Capetown (Afrika Selatan), Eskilstuna (Swedia), Botswana dan Parksville (Kanada), serta Gaziantep (Turki)― yang telah ditetapkan menjadi Kota Welas Asih sesuai inisiasi program Compassion Action International. Di sisi lain, leksikon welas asih juga lekat dengan masyarakat adat Using karena menjadi salah satu kata kunci yang termuat dalam produk tradisi lisan, di antaranya dalam mantra. Mantra Using yang berjenis pengasihan senantiasa menyebut-nyebut leksikon welas asih dengan frase teka welas teka asih (‘datang belas datang kasih’), karena ia merepresentasikan fungsi atau tujuan dari mantra tersebut.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectWELAS ASIHen_US
dc.subjectTRADISI SAKRALen_US
dc.subjectBUDAYA PROFANen_US
dc.titleWELAS ASIH: MEREFLEKSI TRADISI SAKRAL, MEMPROYEKSI BUDAYA PROFANen_US
dc.typeProsidingen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record