WELAS ASIH: MEREFLEKSI TRADISI SAKRAL, MEMPROYEKSI BUDAYA PROFAN
Abstract
Leksikon welas asih (‘belas kasih’, ‘kasih sayang’, ‘iba’) kini menjadi cukup
populer, bukan hanya pada lingkungan masyarakat adat atau masyarakat lokal
Using, melainkan juga pada tingkat nasional, dan bahkan internasional. Hal itu
dipicu oleh pencanangan Banyuwangi sebagai Kota Welas Asih (Compassionate
City) pertama di Indonesia melalui penandatanganan Piagam Welas Asih
(Charter for Compassion) yang dilaksanakan oleh Bupati Banyuwangi, Abdullah
Azwar Anas, di Banyuwangi, 5 Agustus 2014.
Dengan penandatanganan piagam tersebut, Banyuwangi masuk dalam
jaringan 40 kota di dunia ―sejajar dengan Atlanta, Appleton, Denver, Houston,
dan Seattle (kota-kota di Amerika Serikat), Groningen dan Leiden (Belanda),
Capetown (Afrika Selatan), Eskilstuna (Swedia), Botswana dan Parksville
(Kanada), serta Gaziantep (Turki)― yang telah ditetapkan menjadi Kota Welas
Asih sesuai inisiasi program Compassion Action International.
Di sisi lain, leksikon welas asih juga lekat dengan masyarakat adat Using
karena menjadi salah satu kata kunci yang termuat dalam produk tradisi
lisan, di antaranya dalam mantra. Mantra Using yang berjenis pengasihan
senantiasa menyebut-nyebut leksikon welas asih dengan frase teka welas teka
asih (‘datang belas datang kasih’), karena ia merepresentasikan fungsi atau
tujuan dari mantra tersebut.
Collections
- LSP-Conference Proceeding [1874]