PEMBATALAN PERKAWINAN POLIANDRI (Studi putusan Pengadilan Agama No : 1299/Pdt.G/2012/PA.Sit)
Abstract
Tujuan penulisan dari skripsi ini, secara umum yakni untuk memenuhi
salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas
Jember, memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi kalangan umum
dan khususnya mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember, mengembangkan
dan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh diperkuliahan dengan
kasus yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Adapun tujuan khususnya untuk
mengetahui dan memahami dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara
pembatalan perkawinan poliandri yang di ajukan di Pengadilan Agama Situbondo
(No : 1299/Pdt.G/PA.Sit) dan Untuk mengetahui dan memahami akibat hukum
terhadap anak dan harta perkawinan pembatalan perkawinan poliandri.
Metode penenelitian skripsi ini menggunakan tipe penulisan yuridis
normatif (legal research) dimana setiap permasalahan yang diangkat, dibahas dan
diuraikan dalam penelitian ini terfokus pada kaidah-kaidah dan norma-norma
dalam hukum positif. Pendekatan masalah yang digunakan, penulis menggunakan
Pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual
(conceptual approach).
Berdasarkan hasil pembahasan, Pada kasus perkara perdata Nomor
1299/Pdt.G/2012/PA.Sit, adapun yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam
memutus perkara pembatalan perkawinan poliandri yang diajukan di Pengadilan
Agama Situbondo (No : 1299/Pdt.G/2012/PA.Sit) yaitu, Al-Qur’an Surat An-
Nisa’ ayat 24, Pasal 3 ayat (1), Pasal 9, Pasal 28 ayat (2) huruf a, dan Pasal 22
Undang-undang Perkawinan. Selain pertimbangan-pertimbangan diatas juga
terdapat faktor lain yakni termohon tidak pernah hadir selama persidangan,
sehingga permohonan pemohon dikabulkan dengan verstek. Keputusan
pengadilan tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dari
perkawinan tersebut. Status anak yang dilahirkan tetap mempunyai status hukum
scara resmi sebagai anak sah. Undang-Undang Perkawinan memberi pengecualian
terhadap suami istri yang perkawinannya dibatalkan oleh Pengadilan Agama
karena dalam melangsungkan perkawinan tidak ada itikad baik. Namun dari
ketentuan isi Pasal 28 Undang-Undang Perkawinan dapat diketahui bahwa
terhadap perkawinan yang dibatalkan karena sudah ada perkawinan yang
terdahulu tidak akan ada pembagian harta bersama, kecuali ditentukan lain oleh
kedua belah pihak.
Penulis juga memberikan saran yaitu hendaknya bagi para pihak dalam
melangsungkan suatu perkawinan benar-benar memperhatikan hal-hal yang
berkaitan dengan perkawinan itu sendiri. Sebab tujuan dari perkawinan adalah
untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi sangatlah disayangkan bila
perkawinan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang baik harus berakhir
dengan pembatalan oleh pengadilan, dan hendaknya petugas pencatat perkawinan
Kantor Urusan Agama lebih berhati-hati dan teliti dalam memeriksa kelengkapan
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh kedua calon mempelai sebelum
melangsungkan perkawinan. Agar tidak sampai terjadinya pemalsuan identitas
yang dapat mengakibatkan pembatalan perkawinan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]