Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Pengembangan Produksi Kopi di Kabupaten Jember
Abstract
Kopi (Coffea spp. L.) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang
masuk dalam katagori komoditi strategis. Komoditi ini penting karena memenuhi
kebutuhan domestik maupun sebagai komoditi ekspor penghasil devisa negara.
Kabupaten Jember merupakan wilayah yang potensial untuk ditanami kopi. Selain
diusahakan oleh rakyat kopi juga dikelola oleh pihak BUMN (PT. Perkebunan
Nusantara XII), Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) dan swasta. Total areal
perkebunan kopi di Kabupaten Jember 16.882 Ha dengan pengusahaan kopi
rakyat seluas 4.911 Ha yang tersebar di 27 kecamatan dengan areal terluas berada
di Kecamatan Silo. Selanjutnya sebanyak 14 kebun dengan luas areal 6.009 Ha
dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara XII (PTPN XII), 7 kebun seluas 2.267
Ha dikelola oleh Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) dan 10 kebun dengan luas
areal 3.695 Ha dikelola oleh pihak swasta. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui: (1) trend produksi kopi di Kabupaten Jember, (2) apakah
terdapat keunggulan komparatif dan kompetitif dalam pengusahaan kopi di
Kabupaten Jember, (3) dampak dari kebijakan pemerintah terhadap pengusahaan
kopi di Kabupaten Jember.
Penentuan daerah penelitian dilakukan berdasarkan metode sengaja
(purposive method) di Kabupaten Jember. Metodologi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif dan analitik. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder. Metode analisis yang digunakan untuk trend
produksi adalah trend kuadrat terkecil (least square method), sedangkan daya
saing produksi menggunakan analisis PAM (Policy Analysis Matrix).
Hasil analisis menunjukkan bahwa : (1) Trend produksi kopi di Kabupaten
Jember cenderung meningkat yang ditunjukan dengan nilai trend
Y=18048,96+350,28X. Hal ini berarti bahwa produksi kopi di Kabupaten Jember
setiap tahunnya mengalami peningkatan sebesar 350,28 kw per ha, (2) Kabupaten
Jember memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang ditunjukkan oleh
nilai koefisien DRC dan PCR yang lebih kecil dari satu yaitu 0,35 dan 0,50 yang
berarti bahwa untuk menghasilkan satu-satuan nilai tambah output hanya
diperlukan korbanan sumberdaya domestik yang lebih kecil dari satu, sehingga
Kabupaten Jember akan lebih menguntungkan untuk meningkatkan produksi
dalam negeri dibandingkan mengimpor, (3) Kebijakan pemerintah tidak
berdampak positif terhadap pengembangan produksi kopi di Kabupaten Jember
yang ditunjukkan oleh nilai koefisien DRC lebih baik dari pada nilai koefisien
PCR, dan nilai koefisien NPCO yang lebih kecil dari satu yang berarti bahwa
petani menerima harga yang lebih rendah dibandingkan harga sosialnya,
meskipun kebijakan pemerintah berdampak positif terhadap input namun tidak
berarti apa-apa bagi petani karena petani tetap tidak dapat mengembangkan
produksinya.
Collections
- UT-Faculty of Agriculture [4239]