dc.description.abstract | Kesimpulan penulis dari pembahasan perlindungan hukum bagi pencipta
karya sinematografi adalah Peraturan hukum dan Perundang-undangan Indonesia
telah memberikan perlindungan hukum terhadap pencipta atau pemegang Hak
Cipta atas karya Sinematografi, dengan berlakunya Undang-Undang No. 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta. Perlindungan Hak Cipta atas karya sinematografi dapat
dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu dengan secara preventif yaitu perlindungan
yang diberikan pemerintah dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran
dengan melakukan pendaftaran Hak Cipta ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual. Dan dengan cara represif yaitu perlindungan yang diberikan pemerintah
dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa apabila terjadi pelanggaran terhadap
Hak Cipta atas karya Sinematografi dengan cara mengajukan gugatan ke
Pengadilan Niaga. Pertimbangan hukum hakim dalam Putusan MA Nomor 305
K/P.dt.S.us-HKI/2014 Sudah sesuai dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta. Ditinjau dari eksistensi Rachmawati sebagai pemohon apabila
dikaitkan dalam kedudukannya sebagai Pihak lain sekaligus ahli waris dari
Soekarno maka secara hukum putusan hakim tersebut sudah bertentangan dengan
ketentuan hukum perdata dan hak cipta. Dalam kasus penyelesaian sengketa dapat
dilakukan dengan 2 (dua) jalur, yaitu jalur non litigasi dan litigasi. jalur non litigasi
merupakan penyelesain secara musyawarah antara pihak yang bersengketa
sendangkan jalur litigasi penyelesaiannya berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta,
yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan yang cukup memadai tentang
penyelesaian sengketa secara perdata dengan mangajukan gugatan ganti rugi oleh
pemengang Hak Cipta atas pelanggaran Hak Ciptanya kepada Pengadilan Niaga. | en_US |