Perlindungan Hukum Emiten Non Jasa Keuangan Pasar Modal Atas Pungutan Otoritas Jasa Keuangan ditinjau Dari Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan
Abstract
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh
Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa Pihak yang melakukan kegiatan di
sektor jasa keuangan yang selanjutnya disebut Pihak adalah Lembaga Jasa
Keuangan dan/atau orang perseorangan atau badan yang melakukan kegiatan di
sektor jasa keuangan. Pungutan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan
(disingkat OJK) yang tertuju pada pelaku pasar modal yang di dalamnya juga
termasuk emiten akan berdampak pada naiknya biaya emisi saham atau biaya aksi
korporasi menjadi mahal dan akan meningkatkan beban yang di tanggung
konsumen meningkat, sedangkan emiten dalam pasar modal itu sendiri tidak
seluruhnya berusaha di sektor keuangan. Di dalamnya masih terdapat emiten
properti, makanan, semen, dan lain sebagainya. Namun, peraturan OJK sendiri
tetap tidak memperhatikan emiten manakah yang berusaha di sektor jasa keuangan
atau tidak, dan dalam peraturan OJK itu sendiri memungut secara merata terhadap
emiten yang melakukan kegiatan di sektor pasar modal. Rumusan masalah yang
akan dibahas adalah : (1) Apa perlindungan hukum terhadap emiten pasar modal
atas pungutan oleh Otoritas Jasa keuangan ? dan (2) Apa akibat hukum apabila
emiten pasar modal tidak membayar pungutan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan ? Tujuan umum penulisan ini adalah : untuk memenuhi syarat-syarat dan
tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya
hukum lingkup hukum perdata. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini
menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat,
dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidahkaidah
atau norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah menggunakan
pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual, dengan bahan hukum yang
terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan pertama, perlindungan
hukum bagi emiten non jasa keuangan atas pungutan yang dilakukan oleh OJK
masih belum terbentuk. Hal ini menyebkan emiten non jasa keuangan tidak dapat
melakukan pembelaan atas Pengenaan pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Pungutan yang di bayarkan oleh emiten kepada OJK tersebut digunakan sebagai
biaya operasional, yang berdasarkan nilai emisi efek yang dimiliki oleh emiten
pasar modal yang dimana dalam prakteknya tidak ada perbedaan antara emiten
yang menjalankan usaha nya dibidang jasa keuangan dan bidang non jasa
keuangan. Pungutan ini menimbulkan kekhawatiran adanya pengaruh terhadap
independensi OJK sebagai pengawas dengan menerima pungutan dari industri yang
diawasi. Permasalahan berikutnya, beberapa emiten merasa keberatan karena sudah
membayar iuran tahunan kepada BEI yang berupa Annual listing fee, sehingga
dikhawatirkan beban pungutan ini akhirnya akan dibebankan kepada konsumen.
Sehingga upaya hokum yang dapat dilakukan oleh emiten pasar modal non jasa
keuangan berupa perlindungan hukum preventif, dimana perlindungan hukum ini
memiliki arti untuk memberikan suatu kesempatan bagi warga Negara untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya untuk mecegah terjadinya suatu sengketa.
Kedua, akibat hukum apabila emiten non jasa keuangan di pasar modal tidak
membayar pungutan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, dapat dikenakan
sanksi berupa denda keterlambatan dan teguran, sebagaimana disebutkan dalam
ketentuan Pasal 12 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.02/2014
tentang Tata Cara Pelaksanaan Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan. Kebijakan
pungutan terhadap industri keuangan di tanah air tidak berlaku mutlak, karena
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan keringanan pembayaran kepada
perusahaan yang dinilai sedang mengalami kesulitan keuangan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]