Show simple item record

dc.contributor.advisorEktjahjana, Widodo
dc.contributor.advisorIndrayati, Rosita
dc.contributor.authorMANUEL, ELKRISTI FERDINAN
dc.date.accessioned2015-12-01T03:31:42Z
dc.date.available2015-12-01T03:31:42Z
dc.date.issued2015-12-01
dc.identifier.nim110710101140
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/65344
dc.description.abstractHak asasi manusia merupakan hak yang dimiliki oleh setiap makhluk hidup sejak dilahirkan. Hak tersebut haruslah dijunjung tinggi dan dihormati oleh setiap individu. Konsep mengenai hak asasi manusia sebelumnya sudah banyak dibahas oleh para tokoh-tokoh terkemuka, mulai dari hukum alam, hukum Tuham, hingga konsep modern seperti liberalis dan komunis. Secara internasional kebebasan beragama telah diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Jauh sebelum dikeluarkannya DUHAM oleh PBB pada tahun 1948, perkembangan hak asasi manusia telah ada di Indonesia sudah terlebih dahulu terbentuk. Dalam naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1945 jelas tertulis bahwa bangsa Indonesia mengakui bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa yang dengan kata lain bangsa Indonesia menjunjung tinggi semangat kemerdekaan berlandaskan asas hak asasi manusia. Perkembangan hak asasi manusia di Indonesia pun telah ada sebelum lahirnya kemerdekaan Indonesia, terbuki dengan adanya perjuangan-perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, perkembangan hak asasi manusia pun semakin berkembang. Indonesia pun menjadi negara yang serius dalam membenahi segala permasalahan-permasalan mengenai hak asasi manusia. Hal ini terbukti dengan keseriusan pemerintah Indonesia dengan membentuk beberapa aturan hukum. Dimulai dari terbentuknya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mencantumkan hak asasi manusia kedalam landasan konstitusi. Terciptanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaandan/atauPenodaan Agama. Adanya Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Againts Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan martabat Manusia). Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia xiv Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Hingga terbentuknya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Dalam hak asasi manusia, kebebasan beribadah merupakan salah satu hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap individu. Kebebasan beribadah merupakan kebebasan untuk menjalankan amanah serta ajaran dari agama atau keyakinan yang dimiliki seseorang. Namun, dalam menjalankan konsep peribadahan, kebebasan beribadah ini dapat dibatasi dengan aturan hukum dan undang-undang. Kebebasan beribadah di Indonesia juga mengalami perjalanan yang sangat panjang. Hingga saat ini, pelanggaran terhadap kebebasan beribadah di Indonesia masih banyak terjadi. Pelanggaran terhadap kebebasan beribadah di Indonesia merupakan puncak gunung es, yang hanya terlihat puncaknya saja, namun bila ditelaah jauh kedalam sangat banyak permasalahan yang terjadi. Melihat hal ini pemerintah tidak tinggal diam, pemerintah melakukan tinjauan hukum terhadap beberapa permasalahan yang ada, yaitu melalui Putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, hingga terciptanya Surat Keputusan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Dan Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat. Kasus yang paling banyak terjadi yaitu pembongkaran rumah ibadah/ibadat. Rumah ibadah merupakan sarana bagi pemeluk agama untuk menjalankan ajaran agama yang diyakininya, seperti berkumpul dan melakukan doa bersama bagi para pengikut agama tersebut, hingga melakukan kegiatan keagamaan yang diwajibkan. Pembongkaran rumahibadah ini dilakukan oleh beberapa kalangan, mulai dari individu, golongan masyarakat yang mengatasnamakan agama, kepolisian, xv hingga pemerintah yang seharusnya menjadi jembatan dan media untuk menyalurkan aspirasi masyarakat justru turut andil dalam beberapa kasus pembongkaran rumah ibadah yang mengutamakan kepentingannya sendiri serta campur tangan politik. Keputusan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Dan Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/WakilKepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat telah dikeluarkan oleh pemerintah dengan semangat adanya pengaturan mengenai pendirian rumah ibadah, namun dalam pelaksanaannya keputusan bersama ini justru dijadikan alasan bagi beberapa pihak untuk melakukan pelanggaran terhadap kebebasan beribadah di Indonesia. Adanya kerjasama yang baik antara individu, kelompok masyarakat, pemerintah, serta kepolisian menjadi solusi yang tepat mengingat adanya kepentingan-kepentingan tertentu yang mempengaruhi adanya suatu keputusan dalam mengambil tindakan. Selain itu, sikap saling menghargai dan menghormati berdasarkan asas Ketuhanan Yang Maha Esa haruslah dijunjung tinggi.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectHAK ASASI MANUSIAen_US
dc.subjectKEBEBASAN BERIBADAHen_US
dc.titlePERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KEBEBASAN BERIBADAH DI INDONESIAen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record