Show simple item record

dc.contributor.advisorSUGIJONO
dc.contributor.advisorWIDIYANTI, IKARINI DANI
dc.contributor.authorMATTALITA, VEMMY AYU
dc.date.accessioned2015-11-28T06:14:45Z
dc.date.available2015-11-28T06:14:45Z
dc.date.issued2015-11-28
dc.identifier.nim100710101105
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/64969
dc.description.abstractSama halnya dengan perkawinan, perceraian pun harus mengikuti tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai BUMN antara lain terlebih dahulu mesti mendapat surat izin dari atasan. Izin atasan tersebut baru keluar setelah pegawai mengajukan permohonan tertulis kepada atasan dengan format dokumen permohonan yang ditentukan. Lalu atasan memeriksa alasan permohonan tersebut apakah cukup dasar untuk dikabulkan atau ditolak. Pemeriksaan oleh atasan demikian akan dibuat semacam berita acara. Barulah setelah itu keluar surat berupa izin perceraian atau penolakan izin perceraian kepada pegawai yang bersangkutan tersebut. Perihal surat izin atasan ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS. Dalam kedua Peraturan Pemerintah ini pegawai BUMN disamakan dengan PNS dan karenanya mesti mendapatkan izin atasan terlebih dahulu jika hendak mengajukan permohonan/gugatan perceraian. Demikian halnya dengan kasus yang dikaji dalam penulisan ini, sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 149 Pdt.G/2013/PN.Jr. Rumusan Masalah meliputi : (1) Apakah mekanisme gugatan perceraian oleh Penggugat sebagai Pegawai Negeri Sipil sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku ? dan (2) Bagaimanakah penerapan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dalam pertimbangan hakim pada Putusan Nomor: 149/Pdt.G/ 2013/PN.Jr ? Tujuan umum penulisan ini adalah : untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya hukum perjanjian. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan pendekatan konseptual, dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan, Pertama bahwa mekanisme gugatan perceraian oleh penggugat sebagai Pegawai Negeri Sipil sudah sesuai berdasarkan ketentuan yang berlaku. Hal ini sebagaimana terungkap dalam fakta di persidangan bahwa Penggugat telah mengajukan ijin kepada atasan dan adanya Ijin bercerai dari atasan sesuai Keputusan Pemberian Ijin Perceraian Nomor 474.2/U.3/313/2013 tanggal 27 Maret 2013 yang ditandatangani oleh Wakil Bupati Kabupaten Jember. Dalam hal pengajuan ijin ini Penggugat telah melayangkan surat ijin untuk melakukan perceraian di tempat instansi Penggugat berdinas di Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember melalui kepala, yang diteruskan melalui pembinaan untuk diupayakan upaya mediasi agar perkawinan tersebut terus langgeng. Berdasarkan hasil pembinaan tersebut, bila Pegawai Negeri Sipil dalam hal ini istri selaku Penggugat tetap berkeinginan untuk melakukan perceraian, maka Kepala Satuan Kerja melaporkan permohon perceraian tersebut kepada Bupati, dilampiri hasil pembinaannya untuk kemudian keluar Surat Keputusan Pemberian Ijin Perceraian. Kedua, dari gugatan yang diajukan oleh Penggugat tersebut pada pokoknya Penggugat mohon agar supaya perkawinan antara Penggugat dan Tergugat dinyatakan putus karena perceraian dengan alasan sering salah paham dan bertengkar, yang seringkali juga terucap kata-kata bercerai dari Tergugat, sehingga antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada lagi kecocokan lagi dalam membina kehidupan berumah tangga. Atas dikabulkannya gugatan penggugat tersebut di atas, hal yang menjadi pertimbangan hakim adalah penerapan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 pada Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 149 Pdt.G/2013/PN.Jr. Saran yang dapat diberikan bahwa Perkawinan merupakan upaya positif dalam rangka hubungan lebih lanjut antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk suau keluarga yang sakinah dan mawaddah dihadapan Allah. Oleh karena itu kiranya perkawinan harus dipertahankan dari adanya perpisahan atau perceraian. Dengan menikahnya seorang laki-laki dan seorang wanita, maka sejak saat itulah keduanya harus berbagi suka, duka dan kesetiaan hingga akhir hayatnya. Dengan adanya cinta dan kesetiaan yang melandasi bahtera rumah tangga maka biduk keluarga akan berjalan dengan baik dan bahagia sehingga riak-riak kecil seperti perselisihan dapat diatasi dengan baik, jangan sampai terpisahkan.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectPERCERAIANen_US
dc.subjectPEGAWAI NEGERI SIPILen_US
dc.titlePENERAPAN PASAL 19 HURUF (F) PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1975 TERHADAP PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL (KAJIAN PUTUSAN NOMOR 149/PDT.G/2013/PN.JR)en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record