Show simple item record

dc.contributor.advisorJAYUS
dc.contributor.advisorSOETIJONO, IWAN RACHMAD
dc.contributor.authorWADA, IGAM ARYA
dc.date.accessioned2015-11-28T04:33:17Z
dc.date.available2015-11-28T04:33:17Z
dc.date.issued2015-11-28
dc.identifier.nim110710101189
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/64955
dc.description.abstractOrganisasi masyarakat yang biasa disingkat Ormas sudah ada sejak masa pra kemerdekaan dan masa orde baru. Pada masa orde baru negara dituduh ikut campur tangan terhadap ormas untuk menjaga stabilitas rezim politik pada masa itu. Pada masa pra kemerdekaan ormas memiliki peran penting didalam kemerdekaan negara Indonesia dan pembangunan nasional. Runtuhnya masa Orde Baru sejak Mei 1998 menjadi pesta kebebasan bagi ormas di Indonesia. Pesta Kebebasan ormas itu sering disalahgunakan sebagian kelompok ormas. Kegelisahan pemerintah terhadap peran dan posisi ormas pada akhirnya mendorong pemerintah sebagai salah satu unsur negara untuk kembali mencari landasan regulasi yang kuat bagi eksistensi ormas di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Undang-Undang tersebut memuat prosedur-prosedur tentang keormasan hingga pemberian sanksi terhadap ormas yang sering melanggar hukum dan melakukan aksi-aksi anarkis. Polemik seputar tuntutan pembubaran ormas oleh masyarakat seringkali mengemuka, hal tersebut dikarenakan masyarakat merasa resah dan geram terhadap aksi beberapa ormas yang seringkali melakukan tindak anarkis pada saat demo bahkan ada beberapa ormas yang melakukan sweeping tanpa ijin dari pihak kepolisian dan berakhir ricuh dengan masyarakat contohnya ormas Front Pembela Islam atau yang sering disebut FPI. Pembubaran ormas sebagai bentuk pembatasan HAM menemukan landasan hukum yang menjadi pembenarnya. Dalam konteks wacana pembubaran ormas terkait dengan aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama sebagaimana marak terjadi dan menjadi keprihatinan banyak kalangan. Maka jika kepentingan nasional, keselamatan publik dan pula hak dan kebebasan orang lain nyatanya terancam oleh tindakan yang mengatas namakan suatu organisasi, maka organisasi tersebut dapat dibenarkan untuk dibatasi termasuk dibubarkan dengan mendasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan uraian diatas penulis mengangkat permasalahan menjadi sebuah karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “Wewenang Pemerintah Dalam Pembubaran Organisasi Masyarakat”. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini mengenai implikasi hukum apa yang harus dijatuhkan kepada ormas yang sering melanggar hukum dan juga parameter apa yang digunakan pemerintah dalam hal pembubaran ormas ditinjau dari pearturan yang berlaku khususnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pendaftaran Organisasi Masyarakat di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang implikasi hukum apa yang dapat dikenakan terhadap organisasi masyarakat yang melakukan pelanggaran hukum serta tata cara pemberian sanksi selain itu juga untuk mengetahui dan memahami tentang apa yang menjadi parameter bagi pemerintah dalam pembubaran organisasi masyarakat, apakah dalam menetapkan parameter tersebut pemerintah sudah berdasakan kepada ketentuan per-undang-undangan yang berlaku atau tidak yaitu dalam hal ini Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pendaftaran Organisasi Masyarakat di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif (Legal Research), yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang berlaku. Penelitian normatif menggunakan penelitian terhadap asas-asas hukum dilakukan terhadap kaidah-kaidah hukum yang merupakan dasar-dasar berperilaku dengan mengkaji berbagai macam aturan hukum yang bersifat formal seperti undang-undang, literatur-literatur yang bersifat konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dangan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan memuat tentang berbagai macam prosedur tentang keormasan mulai dari pendirian sampai dengan pembubaran sutu ormas. Tentu saja jika kita berbicara tentang pembubaran ormas maka ada suatu hal yang dilarang bagi suatu ormas dan bertentangan juga dengan kewajiban serta maksud dan tujuan terbentuknya ormas itu sendiri. Jika ormas itu sering melanggar ketentuan yang sudah tercantum di dalam undang-undang maka ormas tersebut dapat dikenakan sanksi sebagaimana yang terdapat di dalam pasal 60 sd pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 mulai dari pemberian surat peringatan sebanyak 3 kali, penghentian bantuan, pembekuan, dan juga pembubaran suatu ormas melalui mekanisme peradilan. Selain itu juga di dalam pasal 25 sd pasal 31 Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pendaftaran Organisasi Masyarakat di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah disebutkan beberapa prosedur Pembekeuan SKT hingga Pencabutan SKT yang berdampak pada pembubaran ormas Hal-hal ini sudah jelas-jelas ada di dalam UU Ormas, tetapi pada kenyataannya pemerintah tidak bisa bertindak tegas terhadap ormas-ormas yang sering melakukan tindakan-tindakan yang dilarang oleh undang-undang bahkan menggunakan dalih agama untuk melakukan aksinya seperti Front Pembela Islam (FPI). Entah mengapa pemerintah melakukan hal tersebut, karena takut terhadap ormas yang bersangkutan ataukah pemerintah tidak paham terhadap prosedur yang dibuatnya sendiri, pada intinya pemerintah kalah terhadap ormas-ormas anarkis tersebut. Jika terus dibiarkan, hal ini akan berdampak kepada semakin banyaknya ormas-ormas anarkis yang bermunculan karena tidak ada satupun ormas yang sampai saat ini ditindak secara tegas bahkan dibubarkan meskipun ormas tersebut sudah lebih dari 3 kali melakukan aksi-aksi anarkis yang dapat meresahkan masyarakat. Padahal jika pemerintah paham terhadap aturan main maka pemerintah seharusnya berani dan bertindak tegas terhadap ormasormas yang seperti itu, jika tidak dicegah maka ini akan menyebabkan runtuhnya Negara Kesatuan republik Indonesia dan semakin banyaknya ormas anarkis yang akan muncul. Saran dari penulis bahwasanya sebaiknya pemerintah lebih tegas dan berani dalam hal menindak ormas yang sering melakukan aksi-aksi anarkis, tidak hanya FPI saja tetapi juga ormas-ormas yang sering mengatas namakan agama untuk membuat kekacauan di negara ini. Karena jika kita membicarakan persoalan agama, ini merupakan hal yang sangat sensitif dikalangan masyarakat indonesia yang majemuk. Pemerintah sebagai penyelenggara adanya pemerintahan di negara ini harus lebih berani dan tegas untuk menangani ormas-ormas yang sering membuat kericuhan ditengah masyarakat ini, karena jika tidak dicegah dengan segera maka akan menimbulkan semakin banyaknya ormas-ormas anarkis yang lain bermunculan, karena mereka semua pasti berpandangan bahwa jika mereka melakukan aksi anarkis tidak akan ada sanksi yang diberikan oleh pemerintah terhadap ormas itu, meskipun oknumnya sudah ditindak dengan sanksi pidana, jadi daripada akan menjadi budaya maka seharusnya pemerintah harus mengambil langkah preventif seperti itu. Selain itu juga dalam hal menjalankan amanat undang-undang seharusnya pemerintah juga tidak boleh bingung, karena pemerintahlah yang membuat undang-undang tersebut harusnya jauh lebih paham daripada rakyat yang hanya diharuskan untuk menaati undang-undang tersebut. Jika pemerintah paham terhadap amanat yang diberikan undang-undang khususnya untuk kasus ormas anarkis ini yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pendaftaran Organisasi Kemasyarakata Di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri Dan Pemerintah Daerah, maka disana sudah memuat prosedur-prosedur tentang sanksi yang harus diberikan kepada ormas yang melanggar ketentuan kewajiban dan juga larangan bagi ormas, jadi apalagi yang harus dibingungkan sehingga suatu ormas anarkis seperti FPI dari dulu hingga sekarang tidak diberikan sanksi tegas dan dibubarkan, padahal tujuan organisasi FPI sudah tidak sejalan dengan kenyataan dan amanat Konstitusi kita yaitu UUD NRI 1945. Jika hal itu dilaksanakan dengan baik dan tidak pandang bulu maka tidak akan pernah terjadi hal seperti ini bahkan ormas-ormas lain yang hendak melakukan aksi anarkis pasti berfikir dua kali untuk melakukannya.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectWEWENANG PEMERINTAHen_US
dc.subjectORGANISASI MASYARAKATen_US
dc.titleWEWENANG PEMERINTAH DALAM PEMBUBARAN ORGANISASI MASYARAKATen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record