WEWENANG PEMERINTAH DALAM PEMBUBARAN ORGANISASI MASYARAKAT
Abstract
Organisasi masyarakat yang biasa disingkat Ormas sudah ada sejak masa pra
kemerdekaan dan masa orde baru. Pada masa orde baru negara dituduh ikut campur tangan
terhadap ormas untuk menjaga stabilitas rezim politik pada masa itu. Pada masa pra
kemerdekaan ormas memiliki peran penting didalam kemerdekaan negara Indonesia dan
pembangunan nasional. Runtuhnya masa Orde Baru sejak Mei 1998 menjadi pesta kebebasan
bagi ormas di Indonesia. Pesta Kebebasan ormas itu sering disalahgunakan sebagian kelompok
ormas. Kegelisahan pemerintah terhadap peran dan posisi ormas pada akhirnya mendorong
pemerintah sebagai salah satu unsur negara untuk kembali mencari landasan regulasi yang kuat
bagi eksistensi ormas di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang
Organisasi Kemasyarakatan. Undang-Undang tersebut memuat prosedur-prosedur tentang
keormasan hingga pemberian sanksi terhadap ormas yang sering melanggar hukum dan
melakukan aksi-aksi anarkis. Polemik seputar tuntutan pembubaran ormas oleh masyarakat
seringkali mengemuka, hal tersebut dikarenakan masyarakat merasa resah dan geram terhadap
aksi beberapa ormas yang seringkali melakukan tindak anarkis pada saat demo bahkan ada
beberapa ormas yang melakukan sweeping tanpa ijin dari pihak kepolisian dan berakhir ricuh
dengan masyarakat contohnya ormas Front Pembela Islam atau yang sering disebut FPI.
Pembubaran ormas sebagai bentuk pembatasan HAM menemukan landasan hukum yang
menjadi pembenarnya. Dalam konteks wacana pembubaran ormas terkait dengan aksi kekerasan
yang mengatasnamakan agama sebagaimana marak terjadi dan menjadi keprihatinan banyak
kalangan. Maka jika kepentingan nasional, keselamatan publik dan pula hak dan kebebasan
orang lain nyatanya terancam oleh tindakan yang mengatas namakan suatu organisasi, maka
organisasi tersebut dapat dibenarkan untuk dibatasi termasuk dibubarkan dengan mendasarkan
pada ketentuan hukum yang berlaku.
Berdasarkan uraian diatas penulis mengangkat permasalahan menjadi sebuah karya
ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “Wewenang Pemerintah Dalam Pembubaran
Organisasi Masyarakat”. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini mengenai
implikasi hukum apa yang harus dijatuhkan kepada ormas yang sering melanggar hukum dan
juga parameter apa yang digunakan pemerintah dalam hal pembubaran ormas ditinjau dari
pearturan yang berlaku khususnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pendaftaran Organisasi Masyarakat di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah
Daerah.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang
implikasi hukum apa yang dapat dikenakan terhadap organisasi masyarakat yang melakukan
pelanggaran hukum serta tata cara pemberian sanksi selain itu juga untuk mengetahui dan
memahami tentang apa yang menjadi parameter bagi pemerintah dalam pembubaran organisasi
masyarakat, apakah dalam menetapkan parameter tersebut pemerintah sudah berdasakan kepada
ketentuan per-undang-undangan yang berlaku atau tidak yaitu dalam hal ini Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pendaftaran Organisasi Masyarakat di
Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah,
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif
(Legal Research), yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah
atau norma-norma dalam hukum positif yang berlaku. Penelitian normatif menggunakan
penelitian terhadap asas-asas hukum dilakukan terhadap kaidah-kaidah hukum yang merupakan
dasar-dasar berperilaku dengan mengkaji berbagai macam aturan hukum yang bersifat formal
seperti undang-undang, literatur-literatur yang bersifat konsep teoritis yang kemudian
dihubungkan dangan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan.
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan memuat
tentang berbagai macam prosedur tentang keormasan mulai dari pendirian sampai dengan
pembubaran sutu ormas. Tentu saja jika kita berbicara tentang pembubaran ormas maka ada
suatu hal yang dilarang bagi suatu ormas dan bertentangan juga dengan kewajiban serta maksud
dan tujuan terbentuknya ormas itu sendiri. Jika ormas itu sering melanggar ketentuan yang sudah
tercantum di dalam undang-undang maka ormas tersebut dapat dikenakan sanksi sebagaimana
yang terdapat di dalam pasal 60 sd pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 mulai dari
pemberian surat peringatan sebanyak 3 kali, penghentian bantuan, pembekuan, dan juga
pembubaran suatu ormas melalui mekanisme peradilan. Selain itu juga di dalam pasal 25 sd
pasal 31 Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pendaftaran
Organisasi Masyarakat di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah
disebutkan beberapa prosedur Pembekeuan SKT hingga Pencabutan SKT yang berdampak pada pembubaran ormas Hal-hal ini sudah jelas-jelas ada di dalam UU Ormas, tetapi pada
kenyataannya pemerintah tidak bisa bertindak tegas terhadap ormas-ormas yang sering
melakukan tindakan-tindakan yang dilarang oleh undang-undang bahkan menggunakan dalih
agama untuk melakukan aksinya seperti Front Pembela Islam (FPI). Entah mengapa pemerintah
melakukan hal tersebut, karena takut terhadap ormas yang bersangkutan ataukah pemerintah
tidak paham terhadap prosedur yang dibuatnya sendiri, pada intinya pemerintah kalah terhadap
ormas-ormas anarkis tersebut. Jika terus dibiarkan, hal ini akan berdampak kepada semakin
banyaknya ormas-ormas anarkis yang bermunculan karena tidak ada satupun ormas yang sampai
saat ini ditindak secara tegas bahkan dibubarkan meskipun ormas tersebut sudah lebih dari 3 kali
melakukan aksi-aksi anarkis yang dapat meresahkan masyarakat. Padahal jika pemerintah paham
terhadap aturan main maka pemerintah seharusnya berani dan bertindak tegas terhadap ormasormas
yang seperti itu, jika tidak dicegah maka ini akan menyebabkan runtuhnya Negara
Kesatuan republik Indonesia dan semakin banyaknya ormas anarkis yang akan muncul.
Saran dari penulis bahwasanya sebaiknya pemerintah lebih tegas dan berani dalam hal
menindak ormas yang sering melakukan aksi-aksi anarkis, tidak hanya FPI saja tetapi juga
ormas-ormas yang sering mengatas namakan agama untuk membuat kekacauan di negara ini.
Karena jika kita membicarakan persoalan agama, ini merupakan hal yang sangat sensitif
dikalangan masyarakat indonesia yang majemuk. Pemerintah sebagai penyelenggara adanya
pemerintahan di negara ini harus lebih berani dan tegas untuk menangani ormas-ormas yang
sering membuat kericuhan ditengah masyarakat ini, karena jika tidak dicegah dengan segera
maka akan menimbulkan semakin banyaknya ormas-ormas anarkis yang lain bermunculan,
karena mereka semua pasti berpandangan bahwa jika mereka melakukan aksi anarkis tidak akan
ada sanksi yang diberikan oleh pemerintah terhadap ormas itu, meskipun oknumnya sudah
ditindak dengan sanksi pidana, jadi daripada akan menjadi budaya maka seharusnya pemerintah
harus mengambil langkah preventif seperti itu. Selain itu juga dalam hal menjalankan amanat
undang-undang seharusnya pemerintah juga tidak boleh bingung, karena pemerintahlah yang
membuat undang-undang tersebut harusnya jauh lebih paham daripada rakyat yang hanya
diharuskan untuk menaati undang-undang tersebut. Jika pemerintah paham terhadap amanat
yang diberikan undang-undang khususnya untuk kasus ormas anarkis ini yaitu Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pendaftaran Organisasi Kemasyarakata Di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri Dan Pemerintah Daerah, maka
disana sudah memuat prosedur-prosedur tentang sanksi yang harus diberikan kepada ormas yang
melanggar ketentuan kewajiban dan juga larangan bagi ormas, jadi apalagi yang harus
dibingungkan sehingga suatu ormas anarkis seperti FPI dari dulu hingga sekarang tidak diberikan
sanksi tegas dan dibubarkan, padahal tujuan organisasi FPI sudah tidak sejalan dengan kenyataan
dan amanat Konstitusi kita yaitu UUD NRI 1945. Jika hal itu dilaksanakan dengan baik dan tidak
pandang bulu maka tidak akan pernah terjadi hal seperti ini bahkan ormas-ormas lain yang
hendak melakukan aksi anarkis pasti berfikir dua kali untuk melakukannya.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]