TANGGUNG JAWAB HUKUM DOKTER TERHADAP PENYUNTIKAN INFUS PADA PASIEN BALITA YANG MENYEBABKAN LUKA BAKAR LEGAL RESPONSIBILITY OF DOCTOR WHO PROVIDE INTRAVENOUS INJECTION TO THE TODDLER PATIENT WHO CAUSE BURN
Abstract
Pelayanan kesehatan kepada masyarakat merupakan suatu hal yang sangat
penting, sehingga sangat diperlukan suatu kehati-hatian dan secara profesional
dari seorang tenaga kesehatan.Manajemen pelayanan kesehatan merupakan kunci
keberhasilan pembangunan kesehatan pada saat ini belum sepenuhnya memadai.
Beberapa hal yang menjadi faktor penyebab belum memadai pelayanan
kesehatan adalah masih belum memadainya sistem informasi kesehatan untuk
diserbarluaskan kepada masyarakat, integrasi pelayanan kesehatan yang belum
berjalan dengan baik, dan belum mantapnya pengendalian dan pengawasan serta
penilaian program yang ditetapkan. Akhir-akhir ini media masa sering menyoroti
dunia pelayanan kesehatan khususnya mengenai kesenjangan hubungan antara
pasien dan dokter, penyediaan fasilitas yang kurang memadai, terjadinya
kasus pelanggaran pelayanan kesehatan.
Permasalahan yang akan diteliti dalam skripsi ini yaitu pertama
penyuntikan infus yang dilakukan dokter kepada pasien balita sudah sesuai atau
belum dengan standar operasional prosedur penyuntikan infus, kedua upaya
hukum yang dapat dilakukan oleh keluarga pasien terhadap akibat penyuntikan
infus, ketiga tanggung jawab hukum dokter terhadap penyuntikan infus. Tujuan
dari penulisan skripsi ini terdiri dari tujuan umum yakni untuk memenuhi dan
melengkapi salah satu persyaratan akademis guna mencapai gelar Sarjana Hukum
pada Universitas Jember. Tujuan khusus yakni mengetahui dan memahami dokter
yang melakukan penyuntikan infus terhadap pasien balita sudah sesuai atau tidak
dengan standar operasional prosedur.Metode yang digunakan dalam penulisan
skripsi ini adalah yuridis normatif.pendekatan yang digunakan dalam penulisan
skripsi ini adalah pendekatan undang-undang yakni Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Peraturan
Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 17/KKI/KEP/VII/2006 Tentang Pedoman
Penegakan Disiplin Kedokteran. Bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahanbahan
hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder dan bahan non-hukum
Bentuk tindakan medis penyuntikan infus yang dilakukan oleh dokter
terhadap pasien balita yang bernama Puvelia yang dapat menimbulkan kerugian
tidak berdasarkan pada standar profesi dan standar operasional prosedur
penyuntikan infus. Standar profesi dan standar prosedur operasional dibuat secara
baku berdasarkan penjelasan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran. Standar profesi dan standar prosedur operasional
penyuntikan infus sangat diperlukan untuk memberi petunjuk dan pedoman bagi
dokter dalam melakukan tindakan medis penyuntikan infus untuk menghindari
xii
dan meminimalkan akibat-akibat buruk yang dapat ditimbulkan oleh penyuntikan
infus yang dilakukan oleh dokter. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh
keluarga pasien jika terjadi kerugian dan menjadi korban malpraktek sebagai
akibat dari perbuatan yang dilakukan dokter dalam memberikan pelayanan jasa
tindakan medis penyuntikan infus yakni dengan mengajukan gugatan secara
perdata berdasarkan atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh dokter
sehingga mengakibatkan kerugian pada diri pasien. Dokter yang melakukan
kesalahan, kelalaian, dan kurang kehati-hatian merupakan suatu tindakan yang
merugikan bagi pasien. Dokter bertanggung jawab atas segala tindakan dan
perbuatan yang dilakukan apabila terbukti tindakan tersbut memenuhi asas
perbuatan melawan hukum khususnya dalam akibat fatal yang diakibatkan dari
penyuntikan infus terhadap pasien balita, tanggung jawab yang harus dilakukan
adalah tanggung jawab etik dan disiplin berdasarkan KODEKI dan MKDKI serta
tanggung jawab hukum perdata yang harus dipenuhi untuk bertanggung jawab
memenuhi tuntutan ganti rugi pasien korban malpraktek atas tindakan
penyuntikan infus yang telah dilakukan oleh dokter.
Dokter diharapkan dalam menjalankan profesinya dibidang penyuntikan
infus dapat melakukan secara profesional dan berhati-hati serta harus sesuai
dengan standar prosedur operasional penyuntikan infus, dengan dokter mengikuti
segala aspek dan pedoman yang ada makatelah menghindari dan meminilkan
terjadinya kesalahan, kelalaian, maupun ketidak hati-hatian sehingga
mengakibatkan kerugian bagi pasien. Masyarakat yang mengalami kerugian dan
menjadi korban malpraktek harus melakukan upaya hukum untuk menuntut atas
tindakan medis penyutnikan infus yang menyebabkan luka bakar pada pasien,
salah satu upaya yang dilakukan oleh keluarga pasien adalah dengan mengajukan
gugatan untuk meminta tuntutan ganti kerugian pada dokter. Dokter yang
melakukan penyimpangan tindakan medis penyuntikan infus harus bertanggung
jawab atas tindakannya baik secara etik kedokteran, kedisiplinan kedokteran, dan
hukum perdata, dokter tidak bisa melakukan pembelaan diri dan alasan apapun
untuk menghindari tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan, apabila
perbuatan tersebut telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, dari segi
perbuatan melawan hukum tidak ada sebuah profesi yang bebas dan lepas dari
pertanggungjawaban sebuah profesi atau pekerjaan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6243]