Show simple item record

dc.contributor.authorDYAH USTATIK EVA NURDIANA
dc.date.accessioned2015-02-24T07:59:00Z
dc.date.available2015-02-24T07:59:00Z
dc.date.issued2015-02-24
dc.identifier.nimNIM070710191017
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/61402
dc.description.abstractPerceraian merupakan sesuatu yang dibenci oleh Allah SWT, karena dasarnya manusia diciptakan berpasang-pasangan. Pasal 86 ayat 1 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 dipakai oleh Hakim Pengadilan Agama dalam memeriksa perkara yang bersifat kumulatif. Pada HIR tidak diatur kumulasi gugatan cerai, harta bersama, dan hak asuh anak, itu memungkinkan hakim bisa menolak perkara kumulatif tersebut. Terkait dengan putusan Pengadilan Agama Nomor 611/Pdt.G/2012/PA.Jr bahwa Penggugat dan Tergugat I terikat perkawinan yang sah telah dikaruniai 3 (tiga) orang anak. Dengan demikian ketiga orang anak tersebut berdasarkan hukum statusnya sebagai anak sah sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 42, jo Kompilasi Hukum Islam Pasal 99. Selama Penggugat dan Tergugat I terikat perkawinan tidak pernah diadakan perjanjian kawin tentang pemisahan harta. Dalam pemeriksaan perkara antara Penggugat dan Tergugat I telah masuk pihak ke 3 (Pemohon Vooging) yang atas kehendaknya sendiri untuk bergabung dalam perkara aquo dan posisi pihak ke 3 yang tidak lain orang tua Tergugat I adalah sebagai Tergugat II. Dalam gugatan pembagian harta bersama terdapat sebagian objek sengketa yang bukan harta gono gini Penggugat dan Tergugat I melainkan Hak Milik Tergugat II. Perkara kumulasi perceraian, harta bersama, dan hak asuh anak dapat selesai dan memakan waktu yang cukup lama, dan hakim harus lebih teliti dalam memeriksa berbagai posita dalam gugatan tersebut. Dari kumulasi gugatan ini hendaknya dapat dilakukan penyelesaian gugat rekonvensi, karena pada hakekatnya, gugatan rekonvensi merupakan kumulasi dua tuntutan yaitu tuntutan penggugat dan tuntutan tergugat. Oleh karena itu tidak salah jika gugatan rekonvensi adalah gugatan kumulasi dalam bentuk lain. Rumusan masalah dalam skripsi ini terdiri dari 2 (dua) hal, yaitu Pertama, Apakah Pengadilan Agama berwenang menerima gugatan kumulasi dalam perkara perceraian, harta bersama, dan hak asuh anak. Kedua, Apa dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan gugatan kumulasi dalam perkara perceraian, gugatan harta bersama, dan hak asuh anak. Metode penelitian dalam skripsi ini meliputi meliputi 4 (empat) aspek yaitu tipe penelitian, pendekatan masalah, sumber bahan hukum, dan analisa bahan hukum. Tipe penelitian adalah tipe penelitian hukum secara yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (Statute Approach) dilakukan dengan menelaah semua undangundang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani. Sedangkan pendekatan konseptual (Conceptual Approach) dilakukan dengan beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Sumber bahan hukum dalam skripsi ini terdiri atas sumber hukum primer dan sumber hukum sekunder. Analisa bahan hukum menggunakan metode deduktif yaitu dari umum ke khusus. Kesimpulan pada skripsi ini adalah: 1) Pengadilan Agama berwenang dan berkuasa atas perkara perceraian, harta bersama dan hak asuh anak sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua x atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dalam Pasal 2, Penjelasan Umum Alenia ketiga, dan Pasal 49, terbatas pada perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama. 2) Hakim mempertimbangkan sesuai dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua Undnag-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama mengenai dengan kewenagan Absolut dan kewengan Relatif. Bahwa alat bukti keterangan yang diajukan telah memenuhi syarat formil dan materiil yang sebagaimana telah diatur dalam Pasal 145 HIR dan keterangan saksi telah didengar sebagaimana diatur dalam pasal 172 HIR. Saran yang diberikan bahwa,1) Hendaknya kepada masyarakat terutama pasangan suami isteri, ketika terjadi perselisihan antara suami isteri dalam sebuah rumah tangga, hendaknya untuk menyelesaikan dengan jalan damai, memang perceraian itu dibolehkan namun dibenci oleh Allah SWT. 2) Hendaknya kepada masyarakat, jika memang perselisihan terjadi dan mengakibatkan sebuah perceraian, maka diharapkan dalam gugatan dibuat dengan jelas, dan usahakan agar gugatan berdiri sendiri, apabila dalam gugatan harta bersama yang rumit, agar hakim dalam memeriksa dan mengabulkan gugatan tersebut bisa teliti demi keadilan.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries070710191017;
dc.subjectKUMULASI GUGATAN DALAM PERKARA PERCERAIAN, HARTA BERSAMA, DAN HAK ASUH ANAKen_US
dc.titleKUMULASI GUGATAN DALAM PERKARA PERCERAIAN, HARTA BERSAMA, DAN HAK ASUH ANAK DI PENGADILAN AGAMA (Studi Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor: 611/Pdt.G/2012/PA.Jr)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record