KUMULASI GUGATAN DALAM PERKARA PERCERAIAN, HARTA BERSAMA, DAN HAK ASUH ANAK DI PENGADILAN AGAMA (Studi Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor: 611/Pdt.G/2012/PA.Jr)
Abstract
Perceraian merupakan sesuatu yang dibenci oleh Allah SWT, karena
dasarnya manusia diciptakan berpasang-pasangan. Pasal 86 ayat 1 UndangUndang
Nomor 7 Tahun 1989 dipakai oleh Hakim Pengadilan Agama dalam
memeriksa perkara yang bersifat kumulatif. Pada HIR tidak diatur kumulasi
gugatan cerai, harta bersama, dan hak asuh anak, itu memungkinkan hakim bisa
menolak perkara kumulatif tersebut. Terkait dengan putusan Pengadilan Agama
Nomor 611/Pdt.G/2012/PA.Jr bahwa Penggugat dan Tergugat I terikat
perkawinan yang sah telah dikaruniai 3 (tiga) orang anak. Dengan demikian ketiga
orang anak tersebut berdasarkan hukum statusnya sebagai anak sah sebagaimana
dimaksud dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 42, jo
Kompilasi Hukum Islam Pasal 99. Selama Penggugat dan Tergugat I terikat
perkawinan tidak pernah diadakan perjanjian kawin tentang pemisahan harta.
Dalam pemeriksaan perkara antara Penggugat dan Tergugat I telah masuk pihak
ke 3 (Pemohon Vooging) yang atas kehendaknya sendiri untuk bergabung dalam
perkara aquo dan posisi pihak ke 3 yang tidak lain orang tua Tergugat I adalah
sebagai Tergugat II. Dalam gugatan pembagian harta bersama terdapat sebagian
objek sengketa yang bukan harta gono gini Penggugat dan Tergugat I melainkan
Hak Milik Tergugat II. Perkara kumulasi perceraian, harta bersama, dan hak asuh
anak dapat selesai dan memakan waktu yang cukup lama, dan hakim harus lebih
teliti dalam memeriksa berbagai posita dalam gugatan tersebut. Dari kumulasi
gugatan ini hendaknya dapat dilakukan penyelesaian gugat rekonvensi, karena
pada hakekatnya, gugatan rekonvensi merupakan kumulasi dua tuntutan yaitu
tuntutan penggugat dan tuntutan tergugat. Oleh karena itu tidak salah jika gugatan
rekonvensi adalah gugatan kumulasi dalam bentuk lain. Rumusan masalah dalam
skripsi ini terdiri dari 2 (dua) hal, yaitu
Pertama, Apakah Pengadilan Agama
berwenang menerima gugatan kumulasi dalam perkara perceraian, harta bersama,
dan hak asuh anak.
Kedua, Apa dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan
gugatan kumulasi dalam perkara perceraian, gugatan harta bersama, dan hak asuh
anak.
Metode penelitian dalam skripsi ini meliputi meliputi 4 (empat) aspek
yaitu tipe penelitian, pendekatan masalah, sumber bahan hukum, dan analisa
bahan hukum. Tipe penelitian adalah tipe penelitian hukum secara yuridis
normatif, yaitu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah
bangunan sistem norma. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan
undang-undang
(Statute Approach) dilakukan dengan menelaah semua undangundang
dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani.
Sedangkan pendekatan konseptual
(Conceptual Approach) dilakukan dengan
beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam
ilmu hukum. Sumber bahan hukum dalam skripsi ini terdiri atas sumber hukum
primer dan sumber hukum sekunder. Analisa bahan hukum menggunakan metode
deduktif yaitu dari umum ke khusus.
Kesimpulan pada skripsi ini adalah: 1) Pengadilan Agama berwenang dan
berkuasa atas perkara perceraian, harta bersama dan hak asuh anak sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
x
atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dalam Pasal
2, Penjelasan Umum Alenia ketiga, dan Pasal 49, terbatas pada perkara-perkara
yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama. 2) Hakim mempertimbangkan
sesuai dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua
Undnag-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama mengenai dengan
kewenagan Absolut dan kewengan Relatif. Bahwa alat bukti keterangan yang
diajukan telah memenuhi syarat formil dan materiil yang sebagaimana telah diatur
dalam Pasal 145 HIR dan keterangan saksi telah didengar sebagaimana diatur
dalam pasal 172 HIR. Saran yang diberikan bahwa,1) Hendaknya kepada
masyarakat terutama pasangan suami isteri, ketika terjadi perselisihan antara
suami isteri dalam sebuah rumah tangga, hendaknya untuk menyelesaikan dengan
jalan damai, memang perceraian itu dibolehkan namun dibenci oleh Allah SWT.
2) Hendaknya kepada masyarakat, jika memang perselisihan terjadi dan
mengakibatkan sebuah perceraian, maka diharapkan dalam gugatan dibuat dengan
jelas, dan usahakan agar gugatan berdiri sendiri, apabila dalam gugatan harta
bersama yang rumit, agar hakim dalam memeriksa dan mengabulkan gugatan
tersebut bisa teliti demi keadilan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]