ANALISIS YURIDIS PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN (ONSLAG VAN VALLE RECHT VEVOLGING) DALAM TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK (Putusan Nomor: 210/Pid.A/2007/PN.KBJ)
Abstract
Tindak pidana merupakan perbuatan yang merugikan tata kehidupan
sosial. Perkembangan tindak pidana menimbulkan dampak yang begitu besar
kepada kehidupan masyarakat. Banyaknya klasifikasi tindak pidana dalam
masyarakat dan belakangan ini sangat meresahkan adalah tindak pidana terhadap
anak. Salah satu kejahatan yang berkembang pesat di Indonesia adalah kejahatan
seksual terhadap anak, baik yang dilakukan orang dewasa maupun pelaku anak
sendiri. Kejahatan tersebut berkembang tidak hanya pada masyarakat perkotaan
tetapi menjalar kepada masyarakat pedesaan yang belum secara penuh memiliki
kesadaran hukum sehingga dalam penjatuhan sanksi pidana yang diterapkan
kepada pelaku, terutama pelakunya adalah anak menimbulkan putusan yang
terkadang tidak tepat. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis skripsi ini membahas
tentang dakwaan dan penjatuhan pidana yang diberikan oleh hakim terkait
Kejahatan terhadap Anak yang dilakukan oleh Rifin Sitepu. Penulis membahas
tentang dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang kurang cermat dan teliti dan putusan
hakim atas terdakwa yang menurut penulis terlalu ringan, hal apa saja yang
menjadi dasar pertimbangan hakim memberikan putusan pidana dan dakwaan
Jaksa Penuntut Umum. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis mencoba
menganalisa putusan tersebut dalam sebuah tulisan skripsi dengan judul analisis “
Analisis Yuridis Putusan Lepas Dari Segala Tuntutan (ONSLAG VAN VALLE
RECHT VEVOLGING) Dalam Kejahatan Terhadap Anak (Putusan Nomor :
210/Pid.A/2007/PN.KBJ).
Rumusan masalah dalam skripsi ini yaitu: Apakah dakwaan Jaksa
Penuntut Umum pada kasus ini (Putusan Nomor: 210/Pid.A/2007/PN.KBJ) sudah
tepat menuntut terdakwa menggunakan Pasal 293 ayat (1) KUHP Jo UU No. 3
Tahun 1997 dan Apakah dasar pertimbangan hakim yang menjatuhkan putusan
pidana dalam putusan Nomor: 210/Pid.A/2007/PN.KBJ telah sesuai bila ditinjau
dari Sistem Pemidanaan.
Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui dakwaan Jaksa
Penuntut Umum pada kasus tindak pidana persetubuhan terhadap anak (Putusan
xiii
Nomor: 210/Pid.A/2007/PN.KBJ) sudah tepat menggunakan Pasal 293 ayat (1)
KUHP Jo UU No.3 Tahun 1997 dan untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim
yang menjatuhkan putusan pidana dalam putusan Nomor:
210/Pid.A/2007/PN.KBJ telah sesuai bila ditinjau dari Sistem Pemidanaan.
Metode penelitian meliputi tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif
(Legal Research), pendekatan masalahnya adalah pendekatan undang-undang
(Statute Approach) dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach).
Kesimpulan yang dapat diambil yang pertama bahwa dakwaan Jaksa
Penuntut Umum sudah tepat menggunakan dakwaan alternatif yaitu Pasal 81 ayat
(2) UU No.23 Tahun 2002 dan Pasal 293 ayat (1) KUHP dikarenakan Jaksa
Penuntut Umum masih ragu-ragu didalam menentukan klasifikasi perbuatan
terdakwa. Meskipun unsur-unsur perbuatan terdakwa telah terpenuhi, hakim
menggangap perbuatan pelaku bukanlah tindak pidana tetapi perbuatan perdata
oleh karena hakim kurang mengerti tentang unsur adat dalam masyarakat
sehingga putusan lepas dari segala tuntutan dijatuhkan oleh hakim kepada pelaku.
Kedua, yaitu dasar pertimbangan hakim tidak sesuai bila ditinjau dari sistem
pemidanaan dikarenakan hakim menganggap bahwa pertunangan adalah hal yang
sama dengan perkawinan sebagaimana diatur dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan sehingga perbuatan terdakwa masuk kedalam ranah perdata dan
pelaku dijatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan. Selain itu hakim tidak
sepenuhnya menerapkan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, terlebih
Pasal 24 huruf c tentang keberadaan pembimbing kemasyarakatan dalam sidang
anak.
Saran yang diberikan oleh penulis yaitu: Pertama, Hakim harus lebih
cermat dan teliti dalam memahami unsur-unsur perbuatan seseorang sehingga
dapat menentukan ranah hukum pidana atau ranah hukum perdata mengenai suatu
perbuatan seseorang. Kedua, hakim harus jeli memahami makna salah satu acara
adat karo yaitu acara “Ngembah Belo Selambar” merupakan pertunangan atau
pernikahan dan hakim harus tegas menerapkan UU No.3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak terlebih tentang keberadaan Pembimbing Kemasyarakatan
dalam perkara anak.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]