Show simple item record

dc.contributor.authorARIEF AFFANDI
dc.date.accessioned2014-10-24T08:02:48Z
dc.date.available2014-10-24T08:02:48Z
dc.date.issued2014-10-24
dc.identifier.nimNIM100710101314
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/59584
dc.description.abstractPutusan Pengadilan Agama Ketapang Nomor 198/Pdt.G/2011/PA.Ktp. sudah sesuai dengan hukum positif dimana isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan akibat salah sangka terhadap status suami. Yang dijadikan dasar untuk melakukan pembatalan perkawinan, yakni: alasan-alasan batalnya perkawinan dan pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan. Akibat hukum dari pembatalan perkawinan berakibat terhadap hubungan suami isteri, terhadap status anak, mengenai harta bersama yang didapatkan selama dalam perkawinan dan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik. Kesimpulan dari skripsi ini adalah dalam perkawinan yang diajukan pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Ketapang, yang kemudian didaftarkan dalam perkara Nomor 198/Pdt.G/2011/PA.Ktp. dimana putusan tersebut telah bertentangan dengan asas monogami, dimana suatu perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita sebagai isteri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Dan apabila ingin melakukan perkawinan lagi seorang suami harus memenuhi syaratsyarat untuk melakukan perkawinan lagi. Dengan penipuan yang telah dilakukan maka telah terjadi perkawinan tersebut. Hal ini tidak akan terjadi bila kedua belah pihak saling mengetahui akan kebenaran dari status masing-masing. Menurut Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai suami atau isteri. Maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan karena putusan tersebut sesuai dengan hukum positif. Akibat hukum dari pembatalan perkawinan adalah putusnya hubungan suami isteri antara Pemohon dan Termohon karena terbukti bahwa Termohon sudah memiliki isteri sebelum melakukan perkawinan dengan Pemohon. Dengan kata lain Termohon melakukan penipuan dengan memalsukan identitas dirinya yang mana Termohon sudah memiliki isteri. Hal ini sesuai dengan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyatakan bahwa batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan. Apabila suatu perkawinan yang dibatalkan itu telah lahir anak-anak mereka, maka Keputusan Pengadilan tentang batalnya suatu perkawinan tersebut tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan. Menurut pasal 76 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa “Batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum antara anak dan orang tuanya”. Jadi dalam hal ini anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan yang dibatalkan tersebut tetap memiliki hubungan hukum dengan ke dua orang tuanya dalam hal waris maupun sebagai wali nikah. Mengenai harta bersama sesuai dengan Pasal 28 ayat (2) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap harta bersama. Dalam perkara ini harta bersama diserahkan sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries100710101314;
dc.subjectPEMBATALAN PERKAWINAN, STATUS SUAMI, SALAH SANGKAen_US
dc.titleANALISIS YURIDIS TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN SEBAGAI AKIBAT SALAH SANGKA TERHADAP STATUS SUAMI (Studi Putusan Pengadilan Agama Ketapang Nomor 198/Pdt.G/2011/PA.Ktp)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record