PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANGUNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM KANONIK
Abstract
Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan tipe penelitian yuridis
normatif dimana setiap permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam
penelitian ini terfokus pada kaidah-kaidah dan norma-norma dalam hukum positif.
Sedangkan dalam pendekatan masalah yang digunakan, penulis menggunakan
pendekatan per Undang-Undangan atau statute approach, pendekatan konseptual
atau conceptual approach dan pendekatan perbandingan atau comparative
approach.
Tinjauan pustaka dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai perkawinan
beda agama menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
perkawinan beda agama menurut Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici),
akibat hukum perkawinan beda agama dan perlindungan hukum perkawinan beda
agama.
Berdasarkan hasil pembahasan, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan tidak secara eksplisit mengungkapkan mengenai
perkawinan beda agama.Namun jika menggunakan penafsiran yaitu pasal 2 ayat
(1) yang menyatakan bahwa Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Dalam pasal tersebut
bisa ditafsirkan jika suatu agama mengakui adanya perkawinan beda agama, maka
perkawinan tersebut adalah sah dan memenuhi unsur pasal tersebut. Hal ini berarti
juga bahwa hukum agama menyatakan perkawinan tidak boleh, maka tidak boleh
pula menurut hukum negara dan sebaliknya jika suatu agama membolehkan maka
boleh pula menurut hukum negara.
Menurut Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), perkawinan beda
agama adalah ternasuk perkawinan yang secara kodrati sebagai halangan
perkawinan.Oleh karena hal tersebut sebagai halangan perkawinan, maka harus
mendapatkan dispensasi dari Ordinaris Wilayah antara lain Uskup, Vikaris
Jenderal, Vikaris Episkopal, Pastor Paroki.
Collections
- UT-Faculty of Law [6243]