Show simple item record

dc.contributor.authorFAHRUNNISA
dc.date.accessioned2013-12-05T14:13:59Z
dc.date.available2013-12-05T14:13:59Z
dc.date.issued2013-12-05
dc.identifier.nimNIM090710101001
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/5252
dc.description.abstractLembaga yang bertugas mengurus piutang Negara disebut Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. Untuk mengefektifkan pelaksanaan penyelenggaraan wewenang dan tugas yang dimiliki PUPN, seiring perkembangan sekarang Berdasarkan Menteri Keuangan Nomor 93 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dibentuk DJKN dan Unit Pelaksana paling bawah yaitu KPKNL. Di lingkungan KPKNL, terdapat pegawai DJKN sebagai pejabat fungsional yang bertugas untuk melaksanakan lelang atau disebut Pejabat Lelang Kelas I. Dalam hal ini Pejabat Lelang Kelas I dapat melakukan lelang eksekusi meliputi putusan/penetapan Pengadilan dan dokumen-dokumen yang dipersamakan dengan itu, lelang non eksekusi wajib dan lelang non eksekusi sukarela. Yang dimaksud dokumen-dokumen yang dipersamakan dengan putusan/penetapan Pengadilan, salah satunya adalah lelang eksekusi hak tanggungan. Eksekusi Hak Tanggungan diatur pada Pasal 6 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda Yang berkaitan Dengan Tanah. Ketentuan Pasal 6 UUHT ini mengandung kerancuan jika dihubungkan dengan penjelasan Pasal 6 tersebut, karena satu segi diatur secara norma dan dalam penjelasannya harus diperjanjikan. Selain itu Pasal 6 UUHT juga tidak berjalan mulus karena masih perlu aturan pelaksanaan sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UUHT, yaitu untuk pelaksanaan eksekusi dengan penerapan UUHT harus dilaksanakan dengan pertolongan hakim berdasar Pasal 224 HIR/258 RBG. Namun Pasal 6 UUHT sesuai dengan Pasal 1178 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata, mengatur jalan pintas yang dapat ditempuh oleh kreditor langsung ke pelelangan umum bila debitor wanprestasi dan sudah diperjanjikan sebelumnya. Akan tetapi ketentuan Pasal 6 UUHT dan Pasal 1178 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini dilumpuhkan oleh adanya Putusan MARI Nomor 3201 K/Pdt/1984 yang menyatakan bahwa parate eksekusi yang dilakukan tanpa meminta persetujuan dari Pengadilan Negeri merupakan perbuatan melawan hukum dan yang dilakukan adalah batal, sehingga nampak ada kewenangan yang sama pada dua lembaga tersebut. Berdasarkan uraian di atas, sehingga penulis membuat rumusan permasalahan sebagai berikut : Apakah pejabat lelang kelas I berwenang melaksanakan jual beli lelang obyek hak tanggungan akibat kredit macet, dan Kapan peralihan hak atas jual beli lelang obyek hak tanggungan menjadi hak pembeli lelang, serta Bagaimana kekuatan pembuktian akta risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang kelas I. Tujuan penelitian ini ada dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi tugas sebagai prasyaratan pokok yang bersifat akademis guna mencapai gelar Sarjana Hukum sebagaimana kurikulum Fakultas Hukum Universitas Jember. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui, memahami dan membahas seperti rumusan masalah yang sudah dijelaskan di atas. Metode penelitian dalam skripsi ini meliputi empat aspek yaitu Tipe penelitian, Pendekatan masalah, Sumber bahan hukum dan Analisis bahan hukum. Tipe penelitian yang dipakai penulis adalah yuridis normatif, yaitu penelitian mengenai penerapan norma-norma hukum positif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sedangkan sumber bahan hukum dalam skripsi ini terdiri atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Analisis bahan hukum menggunakan analisis deduktif yaitu analisis dari umum ke khusus. Kesimpulan dari Penulisan Skripsi ini adalah, Pejabat Lelang Kelas I berwenang untuk melaksanakan jual beli lelang obyek hak tanggungan berdasarkan Pasal 1a Vendu Reglement, Selanjutnya diatur pada Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No. 174 Tahun 2010 tentang Pejabat Lelang Kelas I dan Pasal 1 angka 15 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang menerangkan bahwa “Pejabat Lelang Kelas I adalah Pejabat Lelang pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berwenang melaksanakan Lelang Eksekusi/Dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu (salah satunya eksekusi hak tanggungan), Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang Noneksekusi Sukarela”.. Peralihan hak atas obyek jual beli lelang terjadi saat penandatanganan Akta Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang dan Penjual serta Pembeli Lelang. Kekuatan pembuktian akta risalah lelang disamakan dengan akta authentik karena memenuhi syarat-syarat seperti yang diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Akta risalah lelang sebagai akta authentik mempunyai tiga macam kekuatan pembuktian yaitu: Kekuatan pembuktian lahir, Kekuatan pembuktian formil dan Kekuatan pembuktian materiil. Saran dari penulisan skripsi ini adalah: Kepada pemerintah dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), seharusnya dibentuk UU baru tentang lelang karena Staadblad 1908 No. 189 (Vendu Reglement) dan Staadblad 1908 No. 190 (Vendu Instructie) sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan saat ini. Selain itu Kepada kreditor separatis yang menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri berdasarkan Pasal 6 dan Pasal 26 UUHT, harus melalui fiat Ketua Pengadilan Negeri setempaten_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries090710101001;
dc.subjectKREDIT MACETen_US
dc.titleKEWENANGAN PEJABAT LELANG KELAS I TERHADAP JUAL BELI LELANG OBYEK HAK TANGGUNGAN AKIBAT KREDIT MACETen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record