KEWENANGAN PEJABAT LELANG KELAS I TERHADAP JUAL BELI LELANG OBYEK HAK TANGGUNGAN AKIBAT KREDIT MACET
Abstract
Lembaga yang bertugas mengurus piutang Negara disebut Panitia Urusan Piutang
Negara (PUPN) berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia
Urusan Piutang Negara. Untuk mengefektifkan pelaksanaan penyelenggaraan wewenang dan
tugas yang dimiliki PUPN, seiring perkembangan sekarang Berdasarkan Menteri Keuangan
Nomor 93 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dibentuk DJKN dan Unit
Pelaksana paling bawah yaitu KPKNL.
Di lingkungan KPKNL, terdapat pegawai DJKN sebagai pejabat fungsional yang
bertugas untuk melaksanakan lelang atau disebut Pejabat Lelang Kelas I. Dalam hal ini
Pejabat Lelang Kelas I dapat melakukan lelang eksekusi meliputi putusan/penetapan
Pengadilan dan dokumen-dokumen yang dipersamakan dengan itu, lelang non eksekusi wajib
dan lelang non eksekusi sukarela. Yang dimaksud dokumen-dokumen yang dipersamakan
dengan putusan/penetapan Pengadilan, salah satunya adalah lelang eksekusi hak tanggungan.
Eksekusi Hak Tanggungan diatur pada Pasal 6 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996
Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda Yang berkaitan Dengan Tanah.
Ketentuan Pasal 6 UUHT ini mengandung kerancuan jika dihubungkan dengan
penjelasan Pasal 6 tersebut, karena satu segi diatur secara norma dan dalam penjelasannya
harus diperjanjikan. Selain itu Pasal 6 UUHT juga tidak berjalan mulus karena masih perlu
aturan pelaksanaan sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UUHT, yaitu untuk pelaksanaan
eksekusi dengan penerapan UUHT harus dilaksanakan dengan pertolongan hakim berdasar
Pasal 224 HIR/258 RBG. Namun Pasal 6 UUHT sesuai dengan Pasal 1178 ayat (2) Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, mengatur jalan pintas yang dapat ditempuh oleh kreditor
langsung ke pelelangan umum bila debitor wanprestasi dan sudah diperjanjikan sebelumnya.
Akan tetapi ketentuan Pasal 6 UUHT dan Pasal 1178 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum
Perdata ini dilumpuhkan oleh adanya Putusan MARI Nomor 3201 K/Pdt/1984 yang
menyatakan bahwa parate eksekusi yang dilakukan tanpa meminta persetujuan dari
Pengadilan Negeri merupakan perbuatan melawan hukum dan yang dilakukan adalah batal,
sehingga nampak ada kewenangan yang sama pada dua lembaga tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, sehingga penulis membuat rumusan permasalahan sebagai
berikut : Apakah pejabat lelang kelas I berwenang melaksanakan jual beli lelang obyek hak
tanggungan akibat kredit macet, dan Kapan peralihan hak atas jual beli lelang obyek hak
tanggungan menjadi hak pembeli lelang, serta Bagaimana kekuatan pembuktian akta risalah
lelang yang dibuat oleh pejabat lelang kelas I.
Tujuan penelitian ini ada dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum
penelitian ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi tugas sebagai prasyaratan pokok yang
bersifat akademis guna mencapai gelar Sarjana Hukum sebagaimana kurikulum Fakultas
Hukum Universitas Jember. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui,
memahami dan membahas seperti rumusan masalah yang sudah dijelaskan di atas.
Metode penelitian dalam skripsi ini meliputi empat aspek yaitu Tipe penelitian,
Pendekatan masalah, Sumber bahan hukum dan Analisis bahan hukum. Tipe penelitian yang
dipakai penulis adalah yuridis normatif, yaitu penelitian mengenai penerapan norma-norma
hukum positif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan
dan pendekatan konseptual. Sedangkan sumber bahan hukum dalam skripsi ini terdiri atas
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Analisis bahan hukum menggunakan
analisis deduktif yaitu analisis dari umum ke khusus.
Kesimpulan dari Penulisan Skripsi ini adalah, Pejabat Lelang Kelas I berwenang
untuk melaksanakan jual beli lelang obyek hak tanggungan berdasarkan Pasal 1a Vendu
Reglement, Selanjutnya diatur pada Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No. 174
Tahun 2010 tentang Pejabat Lelang Kelas I dan Pasal 1 angka 15 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 93 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang menerangkan bahwa
“Pejabat Lelang Kelas I adalah Pejabat Lelang pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
yang berwenang melaksanakan Lelang Eksekusi/Dokumen-dokumen lain yang dipersamakan
dengan itu (salah satunya eksekusi hak tanggungan), Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang
Noneksekusi Sukarela”..
Peralihan hak atas obyek jual beli lelang terjadi saat penandatanganan Akta Risalah
Lelang oleh Pejabat Lelang dan Penjual serta Pembeli Lelang.
Kekuatan pembuktian akta risalah lelang disamakan dengan akta authentik karena
memenuhi syarat-syarat seperti yang diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata. Akta risalah lelang sebagai akta authentik mempunyai tiga macam kekuatan
pembuktian yaitu: Kekuatan pembuktian lahir, Kekuatan pembuktian formil dan Kekuatan
pembuktian materiil.
Saran dari penulisan skripsi ini adalah: Kepada pemerintah dan DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat), seharusnya dibentuk UU baru tentang lelang karena Staadblad 1908
No. 189 (Vendu Reglement) dan Staadblad 1908 No. 190 (Vendu Instructie) sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan saat ini. Selain itu Kepada kreditor separatis yang menjual
obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri berdasarkan Pasal 6 dan Pasal 26 UUHT,
harus melalui fiat Ketua Pengadilan Negeri setempat
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]